Gadis berbulu mata lentik itu membuka kedua matanya secara perlahan. Ia mengatur pandangannya agar terlihat lebih jelas. Saat kesadarannya sudah sepenuhnya kembali, Steffi langsung bangkit dari tidurnya. Gadis itu masih memandang ke sekeliling arah.
Dirinya berada di sebuah kamar dengan ukuran yang lebih luas di banding rumah kontrakannya. Steffi mengatur napasnya untuk kembali normal, dan mencoba mengingat kejadian apa yang sebelumnya terjadi.
Steffi menoleh ke sebelah kiri, saat mendengar suara pintu yang di buka oleh seseorang. "Iqbaal?."
Iqbaal menghampiri Steffi dengan membawa sebuah nampan berisi makanan dan juga minum untuk Steffi. Baru saja Iqbaal ingin duduk di tepi ranjang miliknya, Steffi lebih dulu menjauh darinya. Membuat Iqbaal mengernyitkan dahinya bingung.
"Lo....lo mau ngapain?" tanya Steffi dengan raut wajah yang terkesan takut.
"Santai, lo pingsan tadi. Gue gak tau rumah lo, yaudah gue bawa kerumah gue."
"RUMAH LO!?" kedua mata Steffi terbuka dengan lebarnya. "Iye, kecilin suara lo gak bisa yah? Lo baru siuman lho," pinta Iqbaal.
Steffi tersenyum kikuk, "Sorry,"
"Tuh makanan lo, sama obatnya juga. Jangan berantakin kamar gue yah, selamat istirahat Zamora." ucap Iqbaal yang sekilas memberikan senyuman pada Steffi, sebelum ia pergi dari kamarnya sendiri.
Steffi menghela napasnya cukup panjang setelah Iqbaal menutup pintu kamarnya. Baginya, ini kali pertama Steffi berada di rumah seorang laki-laki dan beristirahat di dalam kamar milik Iqbaal. Kemudian, gadis itu langsung menyantap makanan yang tadi di bawakan Iqbaal untuknya.
***
Steffi dan Salsa baru saja selesai dari pelajaran olahraganya, mereka berdua langsung berjalan ke arah kantin untuk sekedar membeli minuman dingin. Steffi lebih memilih menunggu di bangku kosong kantin, Salsa sendiri pergi membeli minuman untuknya dan untuk Steffi.
Gadis itu menyangga dagunya dengan tangan kanan miliknya, sedangkan tangan kirinya ia ketuk-ketukan di meja seraya menunggu Salsa membeli minum.
Pandangannya terpaku saat matanya bertemu dengan kedua mata milik Iqbaal. Iqbaal yang berada tidak jauh darinya hanya bersikap datar saat melihat Steffi yang sedang memperhatikannya. Seolah, dirinya dan Steffi tidak pernah berbincang satu sama lain.
"Baal, Steffi ngeliatin lo mulu." kata Aldi.
Iqbaal hanya mengangkat kedua bahunya acuh, "Suka kali," Aldi yang mendengar jawaban Iqbaal hanya memutar kedua bola matanya.
Dalam diam, Iqbaal tersenyum tanpa sadar saat mengingat kejadian dua hari lalu, dimana Steffi menginap semalaman dirumahnya. Lagi-lagi, gengsi menjadi alasan untuk menghindari sebuah perasaan.
Dan Iqbaal mengakui itu.
Di tempat lain, Steffi baru saja keluar dari kantin saat Salsa mengajaknya ke toilet. Gadis itu menunggu temannya di depan toilet sambil memainkan ponsel miliknya.
"Yuk, ganti baju langsung aja, gimana?" ujar Salsa, yang kini sudah berjalan menuju ruang ganti bersama Steffi.
"Iya."
"Gue putus sama Genta,"
Steffi langsung menoleh ke arah Salsa, raut wajah temannya kini berubah menjadi masam. "Kok bisa? Perasaan hubungan lo sama dia baik-baik aja." Steffi memasang wajah heran menatap Salsa.
"Dia yang mutusin gue, katanya sih mau fokus UN gitu. Eh gak taunya, punya gandengan baru! Emang tai tuh cowok!" gadis berambut pirang itu mengepalkan tangannya saat mengingat betapa jahatnya Genta pada dirinya.
"Itu sih klise! Bagus lah lo putus dari dia, itu tandanya dia emang gak baik buat lo Sal,"
Salsa memutar kedua bola matanya, satu tangannya kini membuka pintu loker miliknya untuk mengambil seragam sekolahnya. "Iya sih! Tapi kan gak gini juga caranya! Pokoknya gue sebel sama dia!"
"Yaudah gak apa-apa juga lo kesel sama dia, tapi gimanapun juga, dia pernah ngasih warna di hidup lo." jelas Steffi yang dibalas dengan kekehan oleh Salsa. "Abis makan apaan sih? Geli gue dengernya Steff,"
"Rese lo ya! Udah ah cepetan, gue gerah." Kedua gadis itu langsung masuk kedalam ruang ganti untuk mengganti seragam olahraganya.
***
Malam itu, Steffi baru saja keluar dari caffe tempat ia bekerja. Langkahnya terhenti saat melihat Iqbaal yang sedang duduk di cap mobil miliknya sambil memainkan ponsel berlogo aple tersebut. "Iqbaal ngapain?" gumammya, yang selanjutnya melangkah lagi untuk pulang dengan degup jantung yang tidak karuan.
Steffi berlaga tidak melihat sosok Iqbaal di sisi kirinya, Ia lebih memilih mengutak-atik ponselnya yang tidak ada notif apa-apa di dalamnya. Hal itu di lakukan hanya untuk menghindari Iqbaal.
"Steff!" Iqbaal sudah berada di sisi kirinya dengan cengiran khasnya. "E...eh Iqbaal? Lo ngapain disini?"
"Jemput lo."
Steffi berhasil membulatkan kedua matanya, bagaimana bisa Iqbaal bersikap manis saat ini? Jika setiap di sekolah saja, laki-laki itu enggan untuk sekedar senyum dengan Steffi. "Gue pulang sendiri aja Baal," jawab Steffi pada akhirnya.
"Tega? Gue udah nunggu dari jam 8 lho, yakin nih tega?"
Steffi mengerutkan dahinya di hadapan Iqbaal. Sebenarnya yang ada di hadapannya Iqbaal atau siapa? Seperti orang yang punya kepribadian ganda. "Steff?"
"Ah, ya?"
"Yeee ngelamun, mau nggak? Mau aja yah, yuk!" lelaki itu langsung menarik lembut pergelangan tangan Steffi. Steffi sendiri tidak berontak saat Iqbaal menariknya ke arah mobil sedan hitam milik Iqbaal.
Steffi merasa ada getaran sengit di dalam jantungnya. Berdekatan dengan Iqbaal seperti sekarang, membuat dirinya seringkali menghirup oksigen lebih banyak.