5. Beri Tahu Aku!

110 14 1
                                    

"Tahu apa?" Tanya Viri mengalihkan.

"Tentangku." Jawab Rin. "Yang dirahasiakan dariku."

"Tidak ada kok."

"Jangan bohong." Viri menelan ludah. Rin mengatakannya dengan penekanan.

"Dia bukan kakakku kan?" Rin berbisik di telinga Viri. Karena mungkin keramaian akan mengganggunya.

Viri tercekat. Suara itu rendah ditelinganya. Membuat jantungnya berdetak cepat.

"Dia bukan keluargaku."

Deg!

Mata Viri membulat sempurna. ia menoleh cepat pada gadis disampingnya itu. Rin menatapnya dalam dan tajam.

"Rin?"

"Kalau kau ada dipihakku maka katakan." ucapnya dingin.

"K-kamu sudah ingat?" Tanya Viri gugup.

"Kalau aku sudah ingat, aku tak akan memintamu bercerita." Balas Rin sambio menjitak kepala Viri pelan. Ia lalu melanjutkan menikmati es krimnya.

Viri terdiam. Ia merasakan es krim.miliknya mulai menetes. Ia segera memakannya hingga habis agar tak meleleh ke pakaiannya.

"Aku tidak tahu banyak." Sahut Viri. Rin menoleh, mulai mendengarkan.

"Tapi yang kutahu selama ini kamu tinggal sendiri."

"Sendiri? Dimana?"

"Di persimpangan gang. Disana ada toko kue, kamu tinggal di lantai atas toko itu. Kamu orang yang tertutup, jadi aku tidak tahu jelasnya. Kita bertemu pak Rian saat awal masuk sekolah. Dia jadi guru pembimbing kita di klub astronomi." Terang Viri.

Rin terdiam. Ia mengingatnya. Ruangan putih nan lusuh, kamarnya yang berantakan, dapurnya yang kusam, dan ruang tamu yang kosong.

"Ah....."

Rin mengingatnya. Dikala ia akan masuk ke rumah, pemilik toko menyapanya hangat. Kadang memberinya sepotong kue, dan kadang menyuruhnya mengantarkan kue itu.

"Ah!" Rin berseru kemudian sambil menjatuhkan es krimnya. Viri menoleh cemas.

"R-rin?"

Rin terpana. Bagaimana ia bisa lupa?

"Itu... benar..." ucapnya lirih.

"Eh?"

"Aku tinggal sendiri. Walaupun aku punya ayah, ibu, dan adik kembarku. Aku tinggal sendiri." Jelasnya. Rin mengerutkan keningnya. Berusaha mengingat.

"Tapi kenapa Rika tidak tinggal bersamaku?" Tanyanya. Viri diam sebentar lalu menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak tahu."

Rin diam menunduk. Ia berusaha mengingat semua yang terjadi. Yang ia lewatkan. Bibirnya terkatup rapat.

Apa? Siapa? Bagaimana? Mengapa?

Beberapa waktu berlalu, dan Rin tetap seperti itu. Lama kelamaan Rin terlihat semakin gelisah dengan wajah pucatnya itu. Viri mendesah cemas. Ia segera memegang kedua pundak Rin dan mengguncangnya.

"Tenanglah!" Serunya.

Rin tersadar. Ia terpana melihat kelakuan Viri itu. Mata Viri kini bertemu dengan mata jernih milik Erina.

"V-viri?"

"Ingatanmu akan kembali nanti. Aku pasti akan membantumu. Tapi kumohon jangan paksakan dirimu." ujarnya tegas.

Rin terpana. Sejenak jantungnya berdebar cepat. ia mengalihkan pandangannya menunduk.

"Tolong lepaskan." Pinta Rin. Viri tersadar dan menarik lagi kedua tangannya. Mereka terdiam lama di kerumunan taman yang ramai dan mengabaikan mereka.

"Ayo pulang." Ajak Viri. Rin mengangguk saja. Hingga akhirnya Viri menggenggam tangan gadis itu erat. Mengajaknya menuju kendaraan mereka tadi.

Rin tak menolak. Ia membalas genggaman itu lembut tanpa mengatakan apapun.

Tanpa mereka sadari, jantung mereka sedang berdetak cepat. Beradu satu sama lain hingga membuat wajah mereka memerah merona di pipi.

_____

Rian menghela nafas panjang. Paras tampannya itu terlihat lelah begitu ia membuka pintu rumah. Rika sudah berdiri disana. Dengan ransel dan jaket parasutnya.

"Aku mau pergi sebentar." Ucap gadis itu.

Rian mengabaikannya. Bahkan hingga gadis itu melewatinya, tak ada sebuah tanda balasan dari seorang Rian.

Rika mengerti itu. Ia keluar dari rumah itu sambil menghela nafas berat. Begitu dihalaman ia menemukan seorang gadis lain berdiri di sana.

"Ah, kakak." Rika buru-buru tersenyum. "Aku mau pergi les dulu. Di dalam sudah ada kak Rian."

Rin menatap adik nya itu sebentar lalu membalas senyumannya. "Iya. Hati-hati ya." Ujarnya ramah.

Rika tersenyum makin lebar melihat kakaknya itu. Ia mengangguk dan mulai menuju tempat ia memarkirkan sepeda motornya.

Rin melirik Rika diam-diam. Matanya menatap gadis itu tajam. Perlahan ia masuk ke dalam rumah. Benar saja, Rian sudah ada di dalam.

Pria itu berdiri dengan sebuah surat di tangan kanannya. Matanya menelusuri tiap kata demi kata di surat itu hingga akhirnya menoleh pada Erina.

"Kau sudah pulang." Rian tersenyum lembut. Sebuah tanda lelah miliknya terlihat di bawah matanya.

Rin hanya membalasnya dengan sebuah senyuman tipis. Ia lalu melangkahkan kakinya ke lantai atas.

Rian dapat merasakan keanehan itu.

"Erina," panggilnya.

Rin berhenti di anak tangga paling atas. Ia diam lalu menoleh menatap Rian. Senyumannya masih sama. Rian terpana sejenak.

"Kamu tadi pergi kemana sama Viri?" Tanya Rian.

Rin tak mengubah senyumannya itu. "Jalan. Ke taman. Makan es krim." Jawabnya terputus-putus. Tak ingin menjelaskan.

Rian kembali ingin menanyakan sesuatu, tapi gadis itu sudah kembali melangkah. Erina masuk ke kamarnya dengan suara pintu pelan, yang bahkan hanya membekas sedikit saja di telinga Rian.

_____

Sirius : Remember Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang