First Date(?!)

154 61 17
                                    

Previous~

'Incoming Call,
Private Number'

Aku mengerutkan dahiku, lalu memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut.

"Halo?"

_____________________________

"Halo?"

Tidak ada jawaban.

Aku masih meletakkan ponselku di telingaku untuk menunggu jawaban dari si penelpon.

Dengan berusaha tenang aku kembali menyapa si penelpon tersebut.

"Ha...lo. Ini dengan siapa?"

Tidak ada jawaban lagi.

Aku melihat layar ponselku untuk mengetahui apakah panggilan telah terputus dan... ternyata panggilan tersebut masih tersambung dengan durasi hampir empat menit.

"Ma—"

Belum sempat aku melanjutkan ucapanku tiba-tiba terdengar suara dengan nada tenang tetapi penuh dengan penekanan.

'I'll kill your mom and dad.'

Aku segera menjauhkan ponsel dari telingaku dan memutuskan panggilan setelah mendengar ucapan itu.

Aku meletakkan ponselku di atas nakas. Dan memejamkan mataku sembari mengatur napas.

Ada apa ini?

Aku mencoba menenangkan diriku, mungkin saja itu salah sambung atau hanya orang yang sedang tidak ada pekerjaan sehingga mengerjai orang, atau...

Itu memang benar-benar sebuah pesan dari seseorang yang ingin membunuh kedua orang tuaku.

Dengan gerakan cepat aku menggapai ponsel ku lalu menelpon seseorang.

'Halo Fee? Ada apa?'

Aku menghela napasku setelah mendengar suara Ayah.

"Eum, tidak Ayah. Aku hanya ingin bilang hati-hati di perjalanan Ayah."

'Iya, maafkan Ayah dan Ibu.'

"Untuk apa Ayah?"

'Kami seharusnya menunggu kau pulang terlebih dahulu.'

Aku sedikit tertawa mendengar ucapan Ayah. Tidak seharusnya Ayah berkata seperti itu, meminta maaf padaku yang statusnya ialah putrinya.

"Ayah, aku tidak mempermasalahkan hal itu kok."

'Tapi, Fee, Ayah sungguh menyesal. Karena nyatanya, jadwal penerbangan diundur dari pukul sebelas lewat empat puluh lima menit menjadi pukul dua belas lewat tiga puluh menit'

"Ayah yang sabar. Ini sudah pukul dua belas lho. Oh ya, di mana Ibu?"

'Tadi Ibu bilang, ia ingin ke toilet.'

"Yahh, padahal aku ingin berbicara dengan Ibu. Eum, ya sudah. Ayah dan Ibu hati-hati ya, nanti kalau sudah tiba di sana, kabari aku."

'Iya nanti Ayah kabari kalau sudah tiba di Hongkong, oh ya jangan lupa makan.'

"Pasti Yah, Dah Ayah."

Aku tersenyum lega karena telah menghubungi Ayah dan kabar mereka baik-baik saja. Aku sudah tidak memikirkan si penelpon gelap itu.

Ternyata benar, si penelpon itu hanyalah orang yang sangat tidak memiliki pekerjaan sehingga dengan mudahnya mengerjai orang lewat telepon.

***

This...  What do you mean?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang