Bab 8 ( End ) : Thank's For Coming Back To Us, Thalea

107 9 4
                                    

Jakarta, 25 Juni 2016 (13.00 WIB)

Afwan tersenyum miris saat mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Saat sang pujaan hati masih dalam keadaan sehat wal'afiat betapa Ia sangat merindukan kejadian singkat dulu dengan Thalea. Kalau boleh mengakui, sebenarnya dulu saat Dante sering menceritakan sosok sahabat wanita yang sudah Ia kenal saat usia mereka masih sama-sama sebelas tahun saat mereka berkumpul, Afwan sudah penasaran dengan gadis itu. Hingga akhirnya Afwan melihat sendiri bagaimana rupa gadis itu, dan bagaimana keindahan mata dan juga senyuman lembutnya mampu menyihir Afwan. Namun sayang karena telah diliputi emosi yang membakar dadanya, Afwan justru membuat semuannya menjadi rumit seperti sekarang. Menantikan hal yang tak pasti.

"Mas Afwan.. Mas.. kita sudah sampai" ujar supir keluarga Alatas yang saat ini bertugas mengantar anak sang majikan. Afwan menghapus setetes air mata yang entah sejak kapan telah menetes di pipi yang kini ditumbuhi bulu-bulu halus bakal jambang.

"Terimakasih Sofwan, tidak usah menunggu saya. Langsung saja pulang dan kembali seperti biasa!" ujar Afwan yang diangguki oleh Pak Sofwan.

"Semangat ya Pak. Mbak Thalea pasti akan bangun dari tidur panjangnya. Bapak harus banyak bersabar dan berdoa" kata Sofwan dengan senyum perihatin. Afwan hanya tersenyum kemudian turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam bangunan rumah sakit yang sejak enam bulan yang lalu telah menjadi rumah kedua baginya.

Lift yang membawa Afwan menuju lantai dimana gadisnya di rawat inap pun berdenting menandakan lantai yang dituju telah sampai. Afwan berjalan dengan semangat, dengan sebuah keyakinan baru.

Namun sepertinya keyakinan yang baru saja dipupuknya harus kembali Ia telan, karena Ia melihat beberapa dokter dan suster berlari dengan panik dan membawa alat-alat medis menuju satu-satunya ruang kamar yang ada di lantai ini. Ruangan Thalea.

Jantung Afwan berdegup kencang.

"Semoga ini semua pertanda baik. Semoga ini bukan pertanda buruk. Ya Allah jangan kau ambil Thalea dariku dan keluarganya" pinta Afwan sambil berlari kencang menuju ruangan Thalea yang berada di pojok lorong.

Napas Afwan semakin memburu saat melihat Raihan dan Dante berada di luar kamar dengan tatapan kosong. Afwan melihat dari kaca bening, Thalea sedang dikerubungi oleh para tim medis. Entah apa yang terjadi dengan Thalea sehingga mereka semua berbondong-bondong memasuki kamar gadis itu.

"Kondisi Thalea sempat kritis kembali, Fwan. Tim dokter sedang berusaha untuk membantu Thalea melewatinya" ujar Raihan tenang. Afwan menarik napas tajam saat mendengar penjelasan Raihan.

"Sebaiknya kita ikhlaskan saja, Fwan. Abang rasa Thalea pun sudah lelah" Afwan mendelik tajam mendengar penuturan Raihan.

"Abang bicara apa? Abang rela kehilangan Thalea setelah enam bulan kita semua berjuang dan menanti?!" ujar Afwan marah sambil mengguncang kedua bahu Raihan, agar lelaki itu sadar.

"Tapi memang sepertinya kita harus ikhlas Fwan! Apa kamu rela melihat Thalea yang hidup tapi sebenarnya Ia telah mati sejak enam bulan lalu! Raganya ada disini, tetapi kita tidak pernah tahu kemana jiwanya pergi, Fwan!" seru Raihan marah.

"Enggak! Enggak! Thalea pasti bangun untuk kita semua!" Afwan menggeleng dengan keras, menolak semua pemikiran buruk yang mulai berkumpul di dalam otaknya.

"Afwan! Kamu mau kemana?!" teriak Dante saat melihat Afwan masuk kedalam kamar Thalea.

Afwan masuk ke dalam kamar Thalea dan lelaki itu pun menerobos para Tim Medis yang sedang berusaha menolong Thalea yang saat ini sedang kejang disertai napas yang terputus-putus.

ANONYMOUS (Re-Write & New Tittle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang