Page 14

5.4K 308 3
                                    

"BBM tuh hewan apa sih?" Tanya Adrian. Sekarang, Revan, Rafa, Runa, serta Aira sedang berkumpul dikelas menunggu jam pertama dimulai.

"Emang kenapa?" Balik tanya Revan.

"Kok, bisa naik?" Kata Adrian. Keadaan hening seketika. Semua orang menatap Adrian. Sedetik setelahnya tawa semua orang merebak.

"Bisa aja lo!" Kata Runa disela-sela tawanya.

"Eh tai!!" Teriak Rafa ketika penghapus papan tulis dikelas nya berhasil mengenai punggungnya. Rafa berdiri dengan wajah marah, tadi itu sakit sekali, sungguh.

"WOI! SIAPA YANG LEMPAR NIH PENGHAPUS!? SAKIT BANGET GILA! PUNGGUNG GUE KENA, BANGKE! "

Seusai teriakan Rafa yang menggelegar, seorang cowok dengan baju seragam yang dikeluarkan berjalan kearahnya.

"Gue." Ucap lelaki yang menghampiri Rafa tadi, yang ternyata Dion orang paling rusuk dikelasnya.

Rafa menjewer telinga Kiri Dion, "Oh jadi elo yang lempar gue pake penghapus bor?"

Dion berusaha melepaskan jeweran Rafa dari telinganya.

"Aw, aw! Gue gak sengaja Raf, sumpah."

"Gak sengaja gak sengaja bapak lo! Punggung gue nih yang kena,"

"Udah lah Raf. Gak sengaja juga dia." Kata Aira yang ikut meringis melihat telinga Dion yang sudah memerah.

Rafa mengalihkan pandangannya kearah teman-temanya bergantian, yang mengangguki perkataan Aira tadi.

Rafa menghela nafas, "Yaudah! Sana lo! Balik!" Rafa mendorong Dion yang sedang mengusap-ngusap telinganya.

"Raf," panggil Adrian ketika melihat Rafa sudah duduk dikursinya yang kini sedang meneguk air dari botol mineralnya.

"Hm,"

"Pms, ya lo?"

Pertanyaan Adrian membuat Rafa tersedak. Runa yang berada disebelah Rafa, dengan sigap mengusap-ngusap punggungnya. Yang membuat Rafa menatap nya sebentar lalu beralih pada Adrian.

"Maksud lo apaan?!"

Adrian mengangkat kedua bahunya, "Enggak. Lo masih pagi udah marah-marah aja."

"Ya kan gue marah-marah juga karena si kutu Di--"

Perkataan Rafa terpotong karena Doni, ketua kelas mereka memukul-mukul spidol pada papan tulis.

"Gini, karena semua guru lagi rapat, yang otomatis, JAMKOS!!!"

"ASEEKK!!!" Sorak semua penghuni kelas XI IPS 1 ini.

"Gak ada tugas, Don?" Tanya Revan. Doni menggeleng, "enggak."

"Alva!" Sorak Runa ketika melihat Alva memasuki kelasnya. Ia mengambil kursi kosong, membawanya ke tempat Runa berkumpul, lalu ia duduk.

"Hai Alva!" Sapa Aira sembari melambaikan tangannya yang dibalas senyum Alva. Alva ber adu tos bersama Revan, Rafa dan Adrian.

"Guru lagi pada rapat. Gue bosen dikelas. Temen-temen gue disana pada gak seru." Ucap Alva.

"Lo balik lagi aja ke kelas Sebelas. Barengan sama kita, ya gak?" sahut Revan.

"Bener tuh!"

Alva terkekeh dan menggeleng, "Enggak deh, makasih."

"Aww!"

Alva langsung berdiri dan menghampiri Runa yang meringis karena sebuah benda mengenai belakang kepalanya.

Alva meraba-raba kepala Runa dengan pelan dan mencari-cari jika ada luka atau tidak.

"Lo gak papakan?" Tanya Alva dengan raut wajah sangat khawatir. Runa menggeleng dan memegang kepalanya. Ia berbohong, sekarang kepalanya mulai berdenyut.

Dengan wajah merah marah Alva berteriak,

"SIAPA YANG LEMPAR LEMPAR NIH PENGHAPUS!? SINI!! SINI LO KALO BERANI!"

Dengan wajah takut, Dion yang lagi-lagi melemparkan penghapus karena sebenarnya ia bersama temannya sedang bermain lempar-lemparan dan untuk kedua kalinya dia salah sasaran. Dion menghampiri Alva yang kini wajahnya sudah seperti banteng mengamuk.

"G-g-gue kak." Kata Dion dengan menunduk.

"Lo itu kalo main-main jangan dikelas! Lo liat? Apa yang udah lo perbuat?!" Kata Alva semberi melirik Runa yang diikuti oleh Dion. Terlihat, Runa menunduk dengan kening berkerut dalam.

"Lo itu bisa aja nyelakain anak orang!"

"Kelakuan lo itu tak ubah nya anak TK!"

"Lo gue bakal laporin sa--"

Perkataan Alva terhenti karena melihat Aira yang sedang memanggil-manggil serta menggoyang-goyangkan bahu Runa dan tak ada respon dari Runa sendiri.

"Lun, lun." Panggil Rafa dan tak ada balasan.

"Run, Runa bangun. Hei!"

Gerah karena tak ada balasan dari Runa, Revan menyandarkan badan Runa di badan kursi.

"Astaga."

"Omaygat."

"Gusti."

Respon Para penghuni kelas XI IPS 1 melihat Runa yang mimisan sangat banyak hingga darahnya mengenai seragamnya. Aira yang menangis, ia sangat khawatir jika terjadi apa-apa pada sahabatnya itu.

Alva menggendong Runa dan berjalan menuju UKS.

□□□

Sudah dua jam Runa pingsan. Sahabat-sahabatnya bergantian untuk menjaganya. Dan kini giliran Varo yang menjaganya. Varo diberitahu oleh Alva jika Runa pingsan dan ada di UKS.

Varo ngotot ingin menjaga Runa walau kata Alva tidak boleh karena menganggu pelajarannya. Varo mengancam pada Alva jika ia tidak menjaga Runa, ia akan bersikap bar-bar kembali dan Alva tidak akan membiarkannya.

Runa mengerjapkan matanya dan memegangi kepalanya yang sedikit pusing.

"Dimana gue?" Gumam Runa. Ia melihat-lihat isi ruangan yang sedang ia tempati. "Oh, UKS."

Lalu mata Runa melihat Varo yang tidur dengan kepala berada ditangannya.

"Ro, Ro. Bangun!"

Varo menggeliat dan mengucek matanya. "Udah bangun, kak?"

"Iya."

"Udah baikan belum? Mau minum? Bentar, gue ambilin dulu." Baru saja Varo beranjak dari kursinya, Runa mencekal lengannya.

"Gak usah, disini aja. Temenin kakak,"

Varo mengangguk lalu kembali duduk. Terjadi kediaman yang amat sangat canggung terjadi. Sudah lama mereka belum berbicara dan inilah kali pertama mereka berbicara lagi.

Keberuntungan bagi Runa karena ia bisa berbicara lagi bersama Varo walau ia bingung mengapa Varo ada disini.

"Kak,"

"Hm,"

"Maafin Varo ya?"

Runa menatap Varo yang kini sedang menunduk. Runa tersenyum bahagia lalu mengacak-ngacak rambut Varo.

"Iya,"

Varo mendongak lalu memeluk Runa dengan senyum merekah bahagia.

"Makasih kak, makasih. Gue janji! Gue gak bakalan ngelakuian hal kayak kemarin-kemarin lagi. Gue janji, kak, janji. Gue sayang sama lo kak."

Runa menangis dan memeluk Varo erat.

■■■

9, September 2016.

Dear TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang