Bab 7 : Weeping, Tears, and Afwan's Regret

57 9 0
                                    

Ketika cinta memanggilmu maka dekatilah dia walau jalannya terjal berliku, jika cinta memelukmu maka dekaplah Ia walau pedang di sela-sela sayapnya melukaimu

-Kahlil Gibran-

Seorang lelaki dengan kemeja polos berwarna biru muda yang berlumuran darah tengah duduk di kursi besi ruang tunggu di dekat ruang operasi. Lampu ruang operasi itu masih berwarna merah yang menandakan bahwa tindakan para dokter di dalam ruangan menakutkan itu belum selesai.

Afwan tertunduk lesu, Ia tidak menyangka bahwa Thalea kini tengah berbaring di dalam sebuah ruang operasi di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta.

Afwan sangat bersyukur karena tak lama setelah Thalea memejamkan matanya, sebuah ambulance datang membawa dirinya dan Thalea menuju rumah sakit terdekat. Afwan tak hentinya berdoa dalam hati agar Thalea masih dapat tertolong. Ketika sampai di rumah sakit pun Afwan mengucap syukur saat dokter mengatakan Thalea masih dapat tertolong, namun entah mengapa dada lelaki itu terasa diremas dengan kuat, saat dokter mengatakan Thalea harus menjalani operasi karena ada salah satu tulang rusuk dan tulang kering itu ada yang patah serta retak akibat terpental beberapa meter dan terbentur badan depan mobil.

Afwan ingin menangis namun tidak bisa, dadanya terasa begitu sesak saat kembali mengingat bagaimana tatapan gadis itu yang memohon untuk dilepaskan saat masih digenggamannya dan bagaimana detik-detik terakhir gadis itu mengucapkan kata "Maaf" sebelum menutup matanya.

Afwan mengangkat kepalanya saat mendengar suara dari lorong rumah sakit yang sepi, suara langkah kaki yang terbalut sepatu bergesekan dengan lantai dingin rumah sakit terdengar begitu terburu-buru.

Afwan melihat Dante dan Dandee serta seorang lelaki berwajah blasteran datang menghampirinya. Dante menarik kerah kemerja yang dipakai Afwan sehingga lelaki itu berdiri berhadapan dengan Dante yang sedang murka, rahang lancip Dante mengeras seiring dengan cengkeraman yang semakin menguat pada kerah kemeja Afwan.

Afwan menatap kosong Dante, Ia merasa jiwanya kini sudah tak ada di raganya lagi.

Bughh...

"DASAR, BRENGSEK!!!" satu pukulan telak menghantam rahang Afwan sebelah kanan.

Bughh...

"BAJINGAN SIALAN!! PENGECUT!! PECUNDANG!!" sekali pukulan itu mengenai rahang kiri Afwan dengan sangat keras.

Afwan diam tak membalas sekali pun perlakuan Dante.

"KENAPA LO DIEM AJAH, HAH?!! KEMANA AFWAN YANG SELALU OKE KALAU DI AJAK BERANTEM! SIALAN LO! LO APAIN SAHABAT GUE, HAH?!"ujar Dante menggebu-gebu. Dandee berusaha menjauhkan Dante dari Afwan agar tidak terjadi perkelahian di rumah sakit.

"Jawab Fwan! Jawab! Kenapa lo tega melakukan semua ini sama Thalea? Dia hanya melakukan kesalahan kecil. Dan lo membalas sampai seperti ini?! kemana hati lo! Thalea tulus mencintai elo!" Dante berujar lirih, kecewa dengan Afwan yang menurutnya sangat keterlaluan.

"Dan, tenangin dirimu! Bukan saatnya kita marah-marah seperti ini sama Afwan" lerai Dandee sambil menenangkan Dante yang masih diliputi emosi.

"Kamu pikir, Aku mau semua ini terjadi? Aku tidak pernah bermaksud membuat Thalea tertabrak mobil seperti ini" lirih Afwan dengan tatapan hampa menatap wajah Dante. "Bagaimana mungkin Aku tega dan bisa tenang saat melihat seseorang hampir meregang nyawanya di depan mataku sendiri?" tambahnya lagi.

"AYO, DAN PUKUL AKU LAGI!! AYO! AKU MEMANG PATUT MENDAPATKANNYA!!" teriak Afwan di depan wajah Dante sambil mengambil tangan lelaki itu yang kini terkulai lemas di kedua sisi badannya dan memukulkannya ke wajahnya yang kini telah muncul memar-memar samar.

Karena kesal pun akhirnya Dante kembali melayangkan pukulannya di perut Afwan dengan sekuat tenaga, membuat lelaki itu terbatuk.

"Sudah, Dante. Biar nanti lelaki ini berurusan dengan ku!" kata Raihan tegas, lelaki itu menahan getaran suara yang mungkin akan keluar jika Ia tidak dapat mengusai diri dengan baik.

"Tapi Bang, dia sudah keterlaluan!" sanggah Dante tak terima.

"Akan lebih baik dan membantu jika sekarang kita berdoa untuk Thalea agar operasinya berjalan dengan lancar dibandingkan kamu harus marah-marah dan membuat keributan di rumah sakit, ini" Ujar Raihan memberikan tatapan tajamnya untuk Dante.

"Dan kamu! Sebaiknya kamu pergi dari sini! Terimakasih telah membawa adik saya ke sini" kata Raihan sambil menunjuk Afwan dengan dagunya.

Afwan menggeleng "Tidak. Saya tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum operasi Thalea selesai" ujar Afwan tegas tak terbantahkan. Ia menatap tepat ke arah mata kehijauan milik Raihan penuh permohonan, mata hijau yang sama dengan milik Thalea.

Raihan menghela napas "Baiklah. Tapi ku mohon, rapihkan lah dirimu dari noda darah itu" Afwan menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju kamar mandi yang terletak di ujung lorong.

Sementara Raihan memilih untuk menghubungi kedua orangtuanya yang saat ini sedang dalam perjalan dinas ke Jerman untuk menengok perusahaan keluarga serta sanak-saudara dari sang Ayah yang memang menetap dan tinggal disana.

*************

Lampu ruang operasi menampilkan cahaya berwarna hijau, seluruh orang yang ada di ruang tunggu menghela napas dengan lega. Afwan menghela napas lega setelah menunggu operasi yang memakan waktu nyaris 6 jam lebih, lelaki itu pun setelah di bujuk paksa oleh Dandee mau pulang berganti pakaian yang telah kotor terkena darah yang telah mengering berganti dengan sebuah kaos dan hoodie serta celana berbahan jeans, wajahnya pun kini terlihat sedikit segar setelah menunaikan sholat Ashar.

Seorang dokter yang masih lengkap menggunakan seragam khusus ruang operasi keluar dari ruangan tersebut. Raihan pun dengan sigap langsung menghampiri dokter tersebut untuk memastikan keadaan sang Adik tercinta.

"Bagaimana keadaan Adik saya dok?"tanya Raihan dengan cemas.

Sang dokter pun tersenyum menenangkan. "Operasinya berjalan dengan lancar dan sukses" Raihan dan orang-orang yang ada disana mengucapkan syukur kepada sang Mahakuasa.

"Namun, sepertinya kita masih harus banyak bersabar dan berdoa. Karena sepertinya Thalea akan mengalami koma dengan waktu yang tidak dapat saya pastikan. Sebab benturan di kepala bagian belakang yang cukup keras mengakibatkan beberapa syaraf otaknya terganggu. Kalian harus bersyukur karena sangat kecil kemungkinan Thalea akan mengalami amnesia. Karena hasil CT-Scan menujukkan tidak ada benturan yang keras pada bagian syaraf ingatan. Kalian berdoa saja semoga Thalea memiliki semangat hidup yang tinggi. Setelah Thalea di pindahkan ke ruang rawat inap kalian bisa menjenguknya. Baiklah kalau begitu saya permisi"

Begitu mendengar penjelasan dari sang Dokter, Raihan jatuh terduduk dan menangis tanpa suara. Rasanya begitu sakit saat mendengar seseorang yang kita sayangi dan cintai kini hanya bisa terbaring lemah tanpa bisa mendengar dan melihat kita dalam jangka waktu yang tak dapat kita ketahui.

Sarah yang beberapa jam yang lalu baru datang pun langsung menangis sejadi-jadinya, Dandee pun sama terlukanya, Ia menarik Sarah ke dalam dekapannya dan mencoba tegar mendengar berita yang mencengangkan barusan. Dante memilih pergi meninggalkan semua orang untuk menenangkan hati sebelum Ia bertindak kriminal dengan membunuh Afwan detik ini juga.

Afwan menundukkan kepalanya dan beristighfar dalam hati untuk menenangkan hatinya yang sedang kacau dan untuk mengembalikan logikanya yang sedang berantakan. Setetes air mata penyesalan meluncur dengan bebas, di atas pipinya. Afwan memejamkan mata sambil terus beristighfar dan tidak menghalau air mata yang terus keluar dari matanya.

**************

ANONYMOUS (Re-Write & New Tittle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang