Part 36 : Kembali seperti awal

1.4K 115 48
                                    

Dari kejadian beberapa waktu lalu. Aku mulai mencerna beberapa pelajaran yang dapat kupetik, tentang bagaimana untuk terus berjuang dalam sebuah tekanan, bagaimana membangun ikatan dan sebuah kepercayaan--hingga bagaimana untuk belajar merasakan kehilangan.

Aku masih ingat rasa itu, saat dimana aku merasa bahwa dadaku benar benar sesak. Rasa takut benar benar mengambil alih dariku. Aku merasa seakan nafasku tercekat. Katakan aku berlebihan--namun aku bersumpah aku tak ingin merasakan hal itu lagi. Rasa itu benar benar menyakitkan.

Dan Elise mengatakan padaku bahwa itu cinta.

Rasa sakit yang terlampau kurasakan, disebabkan karena aku mencintai Julian.

Ia mengatakan, bahwa cinta yang hadir akan menciptakan dua hal. Kebahagiaan bila kedua insan dapat di persatukan, dan rasa sakit yang dalam bila kedua kasih itu harus di pisahkan.

Kurasa aku telah merasakan keduanya.

Dan disini lah aku sekarang, duduk pada salah satu dahan pohon yang terdapat di tempat latihan para prajurit. Aku tak bisa mengatakan ini tempat latihan para pemburu, ataupun penyihir murni. Saat ini, mereka berlatih bersama. Setelah Elise kembali meraih tahta istana dengan mengatakan kenyataan yang terjadi sebenarnya.

Tahta kerajaan kembali terpusat, saat ini kastil ini tidak lagi dikatakan sebagai kastil pemburu. Namun kastil ini merupakan pusat kepemimpinan Elise--atau aku harus membiasakan untuk memanggilnya Ratu Califten? Saat berdua, aku tetap akan memanggilnya Elise.

"Satu jam lima belas menit, dan kau belum kembali dari lamunanmu"

Aku tersentak saat sebuah suara kembali menyadarkanku. Aku mendongak, melotot menatap Julian yang kini terduduk bersandar pada dahan pohon yang berada sedikit diatasku. Aku tak sadar kapan lelaki ini naik. Atau memang--ia sudah berada disini saat aku datang?

"Siapa yang terlebih dulu sampai disini?" Aku bertanya dengan alis berkerut.

"Diriku" Ujarnya dengan raut wajah datar. "Kau datang dengan raut wajah kusut. Dan terduduk disana satu jam lalu"

Aku merenggut, memandang Julian yang beringsut untuk melompat turun hingga ia berada pada dahan yang sama denganku. Lelaki itu belum bergabung untuk berlatih, fisiknya memang belun pulih dengan sempurna. Namun jangan pernah memintanya untuk berisitirahat, ia benar-benar kepala batu. Ia tak akan mendengarkan siapapun selain dirinya sendiri.

"Aku bertaruh, kau masih kalah dalam bermain pedang dengan Alora?"

Aku mengangguk cepat, ia tahu betul. Jelas--ia mengamati kami secara diam diam dari tempat ini. Ia meletakkan telapak tangan kirinya di puncak kepalaku, menepuk kepalaku lembut dari tempatnya duduk sekarang.

Apa mereka akan berciuman?

Alisku berkerut, memandang kesekitarku dalam diam. Aku tahu Julian merasakan hal yang sama. Ia jelas mendengar kasak-kusuk suara yang terjadi di sekitar kita.

Diamlah, aku juga menunggunya.

Hidung besar, menyingkir sedikit--aku juga ingin melihat!

Kakimu bau! Biar aku yang berada didepan!

Aku menarik nafas dan memejamkan mataku, aku jelas tahu siapa mereka. Satu satunya makhluk yang tidak pernah berpisah--namun juga selalu bertengkar ketika bersama.

Julian meraih salah satu buah yang berada di pohon ini, buahnya tak terlalu besar--juga tak terlalu kecil. Lelaki ini memandang datar pada semak belukar di belakang kami. Melempar buah tersebut dengan kencang ke arah sumber suara.

"Lari!"

Aku menatap--satu, dua, tiga--lima. Lima Domocros yang melompat keluar dari arah semak belukar. Mereka berlari dengan cepat, merutuk dan tidak berhenti untuk mengumpat saat salah satu dari mereka menabrak satu sama lain.

SECRET DARKNESS I #History Of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang