Jakarta, 21 November 2015
Dante melangkahkan kakinya yang terbalut jeans selutut memasuki pelataran rumah mewah di kawasan Jakarta Selatan, dengan cepat Ia menuju pintu ganda bercat putih gading kemudian memencet bel yang tepat di samping kanan pintu. Setelah menunggu beberapa saat pintu ganda itu pun terbuka menampilkan wanita paruh baya yang mengenakan daster batik lusuh dengan senyum hangat menyambutnya.
"Eh Mas Dante, Mbok kira siapa. Mau ketemu Non Thalea ya Mas?" tanya Mbok Minah sambil menyuruh Dante masuk kedalam rumah.
"Iya Mbok. Thalea ada kan?"
"Ada kok Mas, dari tadi siang setelah makan, Non Thalea belum keluar kamar. Mau Mbok panggilkan?"
"Boleh Mbok. Tolong ya"pinta Dante sopan.
Mbok Minah pun melangkah menuju kamar Thalea yang terletak di lantai dua. Dante menunggu dengan tak sabar di ruang tamu keluarga Lawvoski.
Thalea muncul dengan senyum sumringah melihat Dante yang saat ini ada di rumahnya, pasalnya sudah hampir seminggu Thalea tidak bertemu dengan Dante karena kesibukan mereka masing-masing.
"Danteeeeee..... Ah senangnya kamu kesini!" seloroh Thalea sambil berlari kecil menghampiri Dante. Dante yang mendengar suara cempreng milik Thalea menolehkan kepalanya dan menarik napas dalam kemudian membuangnya secara perlahan. Thalea langsung mengambil posisi duduk di sebelah Dante yang duduk di sofa kulit panjang yang sangat nyaman.
"Kamu mau minum apa? Biar Aku ambilkan"tanya Thalea dengan mata berbinar. Dante diam, Ia hanya menatap Thalea dengan wajah dingin dan datar. Thalea yang menyadari mimik wajah Dante yang datar mengerutkan dahi bingung.
"Dan kamu sakit? Kok diem aja?" tanya Thalea masih mengerutkan dahi.
"Apa yang sudah kamu lakukan selama satu bulan belakangan ini, Thalea Neola Lawvoski?"tanya Dante dingin. Tatapan mata Dante begitu dalam dan tajam. Seketika Thalea merasa tubuhnya menggigil akibat perubahan sikap Dante yang menjadi dingin.
"Maksud kamu? Aku kuliah, hangout, dan-" You. Know. What. I. Mean. Thalea!" potong Dante cepat sebelum Thalea menyelesaikan perkataannya. " What are you doing with ABDULLAH AFWAN ALATAS? TELL ME RIGHT NOW!" kata Dante penuh penekanan dan sedikit meninggikan suaranya akibat kekesalan yang sudah sangat memuncak.
Thalea terperangah mendengar pertanyaan Dante yang diluar dugaannya. Bagaimana mungkin Dante bisa mengetahui kegiatan gilanya selama sebulan lebih belakangan? Ia hanya mengatakan hal-hal gila yang terlintas diotaknya kepada Sarah. Apa mungkin Sarah yang membocorkan semua ini?
Dante yang dapat dengan jelas membaca isi pikiran Thalea melalui raut wajah gadis blasteran itu pun akhirnya berkata sambil mendesah lelah "Aku gak tahu dari siapapun orang yang saat ini terlintas di dalam kepala kamu itu. Afwan kemarin benar-benar mengamuk dan marah di tempat biasa kami berkumpul saat menemukan surat yang isinya sangat menghakimi kehidupannya dan mengusik harga dirinya sebagai lelaki masih dengan setia bertengger di dalam lokernya. Kamu tahu apa yang Aku dan Dandee lakukan saat melihat bahwa tulisan yang tertera dengan jelas di kertas berwarna kuning itu adalah tulisan sahabat wanita kami yang sangat dekat dan sudah kami anggap sebagai adik kami sendiri? Aku dan Dandee hanya bisa diam dan cemas setengah mati seperti orang bodoh dan idiot! Apa yang kamu lakukan sebenarnya, Thalea? Apa tujuanmu?"Dante mengacak rambutnya frustasi.
Thalea hanya menunduk takut melihat kemarahan yang terpancar dengan jelas dari bola mata hitam pekat milik Dante.
"A...Ak...Aku hanya ingin merasa lebih dekat dengannya. Tujuanku murni hanya ingin Ia menjadi manusia yang lebih baik lagi.. Umm..ummm lagi pula aku melakukan ini.. kar..karena.. Aku..umm Aku menyayanginya, Dante"jawab Thalea gugup dan suaranya nyaris hilang diakhir kalimat.
Dante menghembuskan napas kasar, mengusap wajah serta mengacak rambut hitamnya frustasi. "Kamu tahu, Thalea? Kamu telah melakukan hal terbodoh dalam hidup kamu? Apa yang kamu lakukan sebagai seorang wanita? Hal seperti itu tidak patut dilakukan oleh seorang wanita? Sudah berapa uang yang kamu habiskan untuk membeli barang-barang yang tak berharga dimatanya, termasuk jam tangan keluaran terbaru yang kamu berikan pagi ini? Kamu cerdas, tapi mengapa pada saat ini otakmu tidak dapat digunakan dengan baik, HAH?!!" Dante mencoba menenangkan napasnya yang bergemuruh dan tidak teratur. Thalea berjengit kaget mendengar segala penuturan Dante dan bentakan yang diberikan lelaki hitam manis itu pada dirinya.
Perkataan Dante telah menggoreskan luka yang besar dihatinya. Thalea benar-benar terluka dan tidak menyangka Dante akan memarahinya habis-habisan dengan kata-kata kasar dan melukai dirinya.
Thalea menatap Dante yang saat ini membuang muka dan masih sibuk mengatur napasnya dengan tatapan terluka. Omongan Dante telah menamparnya dengan keras, Ia sadar apa yang dilakukannya memanglah salah. Salah karena Ia seorang wanita. Dan seorang wanita tidak seharusnya mengejar-ngejar seorang lelaki dengan hal gila yang beberapa minggu belakangan ini Ia lakukan. Thalea salah. Ia benar-benar salah.
Air mata telah berkumpul di pelupuk mata gadis itu, Ia bahkan belum berkedip sejak Dante melontarkan kata-kata kasar yang menyakiti hatinya. Setelah Dante dapat mengontrol emosinya dan napasnya telah kembali teratur, Dante menolehkan kepalanya menatap Thalea yang saat ini tengah menatapnya dengan pandangan sedih, kecewa, dan terluka. Dante terkesiap saat melihat Thalea menggelengkan kepalnya kecewa dan setetes air mata pun meluncur dengan bebas di pipi pucat milik Thalea.
"Le.. maafkan... maafkan Aku. Aku.. aku tidak bermaksud berbicara kasar seperti itu. Le..." ujar Dante menyesal saat menyadari bahwa perkataan yang dilontarkannya dengan begitu emosional telah melukai hati sahabatnya, hati adik kecilnya. "Le.. maafin Aku..." Dante berjalan mendekat kearah Thalea. Thalea menggelengkan kepalanya dan mengangkat tangannya keatas meminta Dante diam di tempat dan tidak menghampirinya. Dante pun terdiam dan menatap Thalea penuh penyesalan dan rasa bersalah.
"Aku memang salah. Aku salah besar telah melakukan hal gila itu dan merahasiakannya darimu dan Dandee. Tapi bukankah ketika orang jatuh cinta, logika pun terkadang tidak berfungsi? Akal sehat mati, dan tergantikan oleh suara hati yang sedang berbunga-bunga?" tanya Thalea dengan suara parau. Thalea menggigit bibirnya guna menahan isakan dari mulutnya.
"Aku tahu.. aku tahu.. maafkan aku, Le..." mohon Dante sekali lagi. Isakan yang sejak tadi ditahan oleh Thalea pun akhirnya lolos dari bibir mungil gadis itu.
"Aku ingin sendiri, dan kamu tentu tahu dimana letak pintu keluar rumahku, kan?" Thalea segera meninggalkan ruang tamu dan berlari dengan cepat menaiki undakan tangga berbentuk spiral menuju kamarnya yang terletak di lantai 2.
Dante manatap kosong kearah Thalea yang pergi menuju kamarnya.
Thalea kecewa dengannya, marah, dan belum memaafkannya. Dan yang lebih parah untuk pertama kalinya setelah bersahabat hampir 10 tahun, Thalea mengusir dirinya.
Dante pun melangkah dengan gontai menuju pintu keluar, kemudian menuju carport guna mengambil mobilnya. Dante duduk dibalik kemudi dengan tatapan kosong kemudian mendesah dengan keras dan segera memacu mobil Toyota Rush nya dengan kecepatan tinggi.
******************
KAMU SEDANG MEMBACA
ANONYMOUS (Re-Write & New Tittle)
RomanceManusia tidak dapat menuai Cinta sampai Dia merasakan perpisahan yang menyedihkan, dan yang mampu membuka pikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang menyedihkan... Jangan kau kira Cinta datang dari keakraban yang lama dan pendekat...