Kakiku melangkah mendekat, lalu mengambil tempat dengan berhadapan dengannya. Tangan putihku meraih semangkuk jagung yang ia suguhkan padaku saat ini. Mengabaikan tatapan matanya yang menuntut sebuah penjelasan.
"Ceritakan padaku Appolline"
Aku mendongak menatap wajah Elise yang menatapku penuh harap, apa aku harus memberi tahu tentang Julian? Sang putra mahkota?
"Ia baik," ujarku dengan kembali memasukkan satu sendok sup jagung kedalam mulutku.
"Apa ia seorang gadis? Atau anak lelaki?" tambahnya tanpa mengalihkan tatapan matanya sedikitpun.
Aku menelan supku setelah ia berucap, tampaknya ia belum berniat memakan hidangannya sendiri. Bahkan topik tentang seorang teman baru kurasa lebih menarik dari pada semangkuk sup jagung yang ia buat tadi.
"Ia seorang lelaki Elise, seorang lelaki yang baik"
Ia tersenyum, namun aku tahu senyum itu adalah jeda sebelum ia melanjutkan pertanyaannya lagi.
"Dan biarkan aku memakan sup ini terlebih dahulu ok? Aku lapar"
Ia kembali tersenyum dan mengangguk, salah satu keinginan yang ia harapkan terwujud. Tanganku meraih suapan demi suapan dengan cepat. Menghilangkan rasa lapar yang berkeruak didalam perutku sedari tadi, rasa hangat dan manis dari sup buatan Elise memang menjadi paduan favoriteku.
Mataku menyipit saat merasakan segurat bayangan hitam yang muncul dari dalam celah kamarku. Kurasa pandanganku tak salah, memang tak jelas namun kurasa aku benar- benar melihatnya.
Tanganku terangkat untuk meraih segelas air putih yang Elise suguhkan di atas meja makan ini. Menyudahi acara makan malamku dengan cepat. Walau belum habis, namun cukup untuk membuat perutku terasa kenyang.
"Kau sudah selesai?" Ujarnya dengan mendongak menatap tubuhku yang sudah beranjak dari kursi.
Aku mengangguk memberi isyarat bahwa aku sudah selesai dengan makan malamku, lalu menaruh piring yang kugunakan kedalam bak cucian piring.
"Aku ingin kekamar terlebih dahulu," ucapku dengan berlalu memasuki kamarku.
Kututup pintu kamar ini dengan rapat, aku yakin penglihatanku tak salah. Aku benar-benar melihat sebuah bayangan dari dalam kamarku tadi. Namun di sini tak ada siapapun yang kulihat. Apa aku salah lihat?
Kakiku melangkah kearah jendela yang terdapat di dalam kamarku, membuka tirai yang menutupnya perlahan, sepi. Situasi malam benar sepi. Aku rasa udara diluar cukup dingin karena aku dapat melihat pepohonan yang bergoyang karena hembusan angin yang cukup kencang.
Tubuhku beranjak untuk berbaring di atas ranjang yang lembut, badanku bergerak untuk mencari posisi senyaman mungkin. Tanganku menarik selimut tebal untuk menghangatkan tubuhku. Hari yang panjang. Namun sangat menyenangkan, rasanya bibirku tak akan berhenti untuk tersenyum mengingat tingkah laku Julian. Bocah polos yang sialnya akan berubah menjadi pemburu sebentar lagi.
"Appolline ... "
Aku menoleh, lalu beranjak untuk duduk diranjang tidur. Mataku menatap nyalang kesekitar ruangan ini, Aku seperti mendengar suara lelaki itu, halusinasiku mulai meningkat.
"Sebelah sini"
Tidak, ini benar benar nyata. Aku menoleh kebawah. Suara tadi berasal dari balik ranjang tidurku. Kakiku menapak untuk turun perlahan, aku bersumpah akan berteriak bila menemukan sosok menyeramkan dibalik kolong tempat tidurku.
"Kau ... " Mataku terbelalak saat posisiku sudah bertumpu dan membungkuk dilantai "Julian, apa yang kau lakukan di sini bodoh?"
Kepalaku menoleh kearah jendela, aku menutupnya namun tidak menguncinya. Sialan. Dan dari mana bocah ini tau tempat tinggalku?
"Kata katamu kasar sekali, bersikap sopanlah pada seorang tamu!" ujarnya merenggut dan berjalan menutup tirai dikamarku, lalu duduk di atas ranjangku tanpa rasa bersalah.
"Pada seorang tamu yang masuk ke dalam kamar tidur seorang wanita melalui jendela? Seperti itu?"
Ia merutuk dan mendesah kesal padaku, "ok, aku minta maaf atas kelancanganku"
Aku mengangguk, lalu berjalan kearah pintu kamarku dan mengunci knop pintunya. Entah apa yang akan dilakukan Elise bila menemukan Julian di sini. Mungkin sebuah pantat panci akan mendarat dibokongnya.
"Jadi, apa yang kau lakukan di sini? Dan ... dari mana kau tahu rumahku?"
Kakiku melangkah lalu mengambil tempat yang berhadapan dengannya. Kusandarkan tubuhku pada sudut kursi yang berhadapan dengannya. Lelaki ini menoleh kearahku santai, namun aku tahu ia memikirkan sesuatu. Entah itu jawaban atas pertanyaanku atau suatu hal yang lain.
"Aku mengikutimu," ucapnya diiringi dengan cengiran bodoh disudut bibirnya.
Bukankah ia pulang terlebih dahulu? Bocah ini benar benar sulit untuk ditebak. Dan aku bersumpah tak akan tertipu dengan tampang polosnya untuk kesekian kalinya.
"Tujuanmu datang ke sini, apa tujuanmu datang ke sini?"
Tanganku terlipat didepan dada, gerak gerikku benar benar menunjukkan bahwa aku tak main main. Setidaknya untuk saat ini.
"Ayolah Appolline berhenti mengintrogasiku seperti ini," jawabnya malas dengan merengek, pandangan matanya menyiratkan permohonan. Cih, sayangnya hal itu sama sekali tak membuat hatiku luluh.
"Tujuanmu." Titahku kembali dengan cepat.
"Ok, aku hanya ingin bermain. itu saja, apa salah?" Jawabnya dengan wajah memelas, aku benar benar ingin terbahak melihat wajahnya, namun kuurungkan niatku. Itu lebih baik dari pada Elise curiga dan datang kekamarku nantinya.
"Tapi ini sudah malam Julian, bisakah kau pulang? Bagaimana bila mereka mencarimu lagi?"
Pandangan mataku melunak untuk membuat ia mengerti, aku tak mau bila penyihir pemburu lain menemukan Julian di rumahku, mereka benar benar tegas dan kejam. Lelaki ini mendecak dengan keras, menambah daftar perilaku tidak sopan yang ia lakukan di hadapanku.
"Pengusiran yang manis." Ia menatapku dengan tatapan bosan "Namun sayangnya aku ingin tidur di sini malam ini, ranjangmu nyaman juga," ujarnya dengan menekan permukaan ranjangku menggunakan telapak tangannya.
Aku berdiri lalu bersidekap dihadapannya menunjukkan bahwa aku tak setuju dengan keinginannya. Tidak, ia benar benar mencari masalah jika bermalam di sini.
"Tidak, itu ranjangku. Kau pergi dari sini sekarang" aku menarik tubuhnya yang berbaring dengan santainya di atas ranjangku.
Tanganku menarik tubuhnya sekuat tenaga, bocah ini benar benar menyebalkan. Ia hanya melakukan semua hal sesuai kemauannya tanpa memikirkan dampak akibat dari kelakuan yang ia perbuat.
"Ok, aku tak akan tidur di atas ranjangmu"
Ia bangkit dan menghentakkan kakinya dengan kesal, raut wajahnya tertekuk, mulutnya tak berhenti mengeluarkan rutukkan dan sumpah serapah yang mungkin akan membuat masalah bila ia lakukan di hadapan Ratu Slovia.
Pandangan mataku teralih pada tangannya yang menggenggam erat bantal tidur putihku, membawanya untuk berbaring dilantai bersamaan dengan tubuhnya.
"Hei itu bantalku!" ujarku dengan menarik bantal itu dari bawah kepalanya.
"Aduh!"
Kepalanya terantuk dilantai kayu rumahku, ia meringis lalu bangkit dari tidurnya dan mencoba merampas bantal tidurku dengan kasar.
"Cih, kau pelit sekali Appolline!"
Berkali kali tangannya mencoba mengait bantal yang kusembunyikan di balik tubuhku, aku tak mungkin menyembunyikannya di atas kepalaku, tinggiku kalah dengannya meskipun umurku hampir sama dengan Julian. Umurku delapan belas, dan Julian akan menginjak delapan belas tahun sebentar lagi.
"Aku hanya ingin meminjam bantalmu Appolline" Ia masih merajuk dengan tatapan melasnya padaku, walau aku tahu itu hanya pengalihannya saja, aku yakin lelaki ini sebenarnya kesal dan jengkel.
"Ini milikku Julian!" Balasku sengit dengan menatap kedua bola matanya dengan kesal.
》》》》 To be continue 《《《《
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET DARKNESS I #History Of Sorrow
FantasyAppolline, harus diasingkan dari dunia iblis dan malaikat ketika tuhan menghukum kedua orang tuanya. Menyusup dan hidup memisahkan diri di dunia peri dan penyihir. Tanpa satupun teman, hanya dengan seorang ibu asuh bernama Elise. Namun semua beruba...