6

8.9K 1.2K 34
                                    

ARDO

Pagi-pagi aku sudah disuguhi adegan mesra Asha dengan cowok lain. Yang benar saja! Semalaman aku memikirkannya tapi dia malah bersama cowok lain. Dan payahnya, aku tak bisa marah padanya. Aku terlalu merasa bersalah padanya. Atau entahlah yang jelas aku tak bisa marah padanya. Dia melakukan itu pasti karena kecewa padaku.

Melihat ekspresi Asha yang tenang dengan senyum teramat lebar semakin meyakinkanku bahwa dia sedang kecewa dan marah besar padaku. Kenapa dia tak marah atau memukulku saja. Kalau begini aku bingung sendiri menghadapinya.

Jadilah pagi ini tak mendapat apapun setelah menunggu di kantornya dari pagi-pagi buta sebelum orang-orang berdatangan. Pesan singkatnya yang mengatakan untuk mencari cewek lain tentu saja langsung mengusikku. Dia pikir aku cowok yang mudah jatuh cinta. Dia pikir aku cowok playboy yang suka ganti-ganti cewek seperti ganti baju.

Baru kali ini aku berurusan dengan cewek seperti Asha. Benar-benar menyita hidupku. Pikiran dan ragaku bahkan tak bisa lepas dari wajahnya yang menatapku datar tadi pagi. Harusnya bukan ekspresi itu yang kudapat!

"Permisi Pak, ini laporan yang diminta."

"Ok, terima kasih. Letakkan saja di situ," balasku yang masih berdiri menatap ponselku.

"Tunggu."

"Ya Pak."

"Cewek biasanya suka dikasih apa?" tanyaku pada Gita, anak magang yang pasti seleranya kekinian.

"Bunga."

"Itu jadul, yang lain."

"Jadul tapi tetep aja sweet, Pak."

"Yang lain, pacarku itu lain dari yang lain. Itu terlalu biasa."

"Perhiasan maksud Bapak?"

"Dia nggak matre Ta, yang unik tapi berkesan."

"Makan malam romantis?"

"Dia lagi marah mana mau kuajak dinner."

Aku tahu Gita mengulum senyum mendengar perkataanku barusan. Aku juga heran kenapa jadi curhat padanya. Padahal niatku hanya ingin tanya gimana biar Asha mau memaafkanku.

"Cewek Pak Ardo tipenya gimana?"

"Dia cuek, mandiri, dan malas punya masalah."

Itu bukan aku yang menjawab tapi Nio yang tahu-tahu sudah di ruanganku. Menenteng sebuah kotak makan berwarna hijau. Itu pasti makanan buatan Aya. Saat ini aku tak ingin makan apapun, aku hanya ingin berbaikan dengan Asha.

"Ngapain ke sini?" tanyaku dan dibalas dengan dia mengangkat tangannya. Benar tebakanku, dia membawa titipan dari Aya.

Setelah menyuruh Gita ke luar, aku dan Nio memilih duduk di sofa kecil di pojok ruangan. Nio mengamatiku dengan senyum mengejek.

"Baru sadar?" tanyanya.

"Sadar apanya?"

"Sadar nyariin," jawabnya.

"Kamu ngomong apaan sih?"

"Jangan berpikir Asha dan Aya itu sama. Setahuku selama kenal Asha, dia itu biasa sendiri. Dia terlalu banyak punya tameng, jadi saat kamu membuatnya marah jangan harap dengan mudah dia maafin kamu. Dia nggak selembut Aya."

"Kamu kenal dia lama?"

"Selama Aya mengenal Asha."

"Shit! Tadi pagi dia sudah sama cowok lain."

"Itulah Asha, dia terlalu kuat. Kamu beneran sayang sama dia?"

Untuk kali ini aku belum bisa menjawab dengan cepat. Aku sedang dalam masa udaha memindahkan cinta. Tapi kalau ditanya suka, aku bisa jawab dengan cepat. Ya, aku menyukai Aya.

Next GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang