Part 19 : Padang ilalang

1.3K 130 13
                                    

  Aku memandang tubuhnya yang bergerak semakin menjauh, aku tahu ia belum memberikan jawaban yang pasti, dan aku  bukan Elise yang pandai memahami isi hati seseorang hanya melalui pandangan mata, apa yang dapat kulihat sampai saat ini adalah julian yang berbeda dari sosok yang kukenal sebelumnya.

  Kutarik nafasku panjang lalu memulai berbalik dan melangkah menuju tempat pelatihan para penyihir, bila ada daniell aku tak perlu sungkan dengan mereka semua, namun mengingat aku masih dianggap sebagai penyebab meninggalnya daniel di kubu para pemburu, beberapa dari mereka masih memandangku dengan sorot mata yang penuh kebencian.

  Walau mungkin bukan hanya diriku, Julian pasti menerima hal yang sama.  sekalipun pada akhirnya ia memutuskan untuk menolongku dan Elise. namun mengingat latar belakangnya sebagai pemburu, ia tak luput menjadi sasaran kebencian.

  Aku memandang ketempat pelatihan para penyihir, dari sini aku dapat melihat para penyihir yang tengah sibuk dengan apa yang mereka lakukan, semua penyihir ditempat ini mengenakan tameng baja bewarna cokelat gelap. dengan penutup kepala yang melindungi kepala mereka masing masing.

  Sedangkan aku tak melihat Julian disini, aku tak tahu bocah itu pergi kemana. tapi kurasa ia tak akan bergabung bersama para pemburu lainnya, aku tak sebodoh itu untuk memahami bahwa lelaki itu hanya membuat alasan untuk menghindari pertanyaanku tadi. 

  "appolline"

  Pandanganku teralih, memandang seorang Gadis, maksudku- aku tak tahu ia sebenarnya apa, ia penyihir pastinya, namun aku baru melihat penyihir yang memiliki tanduk kecil di atas kepalanya.

  "Kau memanggilku?"

  Ia memutar kedua bola matanya, kemudian mendekat. Aku belum pernah melihat gadis ini sebelumnya. atau lebih tepatnya, aku baru mengenal Danielle dan Elise di tempat ini.

  "Tentu, kau fikir berapa orang yang memiliki nama appolline disini hah?" 

  Aku menatapnya dalam diam, menunggunya agar lekas berucap.

  "Kau mengenal lelaki itu, hanya kau yang pernah berbicara dengannya. Katakan padanya, bahwa ia harus melatih para penyihir dimulai dari matahari muncul di balik air terjun itu, sampai matahari berada lurus diatas sana"

  Aku mencerna perkataannya dengan baik, yang ia maksud jelas Julian. kufikir mereka tak mau dilatih Julian.

  "Kufikir kalian tak mau dilatih olehnya"

  "Apa kami punya pilihan lain?" Ia menghela nafas, lalu menggantung pedang yang sebelumnya ia bawa diatas sebuah kail kail kayu yang digunakan untuk menggantungkan perkakas yang mereka gunakan untuk berlatih.

  "Bila aku mengikuti egoku, aku ingin sekali mencekikmu dan kekasihmu itu. a-"

  "Kami bukan sepasang kekasih. ia hanya temanku" aku memotong perkataannya dengan cepat. Ia jelas salah paham.

  "Teman? hingga kau memutuskan untuk menjemputnya ke pelatihan pemburu walau kau tahu resiko apa yang akan kau hadapi? manis sekali"

  Ia melepas tameng cokelat yang sebelumnya ia pakai, meletakkannya diatas permukaan tanah dengan merenggangkan tubuhnya.

  "sungguh"

  "Terserah apa katamu. Yang jelas, katakan pada lelaki itu untuk melatih kami." Ucapnya singkat dengan berbalik melangkah menjauh dari tempatku berdiri sekarang. Dari cara bicaranya, kurasa gadis itu tak terlalu menyukaiku.

  Oh, semua memang tidak menyukaiku.

.
.
.
.

  Aku masih diam dengan memandang langit langit kamar yang kutempati saat ini, diam dalam temaramnya lilin kecil yang terdapat disamping ranjangku. Sejujurnya ini memang lebih nyaman dari ranjang dirumahku, ranjang ini dilapisi kain sutra lembut juga bulu bulu hewan yang halus. Namun aku merasa tak nyaman. ada sesuatu yang seakan mengganjal dalam benakku.

SECRET DARKNESS I #History Of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang