2. Rasanya...

130 14 0
                                    

Rin membuka matanya cepat. Ia dapat mendengar suara langkah seseorang. Ia terduduk dari ranjangnya walaupun akhirnya gagal dan hanya bisa meringis pelan.

Rian membantunya untuk duduk. "Maaf aku membangunkanmu."

Rin duduk perlahan lalu bersandar. "Ada apa kak?"

Rian diam sejenak, lalu menggeleng. "Tidak."

"Bohong." Sergah Rin.

"Aku hanya ingin bilang, aku adalah guru di sekolahmu. Maksudku, tolong jangan menunjukkan kalau kita dekat di sekolah. Kamu paham kan?" Terang Rian lembut.

Rin mengangguk. "Cuma itu?"

"Ya. Cuma itu. Hari ini kamu mau kemana?" Tanya Rian sambil mengusap kepala Rin lembut.

"Aku? Ng... biasanya aku sedang apa? Pagi-pagi begini?" Tanyanya.

Rian terdiam. "Aku.. tidak tahu."

"Tidak tahu? Kakak jarang bersamaku ya?" Tanya Rin lagi.

Kali ini Rian tak menjawab. Ia mengusap lagi kepala Rin. "Hari ini ayo kita jalan. Bersama. Dengan Rika dan Viri."

Rin terdiam sebentar tapi lalu mengangguk. "Umh!"

_____

"Ah, aku mau kesana kak!" Pinta Rin riang. ia menunjuk sebuah toko manis di ujung kompleks pertokoan.

Rian tersenyum melihatnya. "Iya, iya." Ia lalu mendorong kursi roda yang dinaiki Rin pelan.

Viri dan Rika berjalan dibelakang, sedikit menjauh.

"Vir," panggil Rika sambil menarik lengan Viri.

Viri berhenti dan menoleh. "Apa?"

"Jangan pernah biarkan Rin berdua saja dengan Rian. Kamu paham kan?"

Viri menaikkan sebelah alisnya. "Ha?"

"Maksudku, bisa saja Rian diam-diam memberitahunya yang sesungguhnya." Jelas Rika.

Viri diam. Berbicara dengan Rika seperti itu, benar-benar membuatnya rindu untuk berbicara dengan Rin. Rin yang dewasa, pendiam, dan kadang jutek. Sungguh berbeda dengan Rika yang kasar dan sedikit angkuh.

"Lagipula kamu tidak suka melihat mereka berduaan kan?"

Viri tersentak mendengarnya. Ia menoleh cepat ke arah Rika. Gadis itu tengah tersenyum karena berhasil memancingnya.

"Apaan sih."

"Kamu suka kakakku itu kan?"

Viri tak menjawab. Ia diam mendengar kalimat yang tepat menusukknya itu.

"Hei!"

Rika dan Viri menoleh. Rin duduk di kursi rodanya sambil melambai pada mereka. Di pelukannya ada sebuah boneka beruang kain berwarna coklat.

Rika buru-buru tersenyum lembut. "Kakak," panggil Rika sambil melangkah mendekat.

Viri masih diam di tempatnya. Memikirkan kalimat Rika. Nafasnya tak menentu.

"Viri!"

Viri segera tersadar dan menoleh. Rin mulai mendekatinya. Menatapnya cemas.

"Kenapa? Bosan ya?" Tanyanya

Viri tersenyum. "Tidak kok. Hanya saja... aku ingat kalau hari ini Karin memintaku untuk cepat pulang dan bermain bersamanya."

Rin mengangkat sebelah alisnya. "Karin?"

"Adikku."

Rin mengangguk paham. "Ah, sayang sekali. Tapi aku titip salam untuk Karin ya? Lain kali aku harus bertemu dengannya." Ujarnya tersenyum hangat.

Viri tersenyum tipis. "Kau sudah pernah bertemu."  Ujarnya pelan.

"Eh? Apa tadi?"

"Tidak ada. Aku hanya bergumam. Duluan ya." Pamitnya. Viri membalikkan badannya sambil melambai.

Rin terdiam. Ia tak membalas ataupun berseru lagi. Rian menyadarinya.

"Kenapa Rin?" Tanya Rian cemas.

Rin menggeleng. "Rasanya aku pernah dengar. Karin." Gumamnya.

Rian tersentak. "Apa?"

Rin menoleh cepat lalu tersenyum. "Tidak kok."

_____

Rin memperhatikan jalan sekitar dari dalam mobil. Pandangannya menyapu jalanan itu. Ia mengerutkan keningnya.

"Sepertinya aku sering lewat jalan ini." Sahut Rin. Membuat Rian dan Rika terdiam.

"Kenapa diam?" Tanya Rin sambil menoleh.

Rika buru-buru memejamkan matanya, berpura-pura tidur. Sedangkan Rian yang memang sudah sejak tadi memakai headset hanya diam.

Rin mengembungkan pipinya kesal. Ia kembali menyapukan pandangannya ke luar jendela.

"Rin, sudah pulang? Tolong antarkan kue ya?"

Mata Rin membulat seketika saat sebuah suara tergiang di kepalanya. Ia kembali menoleh ke arah Rika dan Rian. Mereka masih sibuk dalam kepura-puraan mereka.

Rin diam. Ia tak jadi bertanya. Ia memejamkan matanya.

Rasanya.. aku ingat.

_____

Sirius : Remember Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang