-E-

41 6 3
                                    


Bani berjalan bolak-balik di depan koridor perpustakaan sekolah. Sudah tiga hari semejak kejadian Sari kabur-karena salah bicara itu-Bani tidak sekalipun mendapati Sari di perpustakaan. Bahkan, ketika tadi ia melewati koridor anak kelas 11-yang ada hanya lusinan pasang mata yang melihatnya dengan heran. Ada juga cewek-cewek yang sesekali tersenyum malu atau sekedar menyapanya. Maklum, kapten tim basket dan murid berprestasi ini jarang-jarang keluyuran di sekolah. Bani hanya membalas mereka dengan senyuman kikuk. Ia sebenarnya malas untuk jadi pusat perhatian. Dan akhirnya menyalahkan diri sendiri karena tidak membawa teman bersamanya. Setidaknya ada yang bisa Bani ajak bicara dalam suasana tidak nyaman seperti itu. Bani juga tidak tahu mengapa kakinya malah melangkah ke sana. Namun satu hal yang dia tahu, dia tidak melihat sosok Sari di sepanjang koridor.

Cewek itu ke mana, ya? Bani bertanya di dalam hatinya.

Matahari menampakkan sinar keemasan tepat di atasnya. Membuat keringat mengucur perlahan dari pelipis kanan Bani. Ia memutuskan untuk kembali saja ke kelasnya. Sudah dua jam pelajaran sejak guru pertama beralasan tak hadir, tetapi guru selanjutnya belum terlihat tanda-tanda kedatangannya. Itu membuat para siswa melenggang tenang keluar masuk kelas dan membuat keributan tak jelas.

Bani hanya menarik nafasnya panjang ketika Radifan -ketua kelas tersebut memukul-mukul papan tulis sambil terus berteriak-teriak agar anak-anak tidak keluar masuk kelas. Ia takut beberapa guru atau yang lebih parah -kepala sekolah mendatangi kelasnya. Ia tak mau ambil pusing mengurusi masalah kelas ke ruang BK -walaupun itu merupakan salah satu tugasnya. Terkadang, kegaduhan dan perilaku aneh teman-temannya yang diadukan kelas lain sering kali membuatnya terpojokkan sebagai ketua kelas. Oleh sebab itu ada alasan dimana ia sangat malas jika guru absen mengajar di kelas.

Lagi-lagi Radifan hanya menarik nafas lelah ketika anak-anak di kelasnya malah semakin gencar keluar kelas, ada yang bermain gitar, bermain kartu di pojokan kelas, dan ocehan cewek-cewek tentang drama Korea yang sama sekali tidak ia mengerti membuat darah Radifan semakin naik.

"Bodo, ah." ucapnya ketus.

Bani berdiri di belakang punggung Radifan. Ia baru saja tiba di kelas ketika mendapati kelasnya seperti kapal pecah, semua bertebaran di mana-mana. Bani hanya tersenyum dan langsung merangkul sobatnya itu, yang dibalas Radifan dengan menaikkan kedua alis tebalnya menatap penuh arti ke arah Bani.

"Jangan marah-marah terus Pak Ketu." ucap Bani nyengir yang disambut tonjokkan pelan ke arah perutnya oleh Radifan. Dan Bani mulai menunjukkan bakat beraktingnya di hadapan Radifan, ia memegang perutnya dan mulai mengeluh seperti tengah kesakitan karena tonjokkan yang dilayangkan Radifan. Mereka kemudian tertawa bersama, yang membuat cewek di hadapan mereka melihat sinis seperti 'ngapain sih kalian berdua' atau seperti 'candaannya receh banget deh' yang dibalas Radifan dengan mengacak-acak rambutnya.

"Ish. Jangan pake acara ngerusak rambut dong!" bentaknya sambil merapikan rambut hitam bergelombang ala-ala iklan shampo di televisi.

"Ya ngapain juga sih lo ngeliatin kita berdua kayak gitu banget. Naksir ntar." sahut Radifan dengan memanyunkan bibirnya lucu -yang membuat Tamara hanya dapat memutar bola matanya tak peduli, "Ya gak, Ban?"

Bani tersenyum tipis melihat tingkah kedua sobatnya ini. Tamara adalah teman baik Bani sejak kelas satu SMP. Bani masih ingat bagaimana Tamara memberikan roti isi cokelatnya pada Bani ketika MOS pertamanya berlangsung. Bani lupa tidak membawa roti isi yang diperintahkan seniornya itu untuk dibawa pada hari sebelumnya. Hampir saja dia kena hukuman untuk jalan kodok di tengah lapangan upacara. Dan Tamaralah yang menyelamatkannya dari kebiadaban kakak kelasnya itu.

"Aku bawa dua kok. Makan aja." Tamara tersenyum lucu setelah secara sembunyi-sembunyi menempatkan roti isi cokelatnya tepat di atas telapak tangan kanan Bani. Kemudian ia duduk di sebelah kanan Bani sambil mengulurkan tangan kanannya di hadapan cowok itu, "Aku Tamara." Tamara masih tersenyum, "Kamu?" lanjutnya lagi.

Tomorrow GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang