Tujuh: Gebetan, Peka Dong!

132 12 2
                                    

Gebetan kapan pekanya cobaa??

enjoy!

----------

7 - Gebetan, Peka Dong! -

----------

"Arkan ngejemput lo atau gimana?" Pertanyaan Bayu di tujukan kepada Shasi yang sekarang tengah duduk di teras. Cewek itu menoleh pelan, lalu bergumam tak jelas. "Lo lagi ngomong atau kumur-kumur? Yang jelas dikit, kek!"sungut Bayu.

"Ketemuan di toko buku perempatan sono, emangnya kenapa?"tanya Shasi, sedikit jengkel. Dia masih tidak bisa melupakan perkataan Bayu tadi pagi yang di mana cowok tengil itu menyebut dirinya tak pandai dalam olahraga. Ya, walaupun itu sesuai dengan kenyataan tetap saja Shasi rasanya ingin membunuh Bayu saat itu juga.

"Gue anter,"

"Hah? Nggak usah, gue bisa jalan sendiri."jawab Shasi. Cewek itu lantas langsung berdiri, berniat untuk menjauh dari Bayu. Tapi, Tuhan berkata lain, Bayu malah menahan lengan Shasi dan cewek itu seketika berhenti. "Ada apa lagi? Gue keburu telat, nih."

Bayu menunjukkan kunci motornya sambil menyeringai, "Kalo, cewek bilang 'nggak mau', berarti cewek itu 'mau', 'kan? So, ayo sini gue anter." Bayu menarik lengan Shasi dan Shasi bingung dengan dirinya yang kenapa tidak mencoba untuk memberontak?

Bayu memberikan satu helm ke Shasi, "Gue 'kan nggak mau di anter sama lo, Bai. Gue mau jalan sendirian." Bayu mendecak sebal, sehari saja cewek ini tidak keras kepala, bisa? Kalau, bukan Shasi ini seorang cewek, udah habis kali dia. "Shasi, beri satu alasan yang lain kenapa lo nggak mau gue anterin?"tanya Bayu, tersenyum manis.

"Simple, karena gue nggak mau aja." Bayu kembali mendecakkan lidahnya dan menatap jengah Shasi. "Itu bukan alasan, bego!"

"Nggak usah pake bego, bisa? Sok pinter banget lo, kimia aja cuma dapet dua lima, yaa hahaha."sahut Shasi. Dan, cewek itu berhasil membuat Bayu terdiam. Cowok itu diam-diam mengagumi Shasi karena cewek itu bisa membuatnya diam tak berkutik, hebat!

"Oke, gue minta maaf gara-gara nyebut lo bego. Jadi, bisa lo kasih tahu alasan yang sebenarnya, hah? Gue capek nunggu lo jawab pertanyaan sesimple itu." Bayu duduk di atas motornya dengan helm hitam dia sengaja peluk dengan erat. Shasi menggigit bibirnya pelan, "Gue cuma nggak mau ada peganggu doang."

"Lo sendiri tahu, 'kan? Gue suka sama Arkan dan ini untuk pertama kalinya dia ngajak gue keluar. Dan, gue pastinya nggak mau ada orang ketiga. Lo juga pasti bakalan sama kayak gue kalo lo lagi ngadepin masalah kayak gini."

"Jadi, intinya lo nggak suka keberadaan gue di sekitar lo, begitu?"tanya Bayu, terdengar datar dan dingin. Aduh, Shasi sungguh tak bermaksud membuat Bayu berpikiran sampai segitunya. Entah kenapa, Shasi jadi merasa bersalah ke cowok manis yang ada di depannya itu.

"Bukan gitu, goblok!!" Belum selesai Shasi melanjutkan perkataannya, Bayu sudah terlebih dahulu menyela, "Goblok? Sok pinter banget sih lo jadi orang, nilai kimia tiga puluh aja, sok ngatain orang goblok." Shasi mengerjap. Kenapa Bayu bisa membalikkan perkataannya yang tadi?

"Jangan ngomongin kimia, elah. Jadi, intinya, gue bukannya nggak mau kalo ada lo, Bai. Gue cuma pengen berduaan doang sama Arkan. Oke, jadi biarin gue berangkat sendiri." Shasi mengembalikan helm yang tadi di berikan oleh Bayu. Cowok itu mendengus pelan, perasaan cemburu dan kesal menjadi satu saat ini. Shasi tidak mau berangkat bersamanya. Padahal, Bayu sudah merencanakan sesuatu, tapi melihat wajah sendu Shasi, entah kenapa cowok manis itu langsung terenyuh dan tidak tegaan.

"Kenapa lo nggak naik motor aja, Si?" Pertanyaan bodoh. Rutuk Shasi dalam hatinya.

"Bayu tengil, sejak kapan diriku bisa ngendarain motor, heum?"tanya Shasi, sedikit sarkastik. Bayu menaikkan sebelah alisnya, lalu membalas ucapan Shasi dengan santai, "Heloo? Gue ngomong 'naik' ya, bukan 'ngendarain', kuping itu di pake, Mbak." Shasi memerah karena menahan amarahnya. Lalu, dia menginjak kaki Bayu dan setelah itu pergi meninggalkan Bayu yang tengah meringis kesakitan.

ARSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang