Aku menyusuri wajah-wajah di kantin, berusaha mencari sosok Mahesa yang sedenag kubutuhkan. Tapi kantin sedang sepi. Mungkin dia sedang ada kelas. Entah di FH atau di FIB. Sial. Aku baru ingat aku tak punya kontaknya.
Kuputuskan untuk menghabiskan waktu luangku di bangku kecil di sebelah lapangan basket. Toh nanti aku akan bertemu dengannya di kelas Filsafat Hukum. Sejujurnya, aku sedang membutuhkan Mahesa untuk membantuku membuat janji dengan pengurus Bengkel Seni Soemitra. Aku ingat Mahesa pernah cerita kalau dia belajar di Bengkel Seni itu sejak kecil. Tentunya hal yang mudah baginya untuk memasukanku ke sana kan?
Dengan segelas Hazelnut Cappucino yang kubeli di Starbucks kampus, aku mulai berselancar di dunia maya.
Sampai hari ini, dua hari setelah perdebatanku dengan Leo via Skype, aku masih perang dingin dengan Leo. Maksudku, aku malas membalas chat-chatnya atau telepon-teleponnya. Biar saja dia sibuk dengan dunia fantasinya sendiri, tentang pacar cewek berprestasi yang membuatnya bangga setengah mati. Ternyata ada untungnya juga pacaran LDR. Setidaknya aku tidak perlu menghindari Leo di dunia nyata.
"Yo!"
Seseorang duduk di sebelahku, membuat bangku reyot ini bergoyang. Aku menoleh tidak suka, dan menemukan Panji cengar-cengir di sana.
"Jangan ganggu gue kalau nggak penting-penting amat." Kataku kejam, sambil kembali asyik dengan laptopku.
Panji menggumankan semacam 'brengsek' atau 'sok sibuk' atau entahlah. Tapi aku tak peduli. Aku sebenarnya malas kalau Panji sudah mendekatiku. Karena Freya bisa tiba-tiba datang menghampirinya.
"Lagi sibuk ngapain sih?" Tanya Panji kepo, dan mulai mengintip-ngintip ke balik laptopku.
"Bukan urusan lo." Jawabku tak terganggu.
"Ke bioskop yuk? Nonton Ant Man. Mau nggak?"
"Gue ada kelas filsafat hukum sejam lagi."
"Sejak kapan lo memilih kuliah daripada bersenang-senang?"
"Sejak gue sadar kalau gue harus segera keluar dari sini sebelum gue semakin terasing." Jawabku berbohong. Padahal jelas, aku semangat masuk kelas Filsafat Hukum untuk bertemu dengan Mahesa.
Panji tidak menjawab. Aku juga tidak peduli, dan kembali asyik dengan halaman blog yang sedang kubaca.
"Lo beneran nggak mau nonton?"
Aku menatap Panji dengan ekspresi tidak paham. Yang kutatap hanya cengar-cengir.
"Sana. Lo buang-buang waktu di sini." Jawabku akhirnya.
"Astaga. Gue diusir?" Tanya Panji dengan ekspresi terluka. "Ke Amelys aja yuk?"
"Nggak."
"Main basket?"
"Lo nggak ada kerjaan ya? Cewek lo sibuk mengejar prestasi apa gimana?"
"Gue lagi kangen sohib gue. Udah lama kita nggak hangout bareng?"
Sebenarnya sering. Tapi Freya selalu muncul tiba-tiba dan merusak moodku, sehingga biasanya aku langsung pergi begitu Freya datang. Panji yang dulu tidak segan-segan meluangkan waktu di antara jadwal pacarannya yang padat untuk hangout bersamaku. Panji yang sekarang? Tiba-tiba dia berubah menjadi Panji lain setiap kali Freya muncul. Dan sekarang, saat mungkin dia bosan dengan Freya, dia datang kepadaku untuk hangout. Yang benar saja.
"Udahlah, Ji, gue lagi nggak mood. Sana. Gue nggak mau Freya tiba-tiba muncul di sini. Udah pas banget ini suasananya."
Panji tersenyum kecil. "Kapan lo akan baikan sama Freya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST OF US - TERBIT CETAK
ChickLit[NOTE: Part masih lengkap kecuali epilog] Aku nggak mengerti bahwa sebuah kisah cinta bisa seperti ini. Sungguh, dulu aku hanya gadis polos yang tak pernah peduli pada cinta sejati. Di dunia ini, hanya ada 2 pria yang tadinya kupikir akan jadi penda...