Part 4 : Kemarahan yang aneh

1.8K 194 5
                                    

Aku mendesah frustasi, bocah ini tak ada hentinya merengek dan mencoba mengait bantal yang kusembunyikan di balik tubuhku. Mataku mengerjap beberapa kali saat bayangan hitam dan suara derap langkah kaki terasa terngiang di kepalaku. Semua itu terasa berputar, mengisi fikiranku akan hal hal yang tidak aku mengerti.

"Appolline, kau baik baik saja?" Julian berhenti bergerak, menatapku dengan pandangan bingung yang sulit diartikan. "Apa aku melakukan sesuatu yang salah lagi?"

"Diam bodoh!"

Mataku kembali mengerjap, aku merasa bayangan yang melintas dikepalaku semakin besar. Mereka berjalan, ditengah malam yang terlihat dingin karena kabut yang muncul. Semuanya hitam, hanya cahaya bulan dan sebuah pedang yang terasa terekam jelas dimemoriku.

"Ada seseorang yang menuju ke sini, pergi Julian. Aku takut jika mereka seorang penjaga!"

"Kau seperti para penyihir Appolline, selalu menebak - nebak hal yang akan terjadi nanti"

Ia berujar cuek dan kembali menghempaskan tubuhnya di atas ranjangku, tanganku mengait jemarinya, menarik tubuhnya agar kembali berdiri dan lekas pergi dari tempat ini.

Bayanganku tak pernah salah, apa yang terlintas difikiranku seakan sebuah pertanda akan sesuatu yang akan kuhadapi nanti. Hanya sekilas, namun tak pernah meleset sedikit pun. Dan hal yang sedikit menakutkan ketika aku membayangkan beberapa orang bertubuh tegap dengan pedang ditangan mereka. Mereka penjaga. Jelas mereka para penjaga yang mencari Julian.

"Kumohon Julian ... pergilah!"

Ia berdecak malas, lalu beranjak bangkit dari ranjangku, "Kau benar benar mengusirku ya?"

"Aku memohon, sungguh. Mengertilah Julian" Pintaku sambil menumpukkan kedua tanganku di hadapan wajahku, memberi isyarat bahwa aku benar benar memohon untuk saat ini.

"Ok, baiklah. Aku akan pergi, dan jangan merajuk agar aku kembali," ujarnya kesal dengan membuka tirai jendela kamarku lalu melompat tanpa menoleh atau mengucapkan sepatah katapun.

Ia marah.

Dasar kekanak kanakan.

"Appolline apa kau di dalam?"

Aku menutup jendela dan tirai dengan cepat saat suara Elise menghentakkanku dari berbagai hal yang berkecambuk dalam fikiranku, kakiku beralih untuk membuka pintu kamarku dengan cepat, membiarkan Elise masuk dan menatap menelisik ke sekitar ruangan kamarku.

"Ada apa Elise?" Ujarku dengan kedua alis bertautan.

"Ada para penjaga di depan, ia mencari putra Ratu Slovia ke setiap rumah, apa kau mengetahui sesuatu?"

Aku menggeleng dengan cepat, benar dugaanku, para penjaga mencari Julian. Dan aku beruntung telah mengusir bocah itu pergi, walau dengan usaha yang mati matian.

"Tidak, aku baru saja ingin beranjak tidur tadi"

Elise mengangguk, lalu membalikkan tubuhnya sebelum kembali berbalik.

"Aku harap tak ada rahasia diantara kita Appolline," ucapnya sebelum menghilang dibalik pintu kamarku

~*~

Untuk pertama kalinya, aku tak pernah merasa bersalah seperti ini pada Elise, aku tak bermaksud untuk membohonginya, aku hanya belum bisa untuk menjelaskan semua yang terjadi padanya. Lagi pula aku tak mungkin mengatakan bahwa Julian berada di dalam kamarku tadi, ditambah dengan tingkah lelaki itu yang menerobos masuk melalui jendela kamarku. Elise pasti marah besar.

Aku beringsut dari ranjang, berjalan keluar dari kamar tidurku menuju kamar tidur Elise, namun wanita itu tak ada di dalam kamarnya. Ruang tamu kosong, Ruang makan kosong, tak ada suara gemercik air yang terdengar di kamar mandi. Kemana perginya Elise?

Pandangan mataku teralih saat mendengar suara bangku yang bergeser dari dalam suatu ruangan, gudang. Aku tak pernah masuk kedalam sana, yang aku tahu Elise selalu menyimpan barang barang kesayangannya di sana.

"Elise?"

Aku memutar knop pintu perlahan, wanita itu menoleh, lalu menyimpan berbagai macam kertas yang berserakkan di atas meja kayunya, kertas dengan simbol simbol aneh yang tak pernah kulihat sebelumnya. Elise berhenti sejenak dari aktivitasnya, mengangguk kecil memberikan isyarat agar aku melangkah masuk ke dalam.

"Ada apa sayang?"

Kakiku melangkah mendekat, "Perihal hal yang tadi" Aku menggantung perkataanku "Maafkan aku Elise, aku tak bermaksud membuat suatu rahasia darimu ... Aku hanya belum bisa menceritakannya, rasanya masih sedikit sulit. Entahlah, aku tak mengerti"

Elise mengangkat kedua alisnya, kemudian mengangguk diiringi senyum hangat yang tercetak jelas diwajahnya.

"Aku mengerti, namun kau tetap berhutang cerita padaku ok ? katakan padaku saat kau sudah siap," ujarnya.

Aku mengangguk, lalu menelisik kesekililing ruangan ini. Tempat ini sangat kuno, dengan beberapa figura tua yang terpajang rapih di atas dinding yang usang. Buku-buku tebal tersimpan secara asal pada rak rak kayu, aku yakin tempat ini sangat jarang dibersihkan, bila aku dapat menebak—akan ada debu tebal di tanganku bila aku menyentuh lemari kayu tersebut dengan jemariku.

"Aku baru pertama masuk ketempat ini"

"Ya, kau selalu takut karena ruangan ini terlalu gelap dan sempit," jawabnya dengan diiringi sebuah kekehan kecil. "Dan kau akan menangis bila aku mengajakmu masuk ketempat ini"

"Itu sewaktu aku masih kecil Elise, aku sudah tidak takut kegelapan lagi sekarang," ujarku mengelak.

"Mengapa kau masih menyimpan barang-barang ini?" ujarku dengan menatap beberapa kertas yang terjatuh di atas lantai. Pandanganku teralih, menatap beberapa botol kaca kecil yang ia biarkan tergeletak disudut ruangan.

Aku meraih beberapa lembar kertas usang yang berserakan di atas lantai, meletakkannya di atas lemari kayu dengan mengabaikan tulisan dan symbol symbol aneh yang terukir di sana.

"Barang itu penting sayang, aku masih membutuhkannya nanti" Ia kembali tersenyum manis, "Kembalilah ke dalam kamarmu, ini sudah malam, istirahatlah"

Aku tersenyum lalu mengangguk, "Selamat malam Elise"

"Selamat malam Appolline"

Aku berbalik memasukki kamarku, setidaknya kini aku merasa lega, Elise tidak marah padaku. Aku menutup jendela kamarku saat aku merasakan angin malam yang berhenmbus masuk, seingatku aku sudah menutup jendela kamarku. Atau mungkin aku lupa menguncinya dan angin berhembus dengan sangat cepat?

Kuhempaskan tubuhku di atas ranjang tidurku, tanganku meraba suatu remasan kertas yang berada di balik punggungku, membuka perlahan kertas usang tersebut.

'Temui aku di taman besok pagi jika kau ingin aku memaafkanmu'

Tanpa perlu menebak, aku tahu siapa yang menulis pesan sialan ini.

.

.

.

》》》》 To be continue 《《《《

SECRET DARKNESS I #History Of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang