#03

5.6K 296 4
                                    


Happy Reading

          Keesokkan harinya Ira kembali datang ke rumah sakit. Entah kenapa Ira penasaran dengan Dokter yang menolongnya kemarin. Ira ingin mencari tahu tentang Dokter itu meski dia harus melawan rasa takutnya.

          Sejak Alvi meninggal, Ira sering merasa ketakutan jika melihat alat-alat rumah sakit. Terutama alat pendeteksi detak jantung. Kalau Ira mendengar suaranya, Ira pasti akan kembali teringat saat-saat terakhir Alvi. Jika Ira menginjakan kakinya di tanah rumah sakit, Ira merasakan keringat dingin yang luar biasa.

          Oke, kita kembali ke Ira. Dengan langkah ragu-ragu Ira memasuki lobby rumah sakit. Tangannya mencengkeram erat tali tas guna mengalihkan ketakutannya. Ira teringat kata Om Gunawan, kira-kira seperti ini: ketakutan itu jangan dirasain tapi dilawan.

          Karena sibuk melawan rasa takutnya, Ira sampai menabrak seseorang. Map yang di bawa orang itu terjatuh. Ira segera mengambilkan map itu.

          "Maaf, saya tidak se--Dokter Adrian?" Ira terbelalak. Dia yakin orang itu Dokter Adrian.

          "Ira? Ini benar kamu?"

          "Mm--iya Dok, saya Ira. Dokter apa kabar?"

          "Kabar saya baik. Kabar kamu gimana?"

          "B-baik Dok." Ira canggung di hadapan Dokter Adrian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan Dokter itu, tepatnya setelah Alvi meninggal.

          "Kamu ngapain ke sini? Kamu ada perlu sama Dokter?"

          "Saya...," Ira tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada Dokter Adrian. Tapi siapa tau kan Dokter Adrian tau tentang dia, batin Ira.

          "Kalau tidak keberatan, Dokter mau kan ngobrol sama saya di taman? Asal jangan di sini, saya ingin tau sesuatu dari Dokter."

          "Tentu saja saya tidak keberatan. Ayo kita ke taman. Saya juga ingin bicara sesuatu sama kamu."

          Akhirnya Ira dan Dokter Adrian singgah di taman dekat rumah sakit. Sudah lama juga Ira tidak datang ke taman itu. Tamannya masih sama seperti tiga tahun yang lalu.

          "Apa yang mau kamu tau dari saya?" tanya Dokter Adrian.

          "Saya ingin bertanya, apa di rumah sakit ini ada Dokter yang wajahnya mirip Alvi?"

          "Maksud kamu Dokter Hendra? Kalian sudah pernah bertemu?"

          "Iya Dok. Kemarin saya bertemu dia. Apa dia bekerja di sini?"

          "Iya, dia bekerja di sini. Dia Dokter Anesthesy di rumah sakit ini. Dia sudah bekerja hampir setahun. Awalnya saya kaget saat pertama kali bertemu, tapi lama kelamaan saya terbiasa. Dan yang saya herankan, nama lengkapnya hampir sama dengan nama Alvi."

          "Kalau boleh tau nama lengkapnya siapa?"

          "Alva Hendrawan."

          Ira terperanjat. Kenapa nama lengkapnya bisa hampir sama? Apa ini hanya kebetulan?

          "O ya, Dokter tadi mau bicara sesuatu kan?"

           "O ya. Saya ini ingin memperkenalkan kamu sama pasien saya yang sakit Ataxia juga. Dia mempunyai semangat seperti Alvi, tapi orang tuanya selalu melarangnya untuk berbuat yang dia suka. Siapa tau kalau orang tua pasien saya bertemu kamu hatinya akan sedikit terbuka."

           "Dia laki-laki apa perempuan, Dok?"

           "Dia perempuan, umurnya baru dua belas tahun. Nanti kalau dia ada jadwal terapi saya akan kenalkan ke kamu."

          Ira tertegun. Anak umur segitu seharusnya bisa bebas bermain dan bisa melakukan apa saja. Ira jadi penasaran dengan anak perempuan itu.

          "Maaf Ira, saya harus menemui pasien sekarang."

          "Oh kalau begitu bagaimana kalau saya ikut sampai depan soalnya mobil saya ada di parkiran rumah sakit."

          "Ayo."

          Ira dan Dokter Adrian beranjak dari taman. Saat sampai di lobby, Ira melihat Dokter yang kemarin.

          "Dokter Hendra!" Dokter Adrian memanggil Hendra. Mendengar namanya di panggil, Hendra menghampiri Dokter Adrian. Hendra memperhatikan perempuan yang berada di samping Dokter Adrian.

          "Kamu perempuan yang kemarin kan?" tanya Hendra, "Luka kamu apa belum sembuh?"

          "S--sudah kok Dok. Saya tadi kebetulan ketemu Dokter Adrian," ucap Ira terbata-bata, "Mm Dokter Adrian, saya ... pamit pulang dulu, ya. Permisi."

          Ira beranjak pergi. Sementara itu, Hendra mengajak Dokter Adrian duduk di kursi kosong.

          "Dokter kenal sama perempuan tadi?" tanya Hendra.

          "Iya saya kenal. Namanya Ira. Dia dulu teman dekat pasien saya."

          "Pasien Dokter yang mana?"

          "Pasien saya sudah meninggal tiga tahun yang lalu karena sakit Ataxia. Kalau boleh saya katakan, wajah Dokter mirip dengan wajah pasien saya. Dan nama kalian hampir sama."

          "Kalau boleh tau siapa namanya?"

          "Alvi Darmawan."

          "Alvi??" seru Hendra. Apa ini hanya kebetulan atau ada maksud lain? Kenapa namanya hampir sama?

♡♡♡♡

#03
19 Febuari 2016

Edit
16 Juni 2016

***

Chapter selanjutnya

Danu akhirnya berhasil mengejar Gita. Air mata yang tadi Gita tahan akhirnya keluar. Danu yang kasihan pun memeluk tubuh Gita.

***

[2] After You're Gone [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang