KEIRA POV
Mataku terus menelusuri jalanan ibu kota yang lumayan padat. Sudah hampir setengah jam aku berada di dalam mobil bersama dengan seorang pria yang duduk tepat di sebelahku. Dia adalah kakakku. Satu-satunya kakak lelaki yang kumiliki meskipun kami tidak dilahirkan pada rahim yang sama.
"Dek...Udah deh, jangan ngelamun mulu entar kesurupan loh."
Lamunanku buyar karena komentar asal-asalan dari kak Dinan. Ya, nama lelaki yang sangat dekat dari kecil denganku itu adalah Dinan.
"Apaan sih kak? Siang-siang gini malah ngomong horor."
Ujarku sambil terus memandang ke arah jalan menuju kantor papa.
"Masih mikirin masalah semalam ya? Udahlah...entar aku yang bilang ke papa sama mama, kalau kita nggak bisa memenuhi permintaan mereka."
Aku langsung menoleh ke arah kak Dinan yang sedang berkonsentrasi menyetir. Ucapannya membuat aku kembali memikirkan masalah yang baru saja menimpa kami berdua. Dimana papa dan mama meminta kami untuk melakukan hal yang paling mustahil kami penuhi. Memikirkan hal itu mataku pun tiba-tiba secara tidak sengaja melucuti setiap keindahan yang ada pada raut kak Dinan. Kulihat setiap sudut wajahnya. Wajah yang sudah begitu ku akrabi semenjak dari kecil. Dari segi fisik, mungkin kak Dinan adalah sosok pria yang nyaris sempurna. Tak ada yang bisa memungkiri hal itu. Hidungnya mancung, kulitnya kuning langsat, matanya bulat dan ada sedikit jambang yang menghiasi wajah lonjongnya. Dia sangat tampan. Dan diusianya yang sudah menanjak 28 tahun ini kak Dinan sudah bisa dibilang mapan dan dewasa. Semenjak kecil kami sangat dekat karena kak Dinan sudah aku anggap sebagai kakak kandungku sendiri. Meskipun notabenenya dia hanya anak yang diangkat oleh orang tuaku demi untuk mendapatkan aku. Ya! bisa dibilang kak Dinan itu adalah anak pancingan.
"Hu um...Tentu saja aku kepikiran soal semalam kak. Mustahilkan kita ngelakuin hal itu?!"
Nadaku kembali meninggi karena terbawa emosi. Peristiwa semalam pun kembali terputar jelas diotakku. Saat dimana kedua orang tuaku menginginkan sesuatu yang takkan pernah mungkin kami lakukan seumur hidup kami.
Flashback
Suasana makan malam dirumah kami memang selalu hangat. Papa dan kak Dinan selalu menyempatkan untuk makan malam dirumah meskipun mereka berdua sangat sibuk di kantor. Saat-saat inilah yang aku rindukan ketika aku berada jauh dari mereka bertiga Ya, aku memang baru saja pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan studyku di Jerman. Dan saat ini aku sudah bisa menikmati lagi kebersamaan ini. Dan aku tidak mau menukarkannya dengan apapun, karena kebahagiaan sejatiku terletak pada mereka bertiga. Ada papa, mama dan kak Dinan.
"Jadi...kapan kamu akan menikah Kei? Setelah papa menyerahkan Adinata untuk kamu pimpin, papa mau ada yang menjaga kamu full 24jam."
"Iya Kei...mama juga maunya gitu, kami berdua ini sudah tua."
Mama juga ikut ikutan menimpali ku dengan investigasi soal pernikahan.
"Ya ampun pa..ma..aku masih 23 tahun, belum kepikiran untuk menikah. Ronald kan masih ngelanjutin S2 nya di LA. Aku nggak mungkin memaksanya untuk melamarku dalam waktu dekat."
"Ronald? Ronald si anak manja itu? Ahhh..Papa sanksi kamu bisa bertahan hidup bersamanya nanti. Sudahlah...mending kamu nikah sama calon yang papa dan mama sudah siapkan saja. bagaimana?"
"Hah? calon? Maksudnya, papa mau jodohin aku gitu sama seseorang?"
Aku kaget.
"Iya kei...Mama dan papa sudah punya calon buat kamu. Dan kami berharap kamu bisa menerimanya."
Timpal mama yang seakan menghakimi ku secara tiba-tiba.
"Hahaha..papa mama bercanda? Di zaman yang serba modern dan full gadget ini papa mama masih menganut paham perjodohan? Kak, bagaimana ini papa dan mama kita? Kok berubah jadi primitif gini sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CREATING DESTINY
RomanceSemua berawal dari perjodohan yang ku anggap konyol untuk dilaksanakan. Jujur, aku tak pernah membayangkan sedikitpun untuk duduk di pelaminan dengannya. Ditambah lagi merasakan cinta dan kasih sayang sebagai pria dan wanita bersamanya. It's impossi...