“Temanmu menyenangkan.” Andreas memelukku dari belakang dan mencium pelipisku.
Aku mendengus. “Itu memalukkan. Jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya tadi. Dia sedikit gila.”
Andreas tertawa. Dan ya tuhan, tawanya begitu merdu. “Menurutku dia unik. Dia tipe orang yang apa adanya, tidak ada yang di tutup-tutupi.”
Aku memutar badanku. “Oh, jadi sekarang kau beralih profesi menjadi psikiater?”
Andreas mengangkat bahu. “Aku hanya sering membaca buku.”
Aku sedang membereskan meja makan sehabis kami bertiga makan malam. Yeah, Paula ikut makan malam bersama kami sebelum akhirnya dengan kode yang ku berikan dia pergi juga. Andreas sedang sibuk di ruang tengah, bersama laptop dan beberapa lembar kertas yang berada di pangkuannya. Memang sering begini setiap malam. Sehabis makan malam, aku mencuci piring dan Andreas sibuk dengan pekerjaannya, lalu pukul 11 malam aku akan mengomel karena sudah waktunya tidur dan Andreas butuh istirahat, Andreas akan merajuk, menarik tubuhku, kami berciuman cukup lama sampai kami tak bisa bernafas, lalu kami pergi tidur dengan lengan Andreas yang menjadi selimutku. Setiap hari begitu tapi aku tidak pernah bosan. Oh man, aku tidak akan pernah bosan bila dengannya.
“Kau masih lama?” tanya Andreas seraya memelukku. Aku masih mencuci pirirng di dapur.
“Tidak juga, sebentar lagi selesai. Memangnya kenapa?”
“Aku lelah. Ayo kita tidur.”
Ooh… ini tidak biasa.
Aku lihat jam dinding di atas tv. Pukul 09.30 malam. Ini masih ‘pagi’ sebenarnya untuk tidur.
“Kau tidak seperti biasanya. Kau kenapa? Sakit?”
Dapat kurasakan gelengan kepala Andreas di bahuku. Ia kemudian mengetatkan pelukannya.
“Hanya ingin memelukmu lebih lama lagi.”
Setelah mencuci tanganku dan mengeringkannya, aku membalikkan badan dan merangkum wajahnya. Wajahnya terlihat lelah, ada lingkaran hitam di bawah matanya.
“Kau sakit.” Ucapku singkat.
Andreas kembali menggeleng.
“Hanya butuh istirahat.”
“Minum vitamin lalu kita tidur. Kau terlihat kecapaian sayang.” Aku mengelus lembut pipinya dan menyingkirkan sedikit rambut yang menghalangi dahinya.
Andreas mencium pipi ku lalu melepaskan pelukannya, ia berjalan ke meja makan dan mengambil vitamin sedangkan aku pergi ke kamar tidur untuk merapikan tempat tidur. Sudah menjadi kebiasaanku untuk merapikan tempat tidur sebelum dan sesudah tidur.
Andreas yang pertama kali masuk ke dalam selimut, baru kemudian aku. Andreas langsung melingkarkan lengannya di sekeliling pinggangku dan menariknya begitu erat. Ini tidak biasanya.
“Ada apa? Kau tidak seperti biasanya?”
Andreas menggeleng. Ia enggang berbicara
Aku merangkum wajahnya dengan telapak tanganku. Menatap kedua matanya yang jernih dengan lembut. “Ada apa sayang?”
Andreas mendesah, ia terlihat kelelahan. “Aku tidak ingin kau pergi.”
Aku memiringkan kepalaku, menatapnya dengan bingung. “Kenapa?”
“Karena aku tidak ingin kehilanganmu.”
“Aku hanya pergi beberapa hari.”
“Aku ikut.” Ucapnya merengut.
“Andreas, kita sudah membicarakan hal ini. Aku tidak bisa…”
“Aku tahu! Aku tahu aku tidak bisa pergi ke rumah mu karena kau belum siap untuk memberitahu hubungan kita kepada ibumu. Aku tahu!” Andreas mengacak-acak rambutnya kesal. “Aku hanya tidak ingin kau pergi terlalu jauh dariku. aku takut kau tidak kembali.”
“Ya tuhan, Aku akan kembali. Aku akan kembali oke?” Aku bergerak mendekat kepadanya. Perlahan ku peluk dirinya. Ku usap rambutnya yang halus dan harum itu. Hembusan nafasnya yang mulai tenang menggelitik tengkukku.
“Sudah lebih baik?” tanyaku setelah melepaskan pelukan kami.
Andreas mengangguk. Wajahnya sudah mulai tenang.
“Tidurlah.” Aku mengatur posisiku, mencari posisi yang nyaman. Aku tidur menyamping menghadapnya. Memandang wajahnya. Ku usap pipinya yang halus. Mataku menatap mata coklatnya. Indah. Seakan aku tenggelam di dalamnya. Aku mencintai mata itu.
****
Esok paginya aku, aku sedang membuat sarapan ketika Andreas datang dan memelukku dari belakang. Harum cologne nya yang memabukkan masuk ke dalam indra penciumanku, membuat rasa nyaman.
“Pagi.” Sapanya seraya mencium tengkukku.
“Pagi.”
“Kau akan berangkat jam berapa?” tanya Andreas seraya mengetatkan pelukannya.
“Sehabis makan siang.”
Andreas menenggelamkan wajahnya di leherku, menghirup aroma tubuhku dengan hidungnya yang mancung. “Aku akan merindukanmu.”
“Aku juga.”
“Cepatlah kembali.”
Aku mematikan kompor lalu membalik tubuhku hingga kini aku berhadapan dengannya. “Aku akan kembali oke? Aku janji.” Kemudian aku melingkarkan lenganku di lehernya dan mencium bibirnya dengan lembut.
Hai... i'm back... hahaha... terima kaih yang sudah menunggu untuk cerita ku ini *peluk satu-satu*
aku dapat banyak pertanyaan : apakah Andreas itu bapaknya Claura? jawabannya masih beberapa part lagi. mungkin 3-4 atau bisa lebih. ini aja belum nyampe konflik. jadi mohon maaf sebesar-besarnya kalian harus menunggu lebih lama lg :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Always Love You
RomanceBagaimanakah rasanya ketika kau mencintai seseorang yang seharusnya tidak engkau cintai? tanyakan sendiri kepada mereka.