8. Sadar

114 13 8
                                    

Rin mengepak semua barang yang ada di kamarnya. Malam itu Rin-lah yang paling berisik. Tepat saat ia menaruh kardus di sebelah pintu, Rian masuk ke kamarnya.

"Mau apa?" tanya Rin.

Rian tak menjawab. Ia menutup pintu kamar Rin dan bersandar pada pintu.

"Tolong jangan pergi." pinta Rian. Pandangannya tertunduk, tak berani menatap Rin.

Rin mendekati Rian. "Keluarlah."

Rian tak menjawab. Ia tetap di tempatnya. Rin berusah mendorong tubuh Rian, namun pria itu tetap berdiri tegap.

"Rian!"

"Aku menyukaimu!"

Sebuah kalimat singkat itu menjadi pembuka kesunyian di kamar itu. Sebuah kalimat yang tak oernah diduga Rin. Jantungnya berdegup cepat. Tak karuan.

"Apa yang kau katakan?"

"Aku menyukaimu." Rian kembali mengulang kalimatnya. Kali ini dengan sedikit lembut. Kini ia menatap kedua netra jernih milik Rin.

Rin tak percaya. Ia mundur beberapa langkah. "Cepat keluar dari sini sebelum aku berteriak."

"Kau tahu semua ruangan di rumah ini dibuat kedap suara, Rin."

Rin diam sesaat. "Ini tidak benar Rian. Kau tahu ini salah. Aku muridmu!"

Rian menunduk. Iapun tahu itu.

"Aku tahu Rin, aku tahu."

"Lalu kenapa?!"

"Bagaimana bisa aku memaksa diriku untuk berhenti?" tanya Rian. Sebuah pertanyaan yang tak mungkin bisa dijawab oleh Rin.

Ada jeda hening panjang di antara mereka.

"Aku akan keluar." ujar Rian pada akhirnya. "Pindahlah besok ketika Rika sudah pergi ke sekolah. Aku akan menelepon jasa pindahan."

Rian membuka pintu dan keluar. Rin terduduk di ranjangnya setelah pria itu keluar dari kamarnya. Kakinya lemas. Suara helaan nafas terdengar karena Rin sadar jantungnya masih berdetak cepat.

"Ufh."

________

"Aku berangkat duluan ya!" pamit Rika sambil memakai sepatunya. Rin dan Rian berusaha tersenyum dari meja makan.

Begitu Rika pergi, Rin dan Rian menghela nafas panjang.

"Aku akan menelepon jasa pindahan. Kamu bersiaplah." ujar Rian sembari mengambil ponselnya.

Rin mengangguk. Ia berdiri dan melangkah menuju kamarnya. Sebelum menaiki tangga, ia menoleh. Menatap punggung Rian yang tegap. Matanya menyiratkan luka mendalam.

Rian menoleh tiba-tiba. "Mereka akan segera sampai dalam 3 menit karena tempatnya cukup dekat."

Rin tersadar. Ia kembali mengangguk dan menaiki tangga. Rian memperhatikan tiap langkah kecil itu.

________

Rika berdecak kesal. "Aih, tugas seni budayaku tertinggal di kamar!"

"Pak, kembali lagi ke rumah, ada yang tertinggal." pinta Rika pada supir keluarga Rian.

"Eh? Ini sudah mau sampai, Non."

"Balik lagi pak, tugas ketinggalan." ujar Rika lagi. Supir itu mengangguk saja dan kembali lagi lewat jalan memutar.

________

"Tak ada yang tertinggal?" Tanya Rian. Rin menggeleng sambil membawa kardus terakhir.

"Biar kubawakan." ujar Rian. Rin hendak menolak, namun lelaki itu sudah menarik kardus berisi pakainannya itu.

Punggung Rian tegap. Seakan-akan tak ada yang bisa membuat lelaki itu runtuh.

Rin menatap punggung Rian dalam diam. Hening panjang. Rian sadar Rin diam di tempatnya. Rian menoleh sedikit.

"Ada apa? Ayo." ujarnya sambil kembali berjalan keluar kamar Rin.

Rin berdecak kesal. Ia berlari kecil lalu memeluk punggung tegap itu dari belakang. Darah Rian berdesir. Jantungnya berdegup cepat.

"Rin...?"

"Aku akan merindukanmu." bisik Rin di punggung Rian.

Rian tak merespon. Sedetik kemudian Rin melepaskannya. Ia berjalan melewati Rian lebih dulu.

Rian masih tepat di tempatnya. Terpaku lama. Tapi kemudian tersadar dan segera menuju kantai bawah untuk menyerahkan kardus yang dibawanya itu.

"Rin, aku---"

"APA-APAAN INI?!"

sebuah suara yang dikenali Rian terdengar. Ia berdecak kesal. Ia segera menaruh kardus itu di dekat pintu masuk dan keluar rumah.

Benar saja, Rika ada di sana. Menghalangi para pekerja untuk melakukan pekerjaannya. Rin berdiri di sana. Diam membatu.

"Kakak, hentikan mereka! Mau dibawa kemana barang-barangmu?!" Rika mencengkeram kemeja Rin kuat.

Rin diam. Ia menatap kedua mata Rika menyesal. "Aku akan kembali ke tempatku berada."

Rika terpana. "Kakak!"

"Aku sudah ingat, Rika. Aku sudah ingat. Aku akan kembali ke tempatku berada, dan kau tetaplah di sini. Bersama Rian." ucap Rin sambil meraih tangan Rika.

Rika menatap kedua mata Rin bergantian. Bibirnya bergetar mendengar penjelasan itu."ka-kakak, aku minta maaf kak. Aku minta maaf! Tolong tetaplah di sini!"

Rin tersenyum tipis. "Rika, sayang, aku tak menyalahkanmu. Tak perlu begini. Kita masih bisa bertemu. Jenguklah ibu sesekali." Rin menyingkirkan adiknya iu dari jalannya dan menuju mobil lain keluarga Rian.

"Kakak!" Rika hendak menahannya lagi, namun Rian menahan kedua tangan Rika.

"Sudahlah, Rika, sudahlah."

Rin tersenyum tipis sebelum masuk ke dalam mobil.

"Bye, bye."

________

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sirius : Remember Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang