Page 5

6K 313 1
                                    

"Aduh gimana kalo gak di terima?"

"Kalo Aira malah ilfeel gimana?"

"Jantung gue dag-dig-dug teu puguh, Njing."

Cerocosan dari mulut Adrian tak ada henti-hentinya ditambah ia mondar-mandir seperti setrikaan.

Revan, Rafa serta Runa menatap sahabatnya bingung.

"Dri, 'kan yang mau menyatakan cinta si Revan kenapa malah lo yang pusing?" tanya Rafa sambil menyomot cemilan di hadapannya. Sekarang mereka sedang berada di rumah Revan. Revan sengaja mengumpulkan semua sahabatnya kecuali Aira untuk memberitahu bahwa ia akan menyatakan perasaan nya pada Aira.

"Raf, ini tu beda, untuk pertama kalinya Revan mendeklarasikan perasaan nya sama cewek. Kalo gak diterima gimana? Kalo Aira malah lari? 'Kan Revan juga nanti yang malu. Terus kalo Revan depresi gara-gara ditolak?, 'kan kita juga yang repot." Adrian menjelaskan itu tepat didepan wajah Rafa yang membuat Rafa menjauhkan kepalanya. Setelah itu Adrian kembali melaksanakan kegiatannya.

Sedangkan Revan malah terlihat santai dengan hp berada ditangannya.

"Van, jadinya kapan?" tanya Runa sambil memakan sebatang coklat ditangannya. Ia pikir dengan memakan coklat dapat sedikit menyembuhkan luka di hatinya.

Adrian yang sedang mondar-mandir berhenti mendengar pertanyaan Runa lalu mentap Revan. Revan mendongak dari hp nya dan melihat satu-satu sahabatnya yang juga sedang melihatnya.

"Sekarang." Revan bangkit dari duduknya lalu mengambil gitar yang berada dimeja tak lupa dengan sebuket bunga mawar pink. Bunga favorit Aira.

"WHAT?!"

"Aira, Aira mau gak jadi pacarnya Revan?" Revan menyodorkan sebuket bunga mawar pink kehadapan Aira yang kini sedang menutup mulutnya tak percaya, setelah sebelumnya ia mendapat nyanyian dari pemuda di hadapannya. Kegiatan muda-mudi ini pun tak luput dari penglihatan orang-orang yang sedang berlalu lalang disekitar komplek perumahan itu. Rafa, Runa dan Adrian menahan nafas mewanti-wanti satu kata yang akan terlontar dari mulut Aira 'iya' atau 'tidak'.

"Terima.. Terimaa."

"Terimaa.. Terima.."

Sorakan itu dikeluarkan oleh para penonton dadakan.

"Iya, Aira mau." jawab Aira dengan malu-malu. Dan terdengar teriakan-teriakan untuk menggoda Revan maupun Aira yang beberapa detik yang lalu merubah status dari sahabat menjadi pacar. Revan dengan rasa bahagia nya yang membuncah tanpa babibu langsung memeluk Aira dengan senyuman yang terukir.

Mendengar satu kata yang terlontar dari Aira membuat salah satu organ dalam tubuhnya retak. Tapi tak ayal iya tersenyum melihat sahabatnya Revan menemukan kebahagiannya dan untuk Aira ia merasa bahagia karena Aira telah memilih keputusan yang tepat dengan memilih Revan, yang notabene nya adalah salah satu orang terdekatnya. Yang berarti ia sudah mengetahui bagaimana sifat dari seorang Revan. Runa pikir, mungkin ini yang disebut dengan pengorbanan seorang kakak kepada adiknya. Walaupun itu membuatnya sakit.

Perlahan tapi pasti Runa berjalan mundur tak ingin hatinya yang sudah retak bertambah hancur berkeping-keping.

Malam yang dingin bertambah dingin dengan datangnya angin yang berhembus secara perlahan tetapi mampu membuat kulit terasa di guyur air es.
Ternyata dinginnya malam tak membuat Runa beranjak dari balkon kamarnya.

Dengan segelas coklat panas digengagamannya Runa menatap jalanan dihadapannya dengan tatapan kosong.

"Hoii!!!"

Dear TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang