Part 19.

1.3K 169 7
                                    

"Kenapa kau lakukan itu, Hyung?" Taehyung tak habis fikir, bagaimana bisa Yoongi melakukan hal sekeji itu kepada wanita yang bahkan terlalu lemah darinya?

Yoongi menampakkan seringaian tipis. "Kenapa? Hm..." ujar Yoongi. Pria itu membuat sebuah gerakan berfikir. "Untuk bersenang-senang saja. Kau tahu, itu menyenangkan."

Taehyung terhenyak. Untuk bersenang-senang? Apa maksud pria ini? Taehyung menggeleng samar sembari tetap memperhatikan pria bersurai abu keperakan di depannya ini.

"Bagaimana kau bisa mengenal Jimin?" Taehyung mengubah mimik wajahnya menjadi datar. Begitu pula dengan suaranya.

"Jangan salah paham, Taehyung-ah. Aku bermaksud baik kepada anak i-"

"APA HARUS DENGAN CARA BRENGSEK ITU?" Taehyung berteriak. Emosinya telah mencapai ubun-ubunnya. Memberikan rona merah yang memenuhi setiap sudut wajahnya.

Yoongi berdecih. Ia menatap tajam ke arah Taehyung. Beberapa saat, keduanya terdiam. Berbicara melalui akses tatapan mata.

Pria bersurai abu keperakan itu berbalik. Ia melirik Taehyung dari balik punggungnya. "Semua itu karenamu, Taehyung-ah. Kau... Keluargamu... Mengambil semuanya," lirih Yoongi dengan suara yang rendah. "Kau tahu, kau yang membangkitkan monster di dalam diriku. Jadi, kau yang harus bertanggung jawab. Apakah ia akan membunuhmu atau sebaliknya."

Yoongi beranjak, meninggalkan Taehyung yang tengah terdiam. Pria ini sungguh tidak mengerti dengan apa yang Yoongi maksud.

----

Jimin tidak menangis. Bukan, jika saja persediaan airmatanya masih cukup, mungkin Jimin akan menitihkannya lagi. Matanya, keadaannya sekarang membuat siapa saja yang melihat Jimin merasa iba.

Jimin melirik pria di depannya. Pria itu nampak sibuk dengan ponselnya sedari tadi. Bahkan, ia tidak memperdulikan orang-orang yang datang bermaksud untuk menyampaikan rasa belasungkawanya.

"Aku akan kesana, tenang saja. Iya, aku tidak akan lama." Jimin berusaha menahan emosi yang perlahan meluap saat mendengar Ayahnya yang malah sibuk dengan wanita jalang itu.
Lihat saja, bahkan ia segera berlalu tanpa menghiraukan upacara pemakaman Istrinya sendiri.

Jimin ingin segera memukul wajah pria bajingan itu. Tetapi apa daya, Jimin lebih memilih untuk menjaga upacara pemakaman Ibunya berlangsung dengan tenang.

Pria itu menoleh saat tepukan pelan mendarat di pundak kanannya. Jimin tersenyum lemah saat mengetahui Yoongi yang datang. Setidaknya, ia memiliki seorang teman saat ini.

"Kau baik-baik saja?" Yoongi menatap lurus Jimin. Meneliti seluruh wajah pria ini dengan saksama. Mata yang sembab, manik kelamnya yang menimbulkan warna merah samar, dan juga mimik wajah yang secara tidak langsung mengatakan bahwa ia tidak baik-baik saja.

Jimin mengangguk. Ia kembali menatap sebuah foto yang terpampang di depan sana. Yoongi pun mengikuti arah pandang pria itu. Yoongi tak dapat melupakan wajah wanita paruh baya yang ia bunuh walau tak sampai melewati tangannya sendiri.

"Dimana Ayahmu?" Yoongi bertanya. Ia mungkin benar-benar berrtanya atau ada makna terselubung di sana.

Yoongi dapat melihat wajah Jimin yang berubah. Rahangnya mengatup keras. Ia juga mengepalkan buku-buku jarinya. "Hyung…"

Yoongi menoleh. Seringaian tipis tak dapat ia sembunyikan saat ini. "Bantu aku…."

"Dengan senang hati." Yoongi menepuk kembali pundak Jimin. Ia berhasil. Dengan begitu, tidak akan ada lagi seseorang yang berdiam diri melihat orang yang ia sayangi tersiksa.

Ia berhasil. Mengelabui Jimin untuk membalaskan dendamnya.

----

Taehyung beberapa kali mendengus malas. Ia sedang mendengarkan Ah Young yang tengah membacakan jadwalnya hari ini.

When a Gangster Become a CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang