part 1

353 15 2
                                    

Semoga suka ya untuk yang baca.

*****
Part 1

Mataku terasa berat namun pekerjaanku masih banyak, sesekali jariku tertusuk jarum namun boneka buatanku harus segera selesai malam ini juga karena esok harus segera dikirim ke pemesannya. Ayah yang duduk di hadapanku hanya tersenyum "tidurlah, besok kamu harus kuliah.." kata ayah.

"Harus selesai sekarang, Yah. Besok harus segera dikirim. Apalagi ini pesanannya teman kampusku.."

"Terserah, tapi cepat tidur, ayah mau tidur dulu.." kata ayah yang segera bangkit meninggalkanku.

"Ayah, besok aku nebeng ke galangan ya.. Bu Kimmy pesan boneka buat anaknya.."

Ayahku adalah seorang kepala sekretaris sekaligus asisten pribadi papa Darius Jayanata, papa angkatku, yang merupakan CEO Jayanata Group, sebuah perusahaan perkapalan yang memproduksi semua jenis kapal dari kapal kecil hingga kapal besar. Kami tinggal di paviliun belakang rumah papa demi efisiensi dan kepraktisan kerja, mengingat ayah lebih sering menemani papa bekerja.
Pagi yang cerah secerah hatiku, dua boneka beruang putih hasil karyaku kini berada di gendonganku. Aku memang hobi dengan boneka berbulu sedari aku kecil, karena itu pula aku belajar membuat boneka secara otodidak sementara kuliah itu semua karena papa yang menginginkanku melanjutkan kuliah membuat ayah memaksaku masuk meskipun sebetulnya aku enggan mengingat berbisnis boneka jauh lebih menyenangkan.

Ayah merangkulku dan berjalan menuju rumah papa dengan berjalan santai melalui jalan setapak di sebelah rumah papa yang super besar dan mewah.

"Bagaimana kuliahmu sayang.."

"Baik yah."

"Baguslah. Ayah harap kamu tetap menjaga hatimu untuk terus bersyukur dengan yang kita dapat sekarang.."

"Aku bersyukur, Yah. Andai tanpa beasiswa, mungkin kita harus berusaha keras mencari uang buat kuliahku.."

Kata syukur memang selalu di dengungkan ayah karena sejak TK hingga kuliah aku menimba ilmu di yayasan pendidikan milik Jayanata group yang notabene berisi anak bilyuner dan milyuner. Bisa dibayangkan bagaimana susahnya menjaga hati dari hawa iri melihat teman teman yang memiliki benda mewah sementara kamu tak mampu membelinya sebetulnya ayah yang tidak bisa membelinya tapi toh mama angkatku selalu melimpahiku dengan benda branded. Beruntungnya aku dibesarkan di keluarga papa
yang menganggapku anak sendiri sampai aku pernah diajak ke beberapa negara di benua Asia, Eropa, dan Amerika.

Papa Darius, Mama Helena dan Kak Bian putra tunggal pewaris tahta Jayanata Group yang kini menjabat wakil CEO baru saja turun tangga rumah mereka. Ketiganya tersenyum melihat kami berdua yang setiap pagi menyambut mereka. Para karyawan Jayanata group boleh berbangga hati karena memiliki papa sekeluarga yang merupakan bos yang dermawan, murah hati namun sangat disegani. Ketiganya selalu bersikap ramah dan tak pernah sekalipun menyakiti hati para karyawannya terutama terhadap ayah yang telah mengabdikan hidupnya selama 30 tahun.

"Sepertinya bisnismu semakin maju, Nick. Tapi ingat, kuliah nomer satu.." kata papa mengingatkan.

"Iya pa. Inikan cuma penyaluran hobi.."

Mama tersenyum sambil meraih boneka yang kupeluk "wah, pekerjaanmu sangat halus dan rapi. Ehm, kamu tipe wanita ideal untuk dijadikan istri.." goda mama.

"Dick, kita harus segera berangkat. Kamu bilang ada meeting penting dengan klien baru.."kata papa.

"Iya pak.."kata ayah patuh.

"Nicky, ayah lupa ayah tidak ke kantor. Sebaiknya kamu telpon taxi ya.." ucap ayah padaku.
Ya, gagal dapat tumpangan gratis deh.

Kak Bian yang sudah menganggapku adiknya segera merangkulku, "Sama kakak aja. Ayo berangkat.."kata kak Bian.

Mati aku..
Berjalan di belakang wakil CEO masuk ke kantor berasa wow banget. Semua orang berdiri sambil mengangguk kepada kami, ehm maksudnya ke kak Bian sih. Bersama kak Bian aku naik lift khusus menuju lantai 10 dimana bu Kimmy yang merupakan sekretaris kak Bian menunggu kehadiranku, ehm kak Bian deh kayaknya.

Kak Bian melirikku yang sedari tadi senyum senyum sendiri lalu sentilan kecil mendarat di keningku. Ciri khas kak Bian saat membangunkanku dari lamunan liarku.

"Jangan kebanyakan kerja. Kalo perlu sesuatu bilang sama kakak.."

Aku menengadah menatap kak Bian "aku mau punya pacar kak. Carikan dong.." kataku sambil menyenggol tubuhnya.

Kak Bian merangkulku dan menyejajarkan tubuhnya denganku "sama kakak aja gimana. Kakak ganteng, keren, jenius dan lihat banyak cewek yang rebutan dapetin kakak.."

"Satu yang kurang kak.." kataku sambil tersenyum menunjukkan lesung pipitku.

Kak Bian mengangkat satu alisnya sambil melirikku "Apa.."
Aku meliriknya, "kurang muda..!" kataku sambil nyengir kuda.

Kak Bian berdiri tegak sambil mengacak acak rambutku. Senangnya punya kakak seperti kak Bian yang sejak kecil selalu menyayangiku walaupun perangainya terhadap makhluk berjenis perempuan selain aku dan mama sangat menakutkan. Bukan urusanku lah yauw.

Pintu lift terbuka, kak Bian merangkul pundakku sambil berjalan menuju ruangannya. Seorang wanita berpakaian seksi menatap kemesraan kami, membuatku berusaha menahan tawa geli melihat cara menatapnya yang sinis padaku, sayangnya tatapan semacam itu seperti lelucon bagiku. Bagaimana tidak, kak Bian sering sekali disatroni wanita cantik mulai dari artis, anak pejabat apalagi anak relasi dari papa. Aku melirik kak Bian yang menghela nafas berat.

Aku tertawa terbahak bahak di depan kak Bian yang wajah tampannya dihiasi keringat dingin. Kak Bian melirikku sebal lalu lagi lagi menjentikan jarinya di keningku.

"Jangan suka tertawa diatas penderitaan kakak ya.."

"Kakak nih lucu banget. Banyak wanita cantik yang melirik tapi kakak malah menjauh.."

"Kamu tahu siapa wanita tadi.."

Aku mengedikkan bahu.
"Dia putri pertama CEO Fork Company. Lihat gaya bapaknya aja kakak geli apalagi anaknya yang udah kayak cacing kepanasan.."kata kak Bian yang sampai harus melonggarkan dasinya.

Aku terkikik geli, entah kenapa kak Bian suka sekali panik melihat perempuan. Usia saja sudah berada di angka 28 tapi gayanya kayak anak baru memasuki masa pubertas.

"Ouch, kakak. Kenapa suka sekali menjentikkan jari di keningku.." rajukku saat lagi lagi jentikan jari mampir di kening.

"Kalo kamu mau jadi pacar kakak hukumannya ciuman di bibir.."

"Ih, kakak. Ngarep banget.."

Kak Bian tersenyum sebelum kembali menatap laptop dan segera tenggelam dengan pekerjaannya. Kalo sudah begitu, kak Bian yang menyenangkan berubah menjadi kak Bian yang serius.

Kak Bian kak Bian. Lebih baik kuliah trus PDKT sama kak Dirga ah.

"Nick, kakak ada keperluan di kampusmu. Kakak antar saja sekalian.."

Huaa, jangan ganggu proses PDKT ku lagi kak. Aku udah 19 tahun masih saja belum pacaran gara-gara sifat over protective mu.

Kak Bian bangkit dan merangkulku keluar kantor.

"Kakak, aku pengen punya pacar.." dengusku.

*****
HI! THERE, GUA SARANIN NEXT PART YA.

LUV IM

RAINBOW AFTER STROMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang