Part 12.

1.6K 208 3
                                    

Jimin menikmati minumannya kali ini. Ia menemani Yoongi untuk sekedar menenangkan diri di tempat yang baru beberapa hari ia datangi.

"Apa Hyung punya masalah lagi?" Jimin bertanya saat Yoongi hanya diam sedari tadi.

Pria bersurai abu-abu keperakan itu mendengus pelan. "Jimin-ah, apa kau membenci seseorang?"

Jimin terkejut. Ia meletakkan kembali gelas minumannya dan beralih menatap Yoongi.

"Ayahku..." Jimin tertunduk. Tersenyum pahit. "Aku membenci Ayahku sendiri."

Yoongi diam. Ia sesekali menyesap pelan minumannya.

"Ayahku sangat membenciku dan juga Ibu. Ia bahkan hampir membunuhku. Tetapi aku tetap menyayanginya, biar bagaimanapun ia Ayahku." Jimin mengubah senyumannya menjadi lebih lebar. Tak ada raut memaksa dari wajahnya.

"Hyung, pernah membenci seseorang?" Jimin balik bertanya. Membuat lamunan Yoongi buyar.

Yoongi mengangguk. "Aku... Sangat membencinya...." Entah karena tekadnya yang terlalu kuat, Yoongi menjadi sensitif dengan pertanyaan yang menyangkut hal pembalasan dendamnya.

Emosinya akan mencuat tanpa kendala waktu.

"Jimin-ah," Yoongi bergumam. Matanya memandang kosong ke depan. "Kau mau aku membalaskan dendammu?"

Jimin berjingkrak kaget. Ia menatap Yoongi tak percaya.

"Aku akan membantumu." Yoongi mengunci pandangannya pada Jimin. Berusaha meyakinkan pria bersurai coklat ini.

"Tidak, Hyung. Aku tidak akan melakukan hal itu," Jimin tertawa sesaat. "Aku tetap menyayangi Ayahku."

Yoongi menyeringai. Mendengar perkataan Jimin, membuat Yoongi merasa geli. "Kita lihat saja nanti."

Yoongi semakin menyeringai di saat ia menangkap sosok paruh baya yang tengah menari bersama beberapa wanita penggoda.

----

Taehyung membuka matanya perlahan. Mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya pada maniknya.

"Hyung!" Suara Jungkook berhasil menjadi suara pertama yang ditangkap oleh Taehyung.

"Kau sudah sadar?" Pria berumur 3 tahun lebih muda dari Taehyung itu bertanya dengan nada ceria.

"Kau sudah sadar, Taehyung?" Hoseok masuk. Ia nampak membawa beberapa buah dan juga makanan kecil.

"Panggilkan Dokter ya, Jungkook." Jungkook mengangguk dan kemudian menghilang di balik pintu.

"Terima kasih, Hyung." Taehyung berujar parau. Hoseok membalasnya dengan tersenyum.

"Tidak apa-apa, Taehyung." Hoseok tertawa kecil. Ia membuka salah satu makanan kecil yang dibelinya.

"Aku tidak tahu, apa yang akan terjadi jika kau tidak menolongku saat itu." Taehyung berucap pelan. Sekelebat kejadian yang terjadi padanya kembali berputar meninggalkan suatu trauma kecil bagi pria ini.

Hoseok mengernyit. "Menolongmu? Aku tidak menolongmu saat itu, Taehyung."

"Tapi kau yang membawaku ke Rumah Sakit ini, 'kan?" Taehyung bersikeras. Ia yakin, sangat yakin yang menolongnya saat itu adalah Hoseok dan Jungkook. Walaupun, pandangannya saat itu mulai berangusur gelap.

Hoseok mengatur duduknya agar lebih berhadapan lagi dengan Taehyung. "Tidak, Taehyung. Aku tidak menolongmu saat itu. Aku hanya menerima telpon dari seseorang yang mengatakan bahwa kau ditikam."

Kini giliran Taehyung yang mengerutkan dahinya. "Seseorang? Siapa?"

"Aku tidak tahu dengan pasti, tetapi sepertinya dia seorang perem-" Hoseok menghentikan kalimatnya saat mendengar decitan pintu.

When a Gangster Become a CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang