Jauh Semakin Jauh, Dekat Semakin Dekat

402 15 0
                                    

Aku antusias sekali untuk membaca buku yang ku beli tadi. Ketika kubuka lembaran acak, aku menemukan puisi berjudul Batas. Aku pun menemukan penggalan yang aku sukai dari puisi itu.

Apa kabar hari ini? Lihat, tanda tanya itu, jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi.

Air mataku hampir tumpah menjadi hujan dari langit bernama mata. Aku masih menyimpan kerinduanku, Bal. Aku masih menyimpan kenangan kita. Ia mungkin sempat layu, tapi mungkin malam ini akan merekah lagi ketika ia ku sirami dengan air mata.

Tetapi di sisi lain, semakin hari aku dan Dimas semakin akrab. Aku terjebak di antara dua hal yang seharusnya bukan untuk dipilih. Seseorang bukan pilihan, sehingga aku tak perlu memilih di antara kamu atau Dimas. Bukankah begitu?

Hampir setiap malam Dimas mengirim pesan padaku. Untuk sekadar menyapa ataupun menanyakan apa kegiatanku. Bahkan sebelum tidur, Dimas sering sekali mengirimkan lagu yang ia nyanyikan sendiri dengan diiringi alunan piano atau gitar.
"Fah"
"Ada apa, Dim?"
"Kamu sudah belajar, kan? Jangan lupa besok ada ulangan kimia, Fah"
"Udah dong. Aku mah anak rajin :p"
"Yasudah, kamu cepet tidur. Jangan malem-malem tidurnya yah. Ehhm aku kirimin vn lagi boleh kan? Telingamu masih sanggup, kan?
"Tenang, telingaku masih kuat kok, haha. Eh tapi beneran nih? vn nyanyi apa nyapa doing, nih? -,-"
"Nyanyi kok, tunggu bentar yah"

Coba hayalkan sejenak sepuluh tahun nanti hidupmu
Coba bayangkan sejenak misalkan ada aku yang menemani hari demi hari yang tak terhitung
Misalkan itu aku yang terakhir untukmu
Untuk itu kan ku persembahkan
Himalaya bahkan akan aku taklukan tanpa cahaya di kegelapan
Berbalutkan pelita hatimu di aku di aku
Dan kamu pastikan kau melihat aku saat ku gapai puncak tertinggi bersama tujuh warna pelangi

"Thanks ya, Dim. Night"
"Okay, you're welcome, Fah:) Night."

***

Malamku selalu indah setelah kehadiran Dimas. Bahkan sepanjang hariku. Aku pasti dianggap bodoh jika menyia-nyiakan laki-laki sebaik Dimas.

"Pagi, Syifah. Selamat datang di kelas X-A," sapa Dimas layaknya mas-mas di Alfamart atau Indomart. Aku langsung tertawa melihat tingkah Dimas itu. Bukan karena itu hal lucu. Tapi karena aku tahu Dimas jarang sekali bercanda. Mungkin saat ini Dimas sedang membuktika quote:
"Maybe you can't change someone, but someone can changes for you".

Sontak aku pun memegang kening Dimas, "Dim, kening kamu panas. Kamu lagi gila ya? Ya ampun, obatnya belum kamu minum? Hahahaha." Sedangkan Dimas yang hanya melongo melihat responku barusan.
"Annisa Asyifah, bukannya kamu yang membuat saya gila? Jadi kamu yang harus tanggung jawab," protes Dimas. Aku pun hanya tertawa dan mengacak-acak rambutnya yang kecoklatan.

"Ke kantin yuk, Fah. Laper, nih. Jangan pacaran terus sama buku fisika, please," Ira merengek mengajakku ke kantin. Sedangkan aku masih berkutat dengan buku fisika sampai-sampai banyak teman sekelasku yang mengira kalau buku itu adalah kekasihku.

"Aku masih normal, Raa. Ya kali aku pacaran sama buku. Yaudah ke kantin deh, kuy," jawabku.

Tiba-tiba Dimas pun menghampiriku. Ia terlihat membawa dua kotak makanan. "Nih aku bawain makanan buat kamu, Fah. Makan di kelas sama aku ya?" ujarnya sambil memberika salah satu kotak makanannnya.
"Elah, orang punya pacar mah enak yaa ada yang bawain makanan. Aku mah apa atuh, jomblo until halal ae dah," ucap Ira sambil berlalu meninggalkanku dan Dimas. Kalau sudah seperti ini, aku merasa menjadi wanita terbahagia di dunia. Hahaha, aku tau aku lebay sekali.

"Yaudah ayo makan. Malah senyum-senyum lagi," ucap Dimas. Kami pun makan bersama diselingi dengan candaan-candaan receh ala Dimas.
"Astaga, Dimas. Gak bisa apa kalau becanda tuh yang lebih lucu. Jangan receh gitu kali. Hahaha," ledekku kepada Dimas.
"Receh sih, tapi rela bagi-bagi?" ucap Dimas dengan nada iklan Silverqueen.
"Boh lah, Dim. Mbooh. Aku ingin berkata kasar, Dim!"

***

"Hari ini kamu les apa lagi, Fah? Sepertinya kamu setiap hari ada bimbel. Jangan kecapekan ya. Ini, aku tadi beli vitamin C buat kamu. Jangan lupa diminum ya, nyonya," ucap Dimas padaku.
Hmm, lama kelamaan Dimas bisa memiliki banyak peran dalam hidupku. Mulai dari alarm pengingat, menjadi bunda kedua, menjadi dokter, guru les, menjadi musisi pribadi, dan banyak lainnya.
"Siap, pak. Lapor, hari ini saya akan bimbel fisika sampai jam 6 sore. Laporan selesai," ucapku pada Dimas seolah aku sedang laporan kepada pembina upacara. Hahaha. Dimas pun langsung tersenyum dan mengacak-acak kerudungku.

Arrggh aku benci sekali jika kerudungku dirusak. Semua orang pasti tau kalau susah sekali merapikan kerudung. Ribet, bro. Ribeeett! :") "Yang kamu lakuin itu jahhhaattt. Jahhhaatt, Dimas!". Aku pun berlalu meninggalkan Dimas, sedangkan dia masih menertawaiku.

HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang