Chapter 11

216 6 1
                                    

Aku kembali terbangun di ruangan serba putih ini. Ketika kesadaranku sudah pulih, aku mencoba untuk mendudukan badanku.

"Udah sadar lo?"

Adrian menyimpan buku yang ia baca dan berjalan mendekatiku.

"Kamu kenapa masih disini?"

"Rio sama si Karin udah balik. Ada urusan. Dan karena gue PACAR PURA-PURA lo. Jadi mereka nyuruh gue buat jagain lo sampai orang tua lo dateng." Katanya dingin dengan menekan kata-kata pacar pura-pura.

Sakit. Itu yang aku rasakan lagi. Aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan perasaanku ini. Aku akan mengatakan perasaanku yang sebenarnya padanya.

"Adrian. Aku... aku... sebenernya... kalau kamu gak mau jadi pacar pura-pura aku. Kamu mau---"

"Fanessa! Kamu gak papa sayang??"
Bunda datang dengan berlinang air mata dan langsung memelukku.

Dan ku lihat, Bang Tasdieq dan ayah juga datang.

"Bunda?? Aku gak papa kok bun,"
Jawabku sambil tersenyum.

"Bunda khawatir banget sama kamu. Kamu kenapa bisa sampai pingsan lagi sih??"

"Udah aku bilang, aku gak papa kok bun,"

"Kamu emang anak hebat Fanessa,"
Ucap ayah sambil mengelus lembut rambutku.

"Ayah kok bisa senyum sih liat anak kita sakit kayak gini??"

"Bun, penyakit seperti itu, harusnya dihadapi dengan senang juga. Biar bisa cepat sembuh. Daripada harus sedih terus,"

"Bener bun, kita juga harus bisa semangatin Fanessa buat ngelawan penyakit itu. Jangan ditangisin terus," Ucap Bang Tasdieq menimpali.

"Ehem!" Aku memberi mereka kode agar berhenti membicarakan penyakitku. Karena ada orang lain disini.

"Ada apa sayang? Kamu haus?"

"Nggak kok bun. Oh ya, kenalin bun, itu temen aku. Adrian,"

"Hah?? Oh.. ada temennya Fanessa ternyata,"

"Saya Adrian tante, temennya Fanessa. Ya udah kalau gitu, saya pamit dulu om, tante. Permisi,"

"O.. ya.. silahkan, terima kasih ya, udah mau jagain Fanessa," Ucap ayah.

"Iya sama-sama om," Ucapnya, sambil berlalu pergi.

"Kalian kenapa ngomongin penyakit aku di depan dia sih??" Tanyaku kesal.

"Kita kan gak tahu dia ada disana Ness,"

"Huh... Ngomong-ngomong, aku udah boleh pulang bun??"

"Boleh kok. Ayo pulang sekarang,"

Bunda membantuku turun dari kasur. Dan menuntunku berjalan keluar.

Yah... gagal deh aku ngaku ke Adrian.
Keluhku dalam hati.

Tak berapa lama, mobil berhenti di garasi depan rumahku. Turun dari mobil, aku langsung masuk kedalam kamarku.

***********

Paginya, aku bangun dan bersiap untuk pergi ke sekolah. Hari-hati di sekolah berjalan seperti biasa. Tak ada yang spesial.

Saat tiba waktu pulang sekolah, aku tidak langsung pulang. Karena ada suatu hal yang harus aku urus dulu.

"Akhirny selesai juga." Ucapku sambil meregangkan otot-ototku karena lelah menulis panjang.

"Aku pulang duluan ya Sa," Pamitku pada Osa teman sekelasku.

"Ok. Hati-hati ya Ness," Jawabnya sambil tersenyum.

Sialnya, saat aku akan pulang, hujan turun sangat deras.

"Payung!" Seruku girang.

"Loh payung?!"

Aku merogoh tasku. Tak ada. Tak ada payung di tasku. Sial. Itu berarti aku harus menunggu hujan reda.

Sudah hampir sepuluh menitan aku menunggu hujan. Pegel banget ni kaki. Hujannya kenapa gak berhenti-berhenti sih?!

Tiba-tiba, seorang cowok datang dan berdiri di sebelahku. Saat ku lihat siapa cowok itu, yang ternyata adalah Adrian. Jantungku langsung berdetak lebih cepat.

"Kemarin lo mau ngomong apa?"
Tanyanya tiba-tiba.

"Ah... itu... aku mau ngomong. Hmmm... aku... sebenernya.... kalau kamu gak mau jadi pacar pura-pura aku, ka... ka... kamu... mau gak... ja.. jadi pacar beneran??"

Aku mengatakannya. Aku benar-benar sudah mengatakannya.

Adrian memutar bola matanya malas.
"Lo segitu terobsesinya ya, sama yang namanya pacaran?!" Tanyanya kesal.

"Bu..bukan gitu Adrian. Sebenarnya aku... "

"Kenapa?? Sebenernya lo gak mau jadi jomblo seumur hidup lo, jadi lo minta gue buat jadi pacar lo?? Gitu?!" Kini ia benar-benar marah. Ada kilatan kebencian di matanya.

Sakit. Sudah kesekian kalinya Adrian membuatku sakit hati. Dia gak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan dia gak ngerti gimana perasaan aku sama dia.

"Kenapa?! Lo gak bisa jawabkan?? Lo tuh ternyata sama ya, sama cewek lain. Gue udah salah ngenilai lo---"

PLAK!!
Aku sudah tak tahan dengan omongannya. Dia salah mengenai aku. Satu tamparan aku daratkan di pipnya.

Dia termenung sesaat. Seperti tak percaya akan apa yang aku lakukan.

"Kamu salah Adrian! Kamu salah besar! Aku gak seperti yang kamu pikirin! Kamu gak tahu apa yang sebenernya terjadi!"

Aku tak bisa menahan air mataku lagi. Untuk pertama kalinya aku menangis di depan Adrian.

Aku berlari menerobos hujan. Aku ingin segera menjauh darinya. Untuk pertama kalinya, aku membenci Adrian.

Derasnya hujan membasahi seluruh tubuhku. Setelah cukup jauh berlari, aku mulai memperlambat lariku. Ku biarkan air mata ini mengalir bersama derasnya hujan.

Aku kecewa pada Adrian. Aku tahu dia membenciku. Tapi, tak seharusnya ia berlaku seperti itu.

Sampai di rumah, ternyata bunda menungguku di depan pintu rumah. Dengan raut wajah khawatir, bunda menyambutku pulang.

"Ya ampun, Fanesaa. Kamu kemana aja sayang, kok baju kamu basah semua??"

Aku tak memanggapi perkataan bunda. Aku langsung berjalan ke kamarku, dan mengunci pintu. Tangisku kembali pecah mengingat perkataan Adrian barusan.
Apa segitu bencinya dia sama aku??

Aku mencoba menenangkan perasaanku. Aku tak ingin terlalu.lama menangisinya. Untuk apa aku mengorbankan air mataku untuk cowok kayak dia?

Setelah tangisku mereda, aku segera membersihkan tubuhku. Mengganti pakaian basahku dengan baju tidur lengan panjang dan bergegas keluar menuju ruang makan.

"Fanessa, kamu gak papa sayang?" Tanya bunda lembut.

"Gak papa kok bun,"

Selesai makan malam, aku langsung menuju kamar kembali. Kubaringkan tubuhku di ayas kasur.

"Dek, ini obatnya minum dulu,"
Bang Tasdieq masuk ke kamarku sambil membawakan obat.

"Makasih bang," Jawabku sambil mengambil obat dari tangan bang Tasdieq. Setelah itu Bang Tasdieq berjalan keluar kamar dan menutup kembali pintu secara perlahan.

Aku memakan obat yang diberikan Bang Tasdieq. Selesai minum obat, mataku perlahan terasa berat dan akhirnya, aku tertidur. Berharap mimpi indah akan datang, dan membawaku melupakan Adrian.


~~~~~~~~~~
Pertama-tama, aku mau minta maaf buat yang setia baca cerita ini. Karena, aku gak bisa rutin lanjutin cerita ini.

Ya... aku agak sibuk akhir-akhir ini. Mohon dimaklumi ya...

Terima kasih...

Special MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang