Chapter 13 : Hubungan

29 6 4
                                    

Sebelumnya

"L-langitnya ...," gumam Amanda terputus. Ia mengucek matanya beberapa kali sebelum kembali melihat langit.

"..., berwarna merah," sambung Anne yang ikut mengucek mata.

"Berarti ..., kita masih di dunia seram itu?" tanya Ji Hye yang mulai berkeringat dingin.

"T-tapi ..., memangnya ada rumput dan pohon di dunia itu?" tanya Adeline sambil menunjuk pemandangan di depan mereka.

Anne segera mengalihkan pandangan ke depan diikuti oleh yang lainnya. "Astaga," ujarnya setelah melihat dengan saksama. Gadis itu merangkak ke depan lalu dengan ajaib memegang "pemandangan" tersebut.

Adeline, Amanda, Ji Hye serta Akina tampak terkejut saat Anne melakukan hal itu. Bukan karena Anne yang memegang pemandangan, tapi suatu hal yang dengan bodohnya baru mereka ketahui.

"Astaga, itu 'kan hanya sebuah gambar di atas papan!" seru Adeline sambil ikut memegang "pemandangan".

Bruk ...!

Adeline mendorong papan kayu itu, dan seperti yang telah diduga, papan itu terjatuh begitu saja. Pemandangan indah segera terganti oleh pemandangan menyeramkan beraura suram bersamaan dengan semangat kelima gadis yang mulai luruh.

===

13

Kedua gadis itu melompat turun dari ranting pohon. Setelah menjejakkan kaki di tanah, gadis yang bersurai ungu membuka mulutnya. "Nah, sekarang kita apakan mereka?"

"Kau ini bodoh ya?" tanya gadis burgundy sambil menatap rekannya heran. "Tentu saja kita serahkan pada Yang Mulia," jawabnya sambil berjalan ke arah ketiga gadis yang tengah terkapar.

"Hei, tunggu dulu!" seru Violett, membuat Ruby menghentikan langkah. "Bagaimana dengan gadis itu?"

Ruby—si gadis burgundy—menatap tubuh Keyle sejenak. "Kau urus anak itu."

Violett pun berjalan menghampiri Keyle. Setelah sampai di sisi tubuh gadis London itu, Violett berjongkok dan mengeluarkan segulung benang dari saku denim vest-nya. Ia menarik kedua lengan Keyle lalu mendekatkan kedua pergelangan tangannya. Setelah itu ia menyatukan kedua tangan Keyle dengan satu ikatan mati yang agak longgar di pergelangan tangan.

Hal yang sama ia lakukan pada sepasang kaki jenjang Keyle. Setelah selesai, Violett membopong tubuh Keyle menuju tempat Ruby. Begitu ia sampai, omelan dari si 'Penyihir' langsung menyapa indra pendengarnya. "Kau lambat! Sekarang ayo bantu aku!"

"Tidak mau. Kau pikir kau ini siapa sampai menyuruhku begitu?" tolak Violet.

"Kau mau cepat selesai atau tidak?!" Ruby menatap Violett dengan tatapan menantang.

"Tch, orang lambat teriak lambat," sindir Violett. Tapi toh ia berjongkok dan mulai mengikat para gadis dengan benang.

"Apa katamu?!" tanya Ruby sengit.

"Hhh ...," Violett menghela napas. "Aku tak mengerti mengapa kau selalu menyebalkan pada kami. Padahal kalau di depan orang lain kau menjadi gadis baik."

"Heh, kuanggap itu sebagai pujian. Lagipula kalau aku tidak bersikap baik kepada lawan, mana mungkin mereka mau meminum racunku?" jawab Ruby dengan seringai bangga.

***

Kelopak mata itu perlahan terbuka, memperlihatkan separuh dari sepasang manik kopi yang tersembunyi di baliknya. Alis yang berada di atas mata itu mengernyit saat pemiliknya menyadari suatu kejanggalan. Plafon keemasan yang menaunginya sudah cukup untuk membuatnya bertanya-tanya tentang dimana dirinya. Ditambah lagi ada sebuah kaca mosaik besar di tengahnya.

Shin Sekai [HIATUS]Where stories live. Discover now