10

9.8K 1.1K 39
                                    

ARDO

Malam ini aku akan bertemu dengan Hekal, kakak Asha. Baru kali ini aku merasa gugup luar biasa. Memang aku yang menginginkan tapi sekarang aku sendiri yang gugup dan takut.

Jujur aku taku Hekal tak menyukaiku lalu tak setuju dengan hubunganku dengan adiknya. Tahu sendiri kejadian saat Asha menghilang dan menginap di tempat Hekal. Kakak mana yang akan setuju begitu saja adiknya punya pacar sepertiku yang membiarkan adiknya pulang sendiri. Aku menyesal untuk kejadian bodoh itu.

Walau Asha menenangkanku bahwa kakaknya itu baik tetap saja aku khawatir. Andai kakaknya Asha cewek aku masih bisa memberinya sesuatu yang sweet. Cewek takluk pada benda yang sweet. Tapi kakak Asha cowok dan aku yakin dia bukan sekadar koki melihat gesture tubuhnya, dia itu ibarat satpam bagi Asha.

Kulirik jam yang sudah menunjukkan pukul enam tapi aku masih di apartemen mondar-mandi menyiapkan mental. Padahal aku janji akan menjemput Asha dan sampai di restoran milik Hekal pukul tujuh.

Kuhembuskan nafas panjang sebelum melajukan mobilku. Aku harus percaya diri. Itu mantra yang terus aku katakan dalam hati.

***

Asha dengan dress minimalisnya terlihat sangat manis. Dress merah maroon sangat cocok dengan kulitnya yang putih. Kugandeng dia masuk ke dalam restoran Hekal, restoran western yang cukup terkenal di daerah ini. Aku bahkan sering ke sini saat kumpul dengan temanku dulu sebelum aku melanjutkan kuliah.

"Itu Bang Hekal. Ayo!"

Aku tersenyum saat kami sudah berada di hadapan Hekal. Tapi dia memasang ekspresi bingung, terlihat dari keningnya yang berkerut melihatku. Aku pun melirik Asha yang menaikkan bahunya.

"Bang, ini Ardo," kata Asha yang kini bergelayut manja pada Hekal.

Kalau mereka bukan kakak beradik aku akan sangat cemburu melihatnya. Sekali lihat mereka seperti sepasang kekasih kalau tak tahu aslinya.

Saat ini saja aku cemburu melihat kedekatan mereka, cemburu karena aku tak memiliki saudara yang bisa kuajak berbagi seperti mereka.

"Halo, aku Ardo. Kelasih adikmu."

"Bang.... Ini Ardo," ulang Asha karena Hekal masih diam tak menerima uluran tanganku.

"Iya bawel. Abang juga denger," sahut Hekal lalu menjabat tanganku.

Kami duduk di salah satu meja di sudut rooftop. Restoran ini memiliki tiga ruangan, indoor, outdoor di lantai pertama, dan rooftop dengan view jalanan sekitar yang ramai kendaraan. Awalnya aku tegang tapi lama-kelamaan aku mulai rileks karena Hekal memang tak semengerikan pemikiranku. Dia bukan orang kolot atau memandang sebelah mata lawan bicaranya.

Tapi aku masih merasa sedikit janggal dengan tatapan Hekal padaku. Bukan benci atau marah tapi entahlah aku juga bingung mengartikannya. Sebagai cowok dia terlalu intens memandangku. Tapi bukan pandangan cowok gay, aku yakin itu. Aku tahu Hekal cowok straight.

"Kalian lanjutkan saja makan malamnya, aku turun dulu nanti aku gabung lagi."

"Bang Hekal mau ngapain?"

"Ingin memastikan sesuatu saja. Bang Hekal ada yang kelupaan."

"Bang Hekal nggak lagi nyembungiin sesuatu kan?"

Next GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang