To Be So In Love

6.9K 334 5
                                    

Hari H. Hari dimana Emil harus menelan perasaannya meskipun sakit masih menggerogoti. Disaksikan oleh kedua matanya sendiri, Diva dan Yudha sudah menyematkan cincin di jari pasangannya beberapa menit yang lalu. Menahan sakit, ia melukis senyum di antara perih yang ia rasakan. Melihat tawa kakaknya yang bahagia di atas penderitaannya.


"Tidak, kak Diva tidak tahu apa-apa," Ia bermonolog seraya menggelengkan kepala. Hanya dia dan Yudha yang tahu, dan Yudha sudah membuat keputusan. Aku saja yang terlalu lancang menyukainya, pikir Emil.


"Menyukai tunangan kakak sendiri, sungguh adik yang kejam sekali,"


Emil mendongak. Revan berdiri di belakang kursinya dan kalimat itu keluar dari mulut pria itu.


"Aku hanya jadi korban." Emil membela diri.


Revan mengambil posisi duduk di samping Emil. Ia mengambil jemari tangan kanan Emil lalu menariknya ke lantai dansa. "Maka dari itu, berhentilah menyukainya," Bisik Revan. Ia menuntun tangan Emil untuk melingkar di lehernya.


"Emil tidak bisa, Kak,"


"Bukan tidak bisa, tapi belum bisa."


Emil hanya diam mengikuti gerakan Revan. Iya, mungkin dia hanya belum bisa. Suatu saat nanti, perasaan itu pasti akan hilang.


"Tapi kapan?" spontan Emil mengeluarkan pertanyaan yang sebenarnya hanya ingin ia tanyakan pada dirinya sendiri. Saat mendengar itu, Revan buru-buru menariknya ke lantai dansa utama yang berbentuk lingkaran. Di sana hanya ada dua pasangan, salah satunya pasangan yang baru saja melangsungkan pertunangan.


"Malam ini. Malam ini kau akan berhenti menyukainya."


Emil terkesiap dengan hentakan tangan Revan yang menariknya mendekat. Jarak di antara mereka tertepis seketika. Tubuhnya linglung hingga tangannya berusaha mencari aman—mendekap Revan lebih erat. Matanya menutup melihat apa yang akan dilakukan Revan. Jantungnya berdegup kencang. Gelora indahnya musim semi bersemi di hatinya. Ia seperti terbakar cahaya musim panas, dan tubuhnya kaku seperti mandi salju di musim dingin.


"Kakak?" Emil mendorong tubuh Revan namun Revan bersikukuh menahan pelukannya pada Emil. "Lepaskan, Kak!" bentak Emil.


"Tidak. Kau harus melupakan Yudha mulai sekarang." Revan menegaskan meskipun suaranya terkesan datar.


"Emil tidak mau!" jawabnya marah.


"Harus!"


"Kau siapa berani menyuruhku? Jangan mengaturku seperti kau mengenalku. Sebelum kejadian wisuda itu, kita sama sekali tidak saling mengenal,"


"Tidak, kau mengenalku dan aku mengenalmu. Kau yang sengaja menghindariku, Emil. Sejak...,"


"Jangan berani mengungkitnya."


"Saat itu kita sama-sama melakukannya."


"Itu kecelakaan." Bantah Emil.


Revan memilih diam. Namun ia tidak suka Emil melupakan kisah singkat di antara mereka. Bagaimana bisa suatu moment yang membuatnya selalu mengingat gadis itu malah dilupakan begitu saja. Ini tidak adil.


"Yudha datang, kurasa ia ingin mengajakmu berdansa. Apa yang akan kau lakukan?" Revan menatap mata Emil. Yudha tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai di tempat mereka berdiri.


Emil tidak mengerti. Kenapa di saat seperti ini, Yudha malah datang memperburuk keadaan.


"Emil," kata Yudha memberikan tangannya. Revan menantikan sikap yang akan diambil Emil. Tidak harus menderita dalam penantian, derita yang baru kini hadir. Emil menyambut uluran tangan Yudha dan meninggalkan Revan sendirian di sana. Revan sakit—patah hati sekali lagi—setelah penolakan yang selalu Emil lakukan setiap saat mereka bertemu.


Bersambung ...

Kiss The Rain (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang