Part 30 : Dunia Arwah

989 103 26
                                    

Untuk beberapa saat--aku hanya dapat terdiam dengan mengabaikan semua kemungkinan buruk yang akan menimpaku. Semua rasa takut, khawatir, gugup, juga rasa penasaran, kini seakan bergemuruh menjadi satu. Aku tak bisa merasakan perasaan apa yang mendominasi diriku saat ini. Yang jelas-- aku bisa mendengar degup jantung yang berdetak dengan kencang.

Kini, aku berada dalam posisi dimana aku akan menentukan kemana perjalanan ini akan berakhir. Semua perjalanan yang kulakukan beberapa waktu lalu akan kumulai seorang diri disini.

Di sebuah jembatan yang menjadi perbatasan antara dunia penyihir-- juga dunia arwah.

Aku tak akan ragu untuk mengatakan aku merasa takut. Rasa takut yang sama yang sempat kurasakan saat aku harus berhadapan langsung dengan Ratu Slovia. Namun rasa ini berbeda, aku tak tahu seperti apa dan siapa saja sosok yang akan kuhadapi di luar sana. Hanya kata demi kata yang tertulis di surat Elise-- yang menjadi bekal bagiku sekarang.

"Masuklah, purnama sudah tiba" Lelaki itu bergumam dengan mendongak ke langit, memandang lurus pada bulan purnama yang terlihat bersinar di sela- sela kabut malam.

Aku tak sadar kami di selimuti cahaya purnama, sedari tadi yang kami temui hanya rimbunnya pepohonan yang di perparah dengan lebatnya kabut malam. Namun saat kami tiba di depan gerbang Dunia arwah, hanya terdapat kabut putih dan ranting ranting pohon tua yang tersisa disini.

"Aku akan pergi" ujarku dengan meneguk salivaku berat.

Langkah kakiku terhenti saat aku merasakan jemari Julian yang mengeratkan jemariku yang sebelumnya ia genggam. Julian mengatakan agar aku lekas pergi, namun mengapa kini ia justru menahanku?

"Ada apa?"

Lelaki itu hanya diam-- namun jemari tangannya masih meremas jemariku dengan erat, menahan langkah kakiku untuk berjalan semakin jauh. Ia belum mengatakan sepatah katapun, tapi melalui sorot matanya-- aku tahu ada sesuatu yang ia tahan. Sesuatu yang membuatnya menahan diriku untuk melangkah.

"Julian--"

"Berjanjilah untuk kembali"

Lelaki itu menoleh, memandang diriku dengan sorot matanya yang dalam. Aku tahu ia mencoba bersikap tenang dan dingin seperti biasanya, namun matanya tak dapat berbohong. Netranya menjelaskan sesuatu yang lain.

"Appolline"

Aku mengeguk salivaku dengan berat, aku tak bisa berjanji-- maksudku, aku bahkan tak tahu apa yang akan kuhadapi di depan sana. Aku merasa bahwa aku tak memiliki apapun untuk bertahan-- yang membuatku masih bertahan sampai saat ini hanyalah sebuah kepercayaan. Rasa percaya yang Elise dan seluruh penyihir berikan padaku.

"Mengapa kau hanya diam?"

"A-- aku" Aku kembali menutup mulutku dengan rapat. Apa yang harus kukatakan? Aku tak bisa menjajikan sesuatu yang belum kuketahui dengan pasti. Aku tak tahu seperti apa dunia arwah, dan bagaimana aku bisa bertahan disana.

Aku mendongak, menatap Julian yang tidak mengalihkan pandangannya dariku. Wajahnya masih datar, namun dari matanya-- aku dapat melihat kekhawatiran yang tersirat disana. Ia selalu dingin, ia masih berusaha untuk menutupi rasa pedulinya padaku.

"Julian, a--aku"

Cup!

Mataku terpejam saat bibirnya menyentuh lembut bibirku. Aku menahan nafasku-- berusaha menetralkan degup jantungku yang kini semakin berdetak dengan tidak beraturan. Aku tak bisa melakukan apapun-- sekalipun hanya untuk membalas ciuman yang ia berikan. Aku terlalu terkejut dengan semua yang terjadi, rasanya ini semua terjadi dengan sangat cepat.

Pada waktu yang tidak tepat,

Di sebuah jembatan yang menjadi perbatasan antara dunia arwah dan dunia penyihir.

SECRET DARKNESS I #History Of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang