Part 8

1.5K 42 14
                                    

Hai... aku kembali lagi *peluk reader satu-satu* di karenakan tugas kuliah yang sudah mulai mencekik dan membuatku sesak nafas, juga kondisi tubuhku yang selalu naik turun, maafkan aku kalau aku jd jarang update. jadi... maafkan aku.... *bungkuk 100x* >.<

Hari ini aku berencana membereskan apartementku. Sudah beberapa bulan ini aku sibuk dan menelantarkan apartementku. Untungnya sekarang sudah libur kuliah jadi sebelum aku meninggalkan apartemenku dan pulang ke desa, sebaiknya aku membersihkannya dulu.

Andreas sudah pergi bekerja pagi tadi. Ia sempat sulit di bangunkan, aku merasa seperti membangunkan seorang anak kecil karena ia terus merajuk. Setelah menagih morning kiss akhirnya ia mau memindahkan bokongnya menuju ke kamar mandi.

Aku sempat mencium wangi parfumnya yang membuatku, well, tergila-gila ketika ia mencium ku di depan pintu. Tampilannya begitu mempesona dengan setelan jas yang sepertinya di buat khusus untuknya, karena begitu pas membungkus tubuh sexy-nya. Rambutnya yang disisir rapi menambah kesan bahwa ia orang terpandang. Tuhan, benarkah ia kekasihku? Mengapa aku merasa begitu jauh.

Suara deringan telpon membuyarkan lamunanku. Aku melihat ID sang penelpon. Paula. Anak itu. Mau apa dia pagi-pagi begini?

“Halo?”

“Halo, Claura. Morning honey.” Ucapnya dengan nada ceria.

“Morning Paula.” Ucapku tak bersemangat.

“Kau punya rencana apa hari ini?”

“Well, aku berencana untuk membersihkan apartementku yang sekarnag penuh debu.”

“Uuuuhhhh… sepertinya membosankan. Bagaimana kalau kita belanja?”

“Aku sedang tidak punya uang.” Jawabku santai.

Paula mendengus. “Tidak seru.” Cibirnya.

“Tidak biasanya kau menelpon ku sepagi ini, Paula.” Aku mendudukkan diriku di sofa. Ternyata berdiri terlalu lama membuat kakiku kram.

“Yeah, aku bosan. Mom and Dad pergi bersama Gerald ke kantor Gerald hari ini. Anak pintar itu sungguh beruntung. Sudah lulus dengan predikat cum laude dan sekarang ia sudah dapat pekerjaan, benar-benar membuatku iri.” Sepertinya bukan hanya kau saja yang iri, Paula, ucapku dalam hati.

“Lalu?”

“Lalu. Aku menelponmu dan sepertinya kau sudah punya rencana.”

“Hanya membersihkan apartement Paula.” Aku memutar mataku. dia selalu saja melebih-lebihkan. “Kalau kau mau, kau bisa datang ke tempatku dan membantuku.”

“Baiklah. Beri aku waktu 20 menit dan aku akan sampai.” Lalu telpon itu langsung di matikan. Aku hanya mendengus. Selalu saja ia yang mematikan telponnya.

Setelah meletakkan ponselku. Aku mulai memungut pakaian kotor dari dalam kaamr dan membawanya ke dalam mesin cuci. Aku lebih suka mencuci sendiri dari pada harus membawanya ke laudry. Lebih murah dan lebih efisien, begitulah menurutku.

20 menit kemudian. Terdengar bel berbunyi. Sepertinya Paula sudah datang. Aku bergegas membuka pintu dan menemukan Paula sedang melipat tangannya di depan dada, menunggu dengan kesal.

“Kau lama sekali.” Sungutnya kesal.

“Kau terlalu berlebihan.”

Paula langsung masuk ke dalam. Ia menaruh tasnya di sofa disusul didirnya yang duduk disana. Matanya menatap sekeliling apartementku.

“Apartmentmu bersih. Apanya yang mau di bersihkan?”

“Menurutku ini kotor. Lagipula aku mau meninggalkan apartementku untuk pulang ke desa jadi lebih baik aku meninggalkannya dalam keadaan bersih.”

Always Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang