Part 15.

1.5K 190 6
                                    

Jimin tersenyum saat melihat Ibunya yang tengah lahap memakan makanan yang ia bawa tadi.

"Seharusnya Ibu memberitahuku jika Ibu ingin makan sesuatu." Pria ini bersungut. Namun, senyuman kembali menghiasi bibirnya saat sang Ibu tertawa tanpa beban.

"Ibu tidak ingin merepotkanmu, sayang. Ibu tahu, kau banyak pekerjaan di luar sana." Wanita paruh baya itu mengelus surai coklat milik anaknya. Ia bersyukur, Tuhan masih bersikap adil kepadanya dengan memberikan sebuah hadiah kecil yang dapat mengobati luka batin yang selalu menghampirinya.

Jimin menutup matanya sejenak. Mencoba meresapi elusan Ibunya yang menenangkan. "Aku menyayangimu, Ibu."

"Ayahmu," ucap sang Ibu dengan lirih. "Bagaimana kabar Ayahmu?"

Jimin membuka maniknya. Mengerjapkannya beberapa kali dan beralih menatap Ibunya.

"Dia baik," Jimin tersenyum remeh, "Sangat baik."

"Jangan pernah membencinya, sayang. Ia Ayahmu." Sang Ibu menatap sendu ke arah Jimin. Cairan bening yang sebagai media kedua saat perasaan yang terlalu banyak tertampung di dalam hatinya perlahan menumpuk di pupil coklat kelam milik Ibu Jimin.

Jimin menatap lama ke arah wanita paruh baya di depannya. Jimin terkadang heran, mengapa Ayahnya lebih memilih wanita lain daripada wanita yang merupakan jelmaan malaikat di depannya ini?

"Aku akan tetap menyayanginya, Ibu. Aku janji...." Jimin merengkuh Ibunya. Pria itu memejamkan matanya saat tubuh yang semakin kurus di dekapannya ini bergetar.

----

Yoongi melirik sekilas ke arah pintu ruangan Ibu Jimin. Ia menghembuskan nafas sesaat.

"Sudah selesai?" Yoongi menatap ke arah depan tanpa fokus. Ia hanya mendengar suara gumamman dari Jimin yang kini beralih menuju ke dekatnya.

"Apa kondisi Ibumu baik-baik saja?" Yoongi kembali bertanya. Ia merapikan sedikit mantel coklat yang dikenakan sebelum beranjak.

"Ibuku baik-baik saja, Hyung." Jimin mengakhiri kalimatnya dengan selipan senyuman kecil.

Yoongi tersenyum hangat. Tatapannya berubah menjadi sendu. "Syukurlah."

Seok Jin menghentikan langkahnya saat ia kembali melihat Jimin dan pria bersurai abu-abu keperakan itu.

"Ma... Maaf," Seok Jin sengaja mengeraskan volume suaranya saat dua pria itu melintas tepat di dekatnya.

"Apa... Apa kau anak dari pasien Nyonya Park?" Jimin mengernyit. Pria ini nampak berfikir.

"Ah! Kau pasti Dokter Kim, 'kan?" Pria bersurai coklat ini menjentikkan jarinya sedikit saat mengingat Seok Jin.

Seok Jin mengangguk. "Namaku Kim Seok Jin." Seok Jin mengulurkan tangannya. Menatap Jimin dengan senyuman yang masih terpatri di bibirnya.

"Namaku Park Jimin, tetapi kau bisa memanggilku Jimin." Jimin tersenyum lebar sembari membalas jabatan Seok Jin.

Seok Jin sedikit melirik ke arah Yoongi yang berdiri di samping Jimin. Entah hanya perasaan pria ini saja, atau memang benar Yoongi tengah memperhatikan dirinya sebelum ia mengalihkan pandangannya.

Jimin mengerjap. Ia perlahan memutar kepalanya. Bermaksud untuk mengikuti pandangan Seok Jin saat ini.

"Ah! Maafkan aku, Dok. Ini Yoongi Hyung. Dia temanku." Jimin berseru. Pria ini mengapit lengan Yoongi bermaksud untuk mendekatkan Yoongi dengan Seok Jin.

Seok Jin tersenyum. "Kim Seok Jin." Ia mengulurkan tangannya sekali lagi.

"Min Yoongi. Senang berkenalan denganmu, Dokter." Yoongi membalas senyuman serta menjabat tangan Seok Jin dengan lembut.

When a Gangster Become a CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang