Eight

280 15 2
                                    

Seperti biasa Vano akan menjemputku di kampus. Dia berdiri di depan Audi hitamnya dengan gaya sok coolnya. Sialan. Apa dia tidak bisa melihat tatapan lapar dari wanita-wanita yang lewat memandangnya. Kenapa pula dia tidak duduk saja di dalam mobil. Apa dia mau semua orang tau hubungan ku dengannya. ah. Laki-laki itu selalu saja membawaku pada posisi yang sulit.

" sudah kau tidak usah keluar dari mobil saat menjemputku!"

Dia menaikkan bahunya tidak peduli. lagi-lagi dia mengacuhkanku!

Aku duduk dengan gelisah. Ada yang aneh. Ini bukan jalan biasa ke rumahnya.

" kita mau kemana ?" tanyaku cepat.

" rumahmu" ucapnya datar

" apa ?"

***

" ibu, Dania rindu" ucapku manja sambil memeluk ibuku

Benar saja. Laki-laki itu membawaku menjenguk ibuku. Dia tidak masuk. Dia hanya berdiri di depan pintu. Katanya tidak mau mengganggu waktuku dengan ibuku. Aneh sekali biasanya dia dengan senang hati malah menggangguku

" Dania sayang. Kamu baik-baik saja, kan ? ibu juga sangat merindukanmu"

Aku memeluk ibuku erat. Bau ibu, dan sentuhan tangan ibu yang sangat ku rindukan. Ibu, rasanya aku tidak ingin pergi lagi dan ingin tinggal saja disini untuk selamanya. Tapi apa daya. Hidupku kini hanya tergantung pada pria yang berdiri di depan pintu rumahku.

" kenapa nak Vano tidak kamu ajak masuk Dania ?" tanya ibu sambil melepaskan pelukannya.

Ibuku tentu saja mengenal Vano. Karena memang dulu Vano tidak hanya dekat denganku, tapi juga ibuku. Laki-laki itu memang pandai sekali bersilat lidah dan mengambil hati wanita. Termasuk ibuku.

" biarkan saja bu. Dia sendiri yang mau. Lagi pula aku tidak ingin dia berada dekat dengan kita saat ini"

"husss, jangan begitu nak. Vano sudah baik padamu. dia sudah banyak membantu keluarga kita. Semestinya kamu berterimakasih padanya Dania" ujar ibuku membanggakan laki-laki itu

Kenapa ibu sangat memujinya seperti itu. padahal ibuku tahu bahwa dulu laki-laki brengsek itu telah mempermainkanku. Tapi tentu saja aku tidak sampai bilang dia memperkosaku! Bisa mati di tempat ibuku jika mendengar hal itu.

Aku hanya menahan amarah. Andai saja ibu tahu. Pasti ibu akan menarik semua ucapannya barusan.

" sudahlah bu. Aku malas membicarakan dia" ujarku malas dan mengalihkan pembicaraan.

Vano brengsek itu. Mantra apa lagi yang dilakukannya sehingga ibuku jadi membelanya seperti ini

***

Dalam perjalanan pulang kami hanya diam. Memang tidak ada yang menarik minatku untuk berbicara padanya. Lagi pula dia juga terlihat tidak memulai untuk membuka suara. Ya sudah biarkan saja.

Dia memarkin Audi Hitamnya di garasi. Aku segera membuka pintu dan keluar dari mobil. Aku berjalan memasuki rumah dan dapat ku rasakan Vano mengikutiku dari belakang.

Saat aku hendak menaiki tangga tiba tiba ku rasakan tanganku di ceka dari belakang. Walaupun pelan tetap saja hal itu sukses membuat posisku berpuar 180 derajat.

" apa ?" tanyaku cepat.

Bisa tidak sih dia ini bersikap lembut. Selalu saja kasar dan membuat emosiku meledak-ledak tidak terkira.

" ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Ucapnya datar.

" ya bicara saja. Cepat. Aku lelah. Mau tidur!"

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang