6. Maaf

107 14 1
                                    

Rin melangkahkan kakinya. Viri ada di sampingnya dengan perasaan bersalah. Rin menyadarinya.

"Tolong jangan buat wajah itu. Kamu ada di sini untuk membantu saya."

"Tolong jangan menjadi formal." Balas Viri sambil menghela nafas. Rin tersenyum.

Mereka berhenti di depan sebuah rumah sakit. Rumah sakit dimana ibunya di rawat selama Ini.

"Kita sampai." Tambah Viri. Rin tidak menjawab. Matanya yang jernih itu menatap lurus ke depan pintu masuk.

Sedetik kemudian Rin berlari masuk. Viri terkejut.

"Oi!"

Rin berlari masuk dan segera menuju kamar dimana ibunya dirawat. Pintu itu masih sama saat Rin berdiri di depannya. Rin membuka pintunya perlahan. Disana ada seorang wanita tua duduk di sisi ranjang. Menatap lurus ke luar jendela.

Rin berjalan mendekatinya dan duduj di samping ibunya. Ibunya tersadar.

"Rika, kamu datang lagi!" Pekik ibunya senang.

Rin tersenyum kecut mendengar nama itu. "Iya..."

"Bagaimana sekolahmu? Bagaimana teman-temanmu?"

"Baik bu..." ada rasa perih di hati Rin.

"Ibu benar-benar rindu. Sepertinya sudah lama sekali kamu tak mengunjungi ibu." Ujarnya ramah sambil mengelus kepala Rin.

"Iya... aku juga..." jawab Rin lirih. Suaranya mulai bergetar.

"Ibu harap semuanya berjalan lancar Rika.."

Nama itu lagi. Air mata Rin mengalir. "Ibu..."

Rin memeluk ibunya pelan. Rindu. Ibunya membalasnya.

"Aduh, Rika sayang... anakku..."

Air mata Rin kembali mengalir. Rin sebisa mungkin menahannya. Ia kemudian melepas pelukan itu.

"Bu, aku pulang dulu." Pamitnya.

Ibunya mengangguk sambil tersenyum ramah. "Hati-hati di jalan ya." Ujarnya.

Rin tersenyum. Ia kemudian berjalan keluar dari kamar itu. Disana ada Viri. Berdiri menunggunya dalam diam. Tanpa bertanya sedikit pun. Rin mendekatinya.

Jarak mereka sangat dekat, namun tak ada yang berbicara sedikitpun. viri diam dalam keheningan itu. Ia menghela nafas kemudian. Menyerah.

"Bagaima—"

Viri tercenggang saat gadis itu memeluknya erat. ia dapat merasakan bajunya yang mulai basah karena air mata Rin.

"Terima kasih karena sudah ada di pihakku." Ucap Rin tulus. "Terima kasih."

suara Rin bergetar dalam pelukan itu. Viri terdiam. Ia membalas pelukan itu hingga membuat Rin tenang.

"jangan menangis." Hiburnya.

mendengar itu, Rin justru menangis semakin keras dalam pelukan Viri. Di lorong yang sepi itu mereka berdua berdiri.Viri menghela nafas sambil menepuk-nepuk punggung seorang Erina.

"Sudahlah, aku mohon, berhenti Erina."

Suara tangisan Rin perlahan mereda. Namun masih dalam pelukan Viri. Viri tersenyum tipis diam-diam.

"Aku akan selalu dipihakmu Erina."

_____

Rin pulang larut malam. Ia masuk ke dalam rumah dalam diam. Ia tak bermaksud memberi tahu kedatangannya, juga tak bermaksud menutupinya.

Rin menaruh sepatunya di rak, lalu masuk ke ruang tamu. Ia terdiam sekaligus terpana.

Seorang lelaki muda duduk di sofa ruang tamu sambil bersedekap. Ia duduk menghadap pintu masuk, seakan-akan tengah menunggu seseorang.

Lelaki itu, Rian, berdiri dengan segera. Wajahnya tak terlihat senang. Lelaki itu mendekati Rin yang berdiri di ambang pintu.

"dari mana saja kamu?" Tanya Rian tak ramah.

"Jalan dengan teman." Jawab Rin tak takut.

Rian berdecak kesal. "Sampai jam segini?! Kamu harusnya sadar kalau kamu itu perempuan! Siapa temanmu itu?!"

"Aku pergi bersama Viri." Jawab Rin datar.

Rian sedikit terkejut mendengar nama itu, namun menutupinya. "Berdua saja?"

"Ya."

"ERINA!" Rian mulai membentak. "Kamu sadar tidak? Ini jam 11 malam! Walaupun dia teman baikmu, tapi dia laki-laki! Bagaimana kalau dia melakukan sesuatu padamu?!"

Rin menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak terlalu mendengarkan.

"Memangnya melakukan apa?"

"Itu..."

"Tolong jangan berpikiran kotor." Tambah Rin.

Rian terkejut mendengar jawaban Erina. Entah kenapa ia merasakan hal aneh.

"Rin, kamu harus bisa menjaga dirimu sendiri. Kamu harus bisa berpikir logis di saat seperti itu."

"Aku tak mengerti yang bapak katakan."

Rian tersentak. "Apa? Bapak?"

"Kau guru ku kan? Aku harus terbiasa memanggilmu pak Rian."

Rian terpana. "Rin, kamu kenapa sih?"

"Menurut bapak kenapa?" Tanya Rin dengan nada menantang.

Rian berdecak kesal. "Ah! Kau selalu membuatku frustasi! Sebenarnya ada apa denganmu?!"

"Aku yang harusnya bertanya, ADA APA DENGANMU?" Rin balas membentak.

Rian terkejut setengah mati dengan hal itu. "Rin?"

"SEBENARNYA APA MAUMU MASUK KE DALAM KEHIDUPANKU? AKU BAHKAN TIDAK INGAT KALAU KITA SELALU BERSAMA SEBELUM INI."

Rian tersentak. Jantungnya berdegup cepat. Rin menatap Rian penuh amarah.

"Kenapa kaliam tidak ceritakan saja padaku bagaimana, apa, dan siapa aku ini sebenarnya?! Kenapa kalian tak membantuku mengingat segala hal dalam hidupku?! Kenapa??!" Erina mengeluarkan segalanya dalam benaknya. Hingga air matanya kembali menetes.

Rian terpana. Erina kemudian menundukkan kepalanya. Menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Air matanya menetes begitu saja. Rian menatap gadis itu penuh rasa bersalah.

"Itu semua... agar kamu bahagia."

"APA AKU TERLIHAT BAHAGIA?" Tanya Rin berteriak dengan sisa suaranya yang serak. "Apa aku yang tidak tahu apa-apa ini terlihat bahagia?!"

Rian lagi-lagi tersentak. Ia tercenggang mendengar itu semua. Ia sadar sesuatu: Rin tidak pernah sebahagia sebelumnya.

"Ah..."

Erina sudah tak tahan lagi. Ia jatuh terduduk dengan suara tangisannya yang belum mereda sama sekali.

"Kh.." Rian menatap gadis itu. Perasaan bersalah dan iba memenuhi dirinya. Rian menjatuhkan dirinya kemudian memeluk gadis itu.

"Maafkan aku, aku mohon maafkan aku." Pinta nya sambil memeluk Erina.

Erina, gadis malang itu, berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Rian. tapi Rian lebih kuat dan tak mau melepaskannya.

"Maafkan aku." Ulang Rian lagi.

Rin memukul punggung Rian untuk melepaskannya. Berkali-kali. Namun Rian tetap saja membisikkan kata maaf di telinganya.

Suara tangisan Rin semakin keras, hingga akhirnya ia berhenti memukul punggung Rian yang tegap dan menyerah. Rin menenggelkan wajahnya dalam pelukan itu hingga suara tangisannya terdengar reda.

Air mata Rian menetes pelan. "Maaf."

_____

Sirius : Remember Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang