Part 1

22.9K 559 12
                                    

Aku sedang istirahat di sofa setelah sibuk menggantung rangkaian bawang putih yang aku buat tadi sore. Seperti biasa aku selalu menggantung rangkaian itu di setiap pintu dan jendela rumahku.

Mungkin kalian bingung mengapa aku melakukan itu. Kalian tahu makhluk bernama Vampire? Ya aku melakukan itu agar mereka tidak masuk ke rumahku. Bukan karna takut, melaikan kerna benci. Aku benci pada monster penghisap darah Itu.

Mungkin aku terdengar konyol karna percaya makhluk itu ada, dan terlihat berlebihan. Tapi memang mereka ada. Dan mereka dengan teganya telah membunuh ayahku di depan mataku.

Saat itu aku masih berumur 7 tahun, aku sedang berjalan dengan ayah. Kami baru kembali dari minimarket dekat rumahku untuk membeli cemilan. Malam itu kami berencana akan menonton dvd horror yang baru ayah beli.

Biasanya kami selalu berjalan melewati jalan utama, tapi malam ini ayah mengajakku lewat jalan pintas agar cepat sampai rumah dan menonton dvd kami. Jalan ini begitu sepi dan banyak pohon besar di sisi kanan dan kirinya. Angin malam yang berhembus melewati celah setiap daunnya menimbulkan suara aneh dan membuatku sedikit merinding.

Sret sret sret. Aku mengedarkan pandanganku dengan cemas. Rasanya seperti ada yang mengikuti kami.

"Sayang" panggil ayahku. Aku langsung mendongak pada nya. "Kamu kenapa? Kamu terlihat begitu cemas" ayah berjongkok memegang pundakku mensejajarkan matanya dengan mataku.

"Apa ayah tidak dengar suara-suara itu? Sepertinya ada yang mengikuti kita" aku melirik kanan dan kiri.

"Hahaha tidak sayang itu hanya suara angin. Kenapa anak ayah jadi penakut? Katanya mau menonton film horror. Kalau seperti ini ayah tidak akan jadi mengajakmu menonton film" ayah membelai rambutku dengan sayang.

"Tidak ayah, aku bukan penakut. Aku anak ayah yang pemberani walau aku perempuan" aku membantah sambil berkacak pinggang agar terlihat seperti pemberani.

"Hahaha ok ok. Anak ayah pemberani. Kalau begitu mari kita lanjutkan perjalanan kita" ayah tersenyum sangat manis dan menggandeng tanganku. Entah kenapa perasaanku mengatakan aku tidak akan pernah melihat senyuman ayah itu lagi.

Baru beberapa langkah kami berjalan. Kami dikejutkan dengan seseorang yang tiba-tiba ada di hadapan kami. Aku tidak terlalu jelas melihat wajahnya, tapi dari bayangannya aku dapat pastikan bahwa dia seorang pria.

"Siapa paman? Kenapa menghalangi jalan kami? Paman tau kami sedang terburu-buru kembali kerumah" ucapku kesal.

"Hahaha" dia tertawa dan berjalan perlahan mendekati kami. Tidak, mendekatiku. Setelah tepat berada di depanku dia berjongkok dan menatapku sambil tersenyum.

Akhirnya aku dapat melihat wajahnya. Dia tampan, senyumannya sangat manis, tapi aku takut melihat matanya. Matanya berwarna merah. Merah seperti darah. Dan mata itu sekarang melihat ku seakan aku adalah makanan pembuka yang menggugah selera.

Entah kenapa walau aku takut melihat matanya, tapi aku tidak berhenti menatapnya. Rasanya aku seperti terkunci dengan tatapannya.

Melihat pria asing mendekati ku dan menatapku seperti itu, ayahpun menarik pundak pria itu agar menjauh dariku.

"Hei siapa kau. Jangan ganggu putri ku" ucap ayahku tegas.

"Aku tidak mengganggu putri mu pak tua" dia menatap ayahku tajam. "Aku hanya ingin melihat seperti apa wajah putrimu hingga memiliki aroma darah yang sangat lezat" ucapnya dingin dan melirik kearahku.

"Siapa kau? Apa maksud ucapanmu?" Ayah mulai geram dengan jawaban pria itu.

"Hahaha" dalam sekejap ayahku sudah ada dalam cengkramannya. Dia memegang leher ayahku dan mengangkatnya tinggi seakan tubuh ayahku hanya sekantung kapas. "Jangan khawatir, kau juga memiliki aroma yang lezat pak tua. Dan aku berjanji tidak akan menyakiti putrimu" dia memiringkan kepala ayah dan menjilat lehernya.

Aku sangat jijik melihat dia melakukan itu. Aku juga kesal karna dia telah menyakiti ayahku. Dengan mengumpulkan keberanianku aku membentaknya agar tidak mengganggu ayahku.

"Hei paman tampan, jangan sakiti ayahku. Menjauh darinya" aku menunjuk ke arah belakangku sambil terus melototinya.

"Wah pak tua, anakmu suguh pemberani rupanya" ayahku tidak dapat menjawab pernyataan pria itu. "Tapi aku tidak menjamin dia akan tetap menjadi pemberani setelah aku menghabisi nyawamu di depannya" tiba-tiba dia membuka mulutnya dan menampakan taring tajam nya yang seketika itu langsung menancap di leher ayah ku.

Banyak darah yang mengalir diantara leher ayahku dan bibirnya. Dia terus menghisap darah ayahku sampai ayah terlihat pucat dan tak bergerak lagi.

Setelah selesai dengan ayahku, dia menghampiriku sambil menyeka sisa darah di bibirnya. Aku tak tahu kenapa tubuhku terasa kaku. Bahkan untuk mengeluarkan suarapun aku tidak sanggup. Aku hanya bisa menatapnya dengan tatapan marah dan takut.

"Lebih baik kau cepat kembali ke rumah gadis cantik. Dan terimakasih telah menyebutku 'paman tampan' " ucapnya dingin. Dan dalam sedetik dia menghilang entah kemana.

Aku masih terpaku dengan apa yang telah ku lihat. Hingga tiba-tiba tubuhku sangat lemas. Bahkan kaki ku sudah tidak sanggup menopang tubuhku yang mungil. Aku jatuh terduduk ditanah hingga aku tidak bisa merasakan apapun pada tubuhku, tatapanku pun semakin gelap dan aku tidak dapat melihat apapun.

"Aku akan menunggumu cantik. Dan ingat jangan berikan darahmu itu pada yang lain. Darahmu hanya milik ku. MILIKKU" aku mendengar seseorang mengucapkan kata-kata aneh itu bagaikan sebuah perintah. Perintah yang tidak dapat aku bantah.

Aku mencium bau obat-obatan yang sangat menyengat. Aku tau ini bau rumah sakit. Karna aku tidak suka rumah sakit. Tapi semua gelap. Aku berusaha membuka mataku tapi rasanya sangat sulit. Aku terus mencoba hingga aku melihat cahaya menyilaukan yang ada di langit-langit ruangan.

Aku mengedarkan pandangan dan melihat ibuku sedang duduk tertunduk di sebelahku.

"Ibu" panggilku dengan suara serak. Ibu menggangkat kepalanya dan terkejut melihatku sadar dari tidurku.

"Sayang, kamu sudah sadar?" Ibu memelukku dengan erat. Aku melihat ekspresi terkejut, cemas, dan bahagia dari wajah ibuku. "Ibu sangat mengkhawatirkan mu sayang" ibu mulai menangis di pundakku tanpa melepas pelukannya.

"Aku tidak apa-apa ibu" ucapku menenangkan. Tiba-tiba aku teringat ayah. Bagaimana keadaan ayah saat ini? "Ibu ayah bagaimana, dia baik-baik saja kan bu?" Tanyaku panik.

Ibu menatapku dengan tatapan sedih. Sepertinya ibu habis menangis. Karna matanya bengkak dan ada bekas airmata di sana.

"Ayahmu sudah tiada Jessica, menurut rumah sakit dia di gigit ular" ibu menunduk dan kembali terisak.

Digigit ular? Tidak dia bukan digigit ular tapi digigit oleh seseorang. Aku mencoba memberitahu ibu tapi ibu tidak percaya. Ibu bilang itu hanya khayalanku karna tidak mungkin ada manusia yang menggigit manusia lain apalagi meminum darahnya. Makhluk itu hanya mitos. Tidak nyata.

Aku sangat kesal karena tidak ada seorangpun yang percaya padaku. Aku tahu aku baru berumur 7 tahun tapi aku bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang khayalan. Dan semua yang aku lihat malam itu adalah nyata.

Akhirnya aku menyerah dan membiarkan mereka tidak mempercayaiku. Tapi aku berjanji dalam hati bahwa aku tidak akan melupakan makhluk itu. Aku akan membalas perbuatan nya jika aku bertemu dia suatu saat nanti. Aku berjanji.

----------

Hai hai hai ♥♥♥

Jangan lupa vomment nya ya....

I Love My VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang