3. Future wife

11.4K 444 36
                                    

Sore itu Daffa datang kerumah Aisyah dengan kemeja biru dongker dan celana jeans mocca. Rambutnya tertata rapi tanpa gel. Berulang kali Daffa beristigfar dalam hati untuk menghilangkan rasa kekhawatiran dalam hatinya.

"Ayo nak, di minum dulu tehnya." Ibu Aisyah dengan ramah mempersilahkan. Daffa tersenyum gugup dan meneguk Teh itu tapi beberapa detik kemudian dia kembali menumpahkan teh itu karena terasa sangat panas di mulutnya.

"YaAllah, hati-hati nak!"

"Ah, ma-maaf Daffa-"

Kedua orang tua Aisyah tertawa melihat ekspresi khawatir pria yang hendak meminta anaknya itu.

"Jangan terlalu gugup nak, InsyaAllah. Serahkan semuanya pada Allah." Ayah Aisyah menyemangatinya. Daffa akhirnya tersenyum sedikit lega. Setidaknya ada yang membuat kekhawatirannya sedikit berkurang.

Beberapa menit kemudian, Aisyah keluar dengan gamis berwarna coklat. Pashmina yang ia kenakan begitu cocok dengan celana yang Daffa kenakan. Mereka terlihat serasi sampai kedua orang tua Aisyah tak bisa berhenti untuk tidak tersenyum. Aisyah tersenyum canggung sambil mengambil posisi duduk di dekat Ayahnya.

"Assalamualaikum, Mas."

Semoga kau benar-benar jodohku, Aisyah.

"Waallaikumsalam. Apa kabar, Aisyah?" tanya Daffa berbasa-basi. Berharap dia memiliki percakapan yang baik dengan Aisyah. Gadis itu terlihat tenang tapi seperti enggan untuk membalas pertanyaan Daffa.

"Aku baik-baik aja mas. Gigi Mas apa kabar ?" Semua orang menatap Aisyah dengan tatapan terkejut lalu setelahnya mereka tertawa bersamaan. Daffa juga ikut tertawa walaupun hatinya masih diluputi rasa khawatir.

"Ah, maksudku bagaimana kabarmu, mas." Aisyah cepat-cepat meralat ucapannya. Suasannya terasa menegangkan walaupun keduanya tengah berbicara dengan santai. Orang tua Aisyah diam memperhatikan dua orang yang diam-diam mereka doakan agar berjodoh itu.

"Alhamdulillah, aku baik-baik saja dan akan sangat baik jika kau mau menerimaku." ceplos Daffa setelah itu ia menutup mulutnya karena berbicara seperti itu yang dihadiahi cekikikan kecil dari kedua orang tua Aisyah.

Sedangkan Aisyah? Gadis itu menunduk menahan gejolak aneh yang menggebu dalam dirinya. Diam-diam Aisyah sudah memang memantapkan hatinya. Ya, dia harus yakin dengan semua yang dia rasakan saat ini. InsyaAllah ini adalah yang terbaik.

"Jadi, Aisyah bagaimana keputusanmu? Nak Daffa menunggu jawabamu, sayang." Ibu Aisyah juga penasaran melihat anak bungsunya yang tak kunjung berbicara itu.

"Apakah harus di jawab sekarang mas?" Aisyah mencoba untuk melihat ekspresi apa lagi yang akan diperlihatkan teman masa kecilnya itu. Daffa terlihat meneggang dan tidak tenang. Wajahnya pias sampai tak terlihat kebahagiaan disana. Apakah sebegitu efek dirinya untuk seorang Daffa?

"Aku berharap kau akan memberikan jawabmu sekarang tetapi jika kau butuh lebih banyak waktu untuk meyakinkan dirimu lagi, aku tak masalah." jawab Daffa tenang. Aisyah menahan senyumnya.

"YaAllah, kamu ini gimana toh nduk? Kasian nak Daffa sudah datang jauh-jauh. Harusnya kamu bilang dulu kalau belum siap jawab sekarang." Ibu terlihat sedikit kesal dengan perkataan Aisyah, dia merasa tak enak hati kepada Daffa yang terlihat sedih itu.

"Sudahlah bu, jangan memaksa Aisyah. Pada saatnya nanti dia pasti akan menikah." Ayah-nya menambahkan membuat Daffa makin mencelos.

Suatu saat? Kapan?

"Mas juga terlalu memanjakan Aisyah. Kan kasihan nak Daffa sudah gelisahan dari tadi dan aku yakin dia ngak tidur semalaman karena menunggu hari ini." keluh Ibu Aisyah menatap iba kearah Daffa. Ayah Aisyah melirik kearah anak gadisnya yang tengah mengedipkan matanya itu.

My Skinny HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang