Page 9

5.3K 316 0
                                    

"Ra, cobain punya aku deh. Coklat lho enak tau." Kata Revan sembari menyodorkan cup berisi es krim rasa coklat.

Aira menggeleng,"nggak mau. Coklat pahit. Mendingan juga vanilla."

"Huh kamu mah. Yaudah deh kalo nggak mau."

Aira tersenyum lalu menggandeng tangan Revan. Ia seperti bermimpi bisa sedekat ini dengan Revan. Dekat bukan sebagai sahabat melainkan pacar, status yang Aira baru rasakan. Yang berarti Revan adalah cinta serta pacar pertama bagi Aira.

"Ra, mau kemana lagi nih," ucap Revan lalu mengecek jam tangan miliknya,"baru jam empat."

Aira tampak berfikir,"hmm... ke.. ke kafe aja yuk. Ajak sekalian temen-temen kamu." Ajak Aira antusias.

Revan terkekeh lalu mengacak-ngacak rambut Aira.

"Lets go!"

Sepulang sekolah tadi Revan menjenguk Aira. Dan entah kebetulan atau apa Aira sedang sendiri dirumahnya. Karena kondisi Aira sudah membaik, Revan mengajak Aira untuk jalan-jalan sekitaran komplek, tadinya.

Untungnya Haris pada saat itu memberi izin untuk Aira. walaupun Haris sempat adu mulut lewat telpon bersama Aira. Dengan embel-embel pura-pura menangis yang digunakan Aira akhirnya Haris pun luluh.

Dan disinilah ia sekarang berkumpul disebuah kafe bersama teman-temannya. Tetapi ia melihat bingung seorang laki-laki yang kini sedang berbincang dengan Revan, Rafa serta Adrian.

Lalu Aira menyikut lengan Aruna yang kini mulutnya belepotan coklat yang sedang ia makan.

Aruna menoleh kearah Aira,"kenapa, Ra?"

"Itu siapa?" Bisik Aira.

Lalu Aruna melihat orang ditunjuk oleh Aira.

"Oh,itu. Dia Alva." Kata Aruna santai.

Kening Aira berkerut."Alva yang kakak kelas kita itu, bukan?"

Aruna mengangguk-anggukan kepalanya,"hooh."

"Dia gabung sama kita, apa gimana?"

Aruna menghendikkan bahunya,"gapunya temen kali."

Aira terkekeh lalu meminum milkshake stroberi miliknya.

"Aira."

Aira tersedak ketika ada orang yang memanggil namanya. Dengan gerakan kilat Revan membantu Aira untuk meminum air putih.

"Gak papa?" Tanya Revan sarat akan khawatir.

"Gak papa kok." Aira tersenyum.

"Lo gak papa kan?" Tanya pria yang tadi memanggil namanya tadi.

"Gak papa kok." Aira mengulurkan tangannya,"kenalin nama aku Aira."

Alva menjabat tangan itu,"Alva. Senang bisa kenalan sama lo." Alva tersenyum.

Revan berdehem. Aira melepaskan jabatan tangannya dengan Alva.

Aruna menghela nafas. Lalu beranjak dari kursinya.

"Gue ke toilet dulu deh."

"Gue anterin." Kata Alva dia juga ikut beranjak.

"Nggak usah."

"Gue anterin, Aruna."

"Nggak Alva! Gue bukan anak kecil lagi!"

Alva menghela nafas,"yaudah sana."

"Ada udang dibalik bakwan nih." Celetuk Adrian.

Revan menggetok kepala Adrian,"ada udang dibalik batu, bego!"

Adrian cemberut,"yaudah sih mas, suka-suka enneng."

Revan bergidik, Aira yang tertawa serta Rafa dengan wajah yang sulit diartikan.

Aruna membasuh wajahnya dengan air lalu mengeringkannya dengan tisu. Aruna memegang erat kepalanya.

Aruna mengobrak-abrik isi tasnya nya tetapi barang yang ia cari tidak ditemukan. Pasti tertinggal ketika ia habis meminumnya sebelum Aruna datang kesini.

Aruna menormalkan raut wajahnya seperti biasa walaupun sakit yang rasa sangat amat menyiksanya.

"Guys, gue cabut duluan ya." Kata Aruna tersenyum.

Alva beranjak dan membawa hp serta dompet yang ia taruh diatas meja.

"Gue anterin. Ayo!" Alva langsung menyeret tangan Aruna keluar dari kafe melihat wajah Aruna yang sudah sangat pucat.

Alva merangkul Aruna ketika berjalan menuju tempat mobilnya terparkir.

"Bang." Panggil Aruna dengan suara seperti orang menahan sakit dan memang itu yang sedang ia lakukan sekarang.

Alva menahan agar air matanya tidak tumpah mendengar suara Aruna yang langsung menggores hatinya ketika ia mendengarnya.

Alva mendudukan Aruna dikursi penumpang disebelah kursi pengemudi.

"Obat lo mana?!" Ucap Alva dengan tangan mengotak-atik tas ransel yang selalu Aruna bawa.

"Ketinggalan dirumah gue."
Alva berdecak. Ia mengemudikan mobilnya seperti orang gila menuju rumah Aruna.

Aruna berlari menuju kamarnya. Aruna mengobrak-abrik seluruh barang yang berada dinakas dekat tempat tidur tempat yang selalu ia gunakan untuk menaruh botol obatnya.

"Kok gak ada?!!"

"Lo naro tadi siang dimana?" Ucap Alva geram sendiri. Aruna yang ceroboh.

Masih setia memegangi kepalanya Aruna berucap,"disini! dinakas tempat tidur!"

"ARUNA!! LO DIMANA?! ARUNA! KELUAR GAK LO?!"

Aruna serta Alva dikagetkan dengan suara yang menggelegar sarat akab rasa amarah yang memuncak dari arah ruang tengah rumah Aruna.

Aruna dan Alva bergegas menuju asal suara. Dan disana Varo berdiri dengab wajah yang sangat menyeramkan.

Dengan kening berkerut Aruna bertanya.

"Ro, lo kenapa? --aww!" Kening Aruna berkerut sembari memegangi kepalanya. Raut wajah Aruna segera berganti ketika ia sadar siapa orang yang kini sedang memandang nya.

"KENAPA KAK?! KENAPA LO SEMBUNYIIN SEMUA INI DARI GUE? KENAPA? APA GUE PUNYA SALAH SAMA LO KAK?! IYA? HAH? JAWAB GUE, KAK! JAWAB!"

Alva menahan tangan Varo yang ingin mendorong Aruna.

Aruna menangis lalu matanya menangkap tangan Varo yang sedang menggenggam dua botol berisi obat didalamnya dan terisi penuh. Sialan! Itu miliknya.

"Ro, nanti kakak jelasin. Sekarang kakak minta obat nya dulu, please."

Kening Varo berkerut melihat sang kakak yang kini berlutut didepannya dengan raut wajah menahan sakit sekaligus pucat, tangannya bergetar dan air mata mengalir dari matanya. Rasa marahnya yang tadi meledak seolah menguap dan terbawa angin tergantikan dengan rasa khawatir.

"Varo! Berikan obatnya!" Seru Alva yang melihat Varo yang bergeming.

Dengan gerakan kaku Varo menyerahkan obat yang sedari tadi ia pegang erat-erat. Varo menatap Aruna dengan sorot mata yang sulit untuk diartikan. Perasaan marah, kecewa, khawatir menjadi satu.

Varo melihat sang kakak yang dengan gerakan grasak-grusuk meminum obatnya.

Sungguh, Varo seperti melihat seorang pecandu yang meminta narkoba. Seolah dunia nya tergantung pada barang-barang itu. Dan ya, itu yang ia lihat sekarang, namun Aruna meminum obat untuk kelangngsungan hidupnya.

Varo mendekati Aruna yang terbaring lemah disofa serta Alva yang berada disisinya.

"Sudah berapa lama?"

•••

5, Agustus 2016.

Dear TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang