Help Me (Chap 10)

103 9 7
                                    

"Hai Mora"

Kata itu terdengar oleh semua pasang telinga yang ada diruangan itu. Mora melihat seorang pria yang tengah berdiri didepan pintu ruangan nya.

"Oh.. hai, masuk Dim." Ucap Mora setelah tahu siapa yang menyapanya. "Gimana keadaan lo sekarang?" Tanya Dimas. "Em.. lumayan sih." Jawab Mora sekenanya.

Lidia yang melihat keakraban adik 'tiri' nya itu dengan Dimas merasa sesuatu yang sesak dihati nya, apa Lidia mulai suka dengan teman yang bisa dikatakan sebagai sahabat Mora ini? Entahlah, yang pasti Lidia masih menyangkal nya.

Lidia mundur dari Mora dan Dimas, ia lebih memilih menyendiri menuju taman.

***
"Oya Dim, sory gue gabisa nemenin lo ke festival kembang api nanti. Mungkin lain waktu bisa." Ucap Mora. Dimas tersenyum singkat. "nggak apa kok,  santai aja. Oh ya,  nih dari seseorang." ucap Dimas seraya menyodorkan beberapa bunga keaarahnya. 

"emm dari siapa?"

"entahlah,  ia hanya menitip."

"ouh.."

Ting~

"Sudah terima bunganya?"

Setelah membaca pesan singkat itu,  Mora terkejut, siapa pengirim pesan dan bunga ini. Dan... bagaimana bisa orang itu mendapatkan nomor nya.

"kenapa Mor?" tanya Dimas setelah melihat ekspresi wajah Mora setelah membaca pesan.

"err..  Gapapa,  emm gue mau istirahat lo..  Gapapa kan pulang aja,  err terserah lo sih."

"eh..  Iya gapapa lo istirahat aja,  gue juga ada keperluan. Gue pulang dulu ya." ucap Dimas,  dan setelah itu ia menghilang dibalik pintu rawat kamar Mora.

Dilain sisi Dimas bertemu dengan seseorang. Ia menundukkan kepalanya, entah kenapa ia bersikap seperti itu.  

"Sorry, gue gabisa lanjutin ini." ucap Dimas pada sosok itu.

"kenapa Dim?  Takut lo suka sama dia? Ah..  Apa jangan-jangan lo udah suka sama dia?" sosok didepannya itu berbicara dengan tajam. Dimas hanya menunduk

"Bukan, gue bingung harus apa. Sedangkan lo gamau menemui nya."

"Ck! Itu hanya alasan bodoh lo, gue pasti akan menemuinya, setelah gue berhasil dengan ini."

"terserah lo, kalau sampai gue suka sama dia,  lo gausah nyuruh gue lagi untuk pura-pura jadi temennya. Gue akan nyatain pera-"

Buughtt

"Jaga ucapan lo, Mora milik gue. Gue nyuruh lo karna gue nggak mungkin tiba di pandangan nya dengan seperti ini."

Setelah pembicaraan itu, sosok didepan Dimas meninggalkan Dimas sendiri. Tubuh Dimas meluruh kebawah,  air mata nya menetes. Bagaimana jika ia memang suka dengan Mora?

Sedang sekarang yang tengah berbaring diatas ranjang rumah sakit, menatap bunga yang ia dapatkan dari seseorang yang tak ia kenali lewar perantara Dimas dengan sendu.

Hatinya bimbang,  siapa yang memberinya hadiah beberapa hari ini sebelum ia masuk rumah sakit? Istimewakah dia dimata seseorang itu?  Apakah orang itu sangat mengenalnya?

Entahlah,  memikirkan semua itu membuat kepalanya berdenyut.  "Argghtt.. "

"Mora! Kau kenapa!?  Tunggu akan ku panggilkan dokter." ucao Lidia seraya memencet tombol disamping ranjang Mora.

Dokter datang dan memeriksa, "Mora,  jangan terlalu berfikir dengan berat."

Kalimat padat, singkat,  dan jelas. Mora mengangguk faham. "kau sedang memikirkan apa?" tanya Lidia lembut. "entahlah,  aku tidak tau.." Ucap Mora sambil memejamkan mata nya. 

"hmm,  baiklah kalau begitu istirahatlah. Biar besok kau bisa segera pulang." pesan Lidia.  Sebelum itu tangan Mora menggapai pergelangan Lidia,  "terima kasih, kau bisa pulang.  Aku tak apa disini,  istirahatlah juga." Ucap mora.

Lidia tersentuh,  inikah adik tiri nya yang ia tuduh merebut mama nya? Setelah itu ia mengangguk tapi tidak melangkah keluar malah melangkah kearah Mora dan memeluknya.

"oh Mora, kau baik.. Sekali. Aku berburuk sangka padamu,  tapi kau tidak membalasnya malah memaafkan ku.. Hikks"

"sudah..  Tenanglah,  memaafkan memang sulit,  tapi aku sudah ikhlas dengan semua sikap mu terhadap ku."
Jelas Mora,  dan Lidia semakin mengeratkan pelukannya.

Cklekk

"wahh ada apa ini? Seperti teletubies saja." ucap Hendra setelah melihat kedua anaknya berpelukan,  sang istri hanya terkekeh pada ucapan suaminya.

"ishh ayah..  Menganggu saja." Rajuk Lidia dengan wajah merah dan sembab nya.

"Hahaha..." mereka semua tertawa, tak seperti Mora. Memang Mora tertawa namun ada kepahitan didalamnya

"Tuhan, masih bisakah aku nanti melihat kebahagiaan ini?  Mengapa aku merasakan begitu dekat dengan mu?  Tuhan..  Bahkan aku belum mengetahui dimana bunda ku.." batinnya menagis.

---

Hai...  Author alay kembali..  Hehe..  Maaf kayaknya cerita ini udah gantung 1 tahun ya?  Wakaka...  Author sibuk sih.. (siapa yg nanya thorr -_-)

Haha..  Iya deh gada yg nanya, semoga makin banyak ya readers nya dan bintangnya juga...  Ayoo vote dan comment..  Bakalan lanjut deh kalau ada yg minatt... 

Udah segini aja cerita nya,  sorry kalo feel gadapet.  ><

(Author ga lagi deh minta batas Vote, Author usahakan 1 minggu sekali Update)

HAPPY NEW YEAR....   🎉🎉🎉🎉🎆🎉🎉🎉🎉

(maaf kalo telat ucapinnya)

4/01/17

Help Me!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang