Four

301 14 0
                                    

Aku tengah duduk di balkon kamarku. Menikmati indahnya pemandangan taman belakang dari atas. Aku kangen ibuku. Sudah hampir seminggu aku di rumah tua Bangka ini. Tapi tidak pernah sekalipun aku menjenguk ibuku di rumah. Bagaimana keadaan ibu saat ini. Semoga ibu baik-baik saja. Doaku dalam hati.

Sebentar lagi pernihakan terkutuk itu akan di gelar.andai saja aku bisa menghentikan waktu. Andai saja aku memiliki pilihan lain, aku akan lebih memilih untuk tidak dilahirkan di dunia ini

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku. Aku tidak mempedulikannya. Makan malam telah selesai. Ini saatnya aku istirahat. Lagi pula si tua Bangka sedang keluar kota. jadi ada apa para pelayan itu masih saja sibuk mengurusiku.

Hening sebentar. Namun kurasakan bunyi pinta berusaha di buka dari luar. Sialan! Siapa yang berusaha merusak ketenanganku saat ini.

Dengan perlan tapi pasti kulihat sesorang berjalan kearahku. Aku masih berdiiri di balkon.Lampu kamar memang sengaja ku matikan jadi aku tidak melihat dengan jelas siapa yang masuk.

" apa yang kau lakukan disana?" sapa seseorang dengan suara berat khasnya yang sangat kukenali

" mau apa kau ? jangan mentang-mentang si tua Bangka tidak ada di rumah kau jadi seenaknya ya" tandasku tajam.

Ada senyum meremehkan diwajahnya. Dan itu tidak mengurangi sedikitpun ketampanannya. Apa dia sedang menertawakanku ?

" si tua Bangka ? oh, jadi itu panggilanmu pada pamanku, hm?" ucapnya dengan nada menggoda.

" lalu, memangnya panggilan apa lagi yang cocok untuknya. Dia memang tua Bangka yang tidak tahu diri. Dia lebih cocok menjadi kakekku dari pada pada calon suamiku!" tandasku tajam. Tanpa mempedulikan ekspresinya yang menatapku dalam.

Ada apa ? kenapa sepertinya ada yang tersirata dari tatapannya.

" kalau begitu. Kalau memang kau tidak mau menikah dengannya. Bagaimana kalau kau menikah denganku saja ?" ucapnya tegas. Tidak ada nada memerintah seperti biasanya. Tidak juga dengan nada tajam yang selalu membuatku tertindas.

" menikahlah denganku" ucapnya lagi yang semakin membuatku tercekat kaget. Dia mengucapkapnya dengan segala kelembutan yang dimilikinya sebagai seorang pria. Bila saja. Andai saja dulu dia tidak pernah menorehkan luka yang begitu berbekas di hatiku. Pasti aku sangat senang mendengar hal ini darinya. Tapi tidak bisa. Aku tidak akan terjebak untuk kedua kalinya, kan ?

Dia tidak menunggu jawaban dariku. Setelah menatapku cukup lama, dia meninggalkanku begitu saja .

Aku segera menegmbalikan kesadaranku. " menikah dengannya ? enak saja!" dumelku lalu masuk kedalam kamar karna udara malam yang semakin dingin. Aku naik ke tempat tidur. Aku lelah. Aku mengantuk. Aku mau tidur!

Aku membalik-balikkan tubuhku. Gelisah.Tidak bisa tidur. Kenapa ucapannya masih saja terniang di kepala ku? Apa yang harus ku lakukan? Bagaimana besok ? bagaimana bila aku bertemu dengannya besok? Apa yang harus kukatakan padanya ? yang pasti aku tidak boleh bersikap bodoh!

***

Aku sarapan dengan damai. Tentus aja karna si tua Bangka itu tidak ada. Ah. Sepertinya hari ini akan sangat menyenangkan. Aku akan menjenguk ibu. Aku akan mecoba kabur nanti saat supir yang mejemputku datang. Aku sudah sangat merindukan ibu.

" kenapa kau senyum-senyum sendiri?" ucap seseorang membuyarkan rencanaku.

Aku melirik tidak suka. Kenapa laki-laki ini ada disini pagi-pagi begini ?

" aku sudah membicarakannya ?" katanya langusng duduk diseberangku. Dan mengambil sarapan yang tersedia di meja makan

" membicarakan apa ?" tanyaku bingung

" tentang pernikahanmu dengan pamanku" ucapnya menggantung. Apa sih maksuknya. Kenapa ucapannya tidak jelas.

" iya, lalu? Jangan berbelit-belit. aku tidak mau berbicara padamu apa lagi satu meja denganmu. Bila tidak ada lagi yang ingin kau katakana. Aku akan senang hati pergi" kataku sakartis lalu berdiri. beranjak dari meja makan. Namun langkahku terhentis aat kurasakan sebuah tangan yang mencekalku dan mendorngku cukup kuat ke salah satu pilar tembok di dekat meja makan. dia menatapku tajam. Sebelah tangannya di letakkannya di pilar belakangku. Aku merasa terkurung. Terkurung oleh tatapn tajamnya dan tubuhnya.

" aku sudah membayarkan semua hutang ayahmu pada pamanku. Bahkan mungkin lebih.. Aku sudah memintanya untuk melepaskanmu dan menyerahkanmu padaku. Dia setuju, namun dengan satu syarat." Ucapannya terhenti.

Aku dapat merasakan nafasnya yang memburu. Dia hanya beberapa sentimeter di depanku dan wajahnya menunduk agar sejajar dengan wajahku.

" syarat apa ?" tanyaku pelan. Yang mungkin hanya bisa di dengar olehnya.

Tidak! aku tidak boleh lemah. Tapi mau bagaimana. Dia bagai setan penggoda yang menggiurkan., yang bahkan aku tidak mampu untuk beralih dari pesona. Aku bodoh! Aku tahu.

" kau...kau harus tidur dengannya" ucapnya pelan dan rendah.

Apa ? aku langsung terbelalak. Aku tidak sadar. Aku menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Aku membeku seketika. Laki-laki ini tetap sama. Dia masih laki-laki brengsek yang dulu telah merusak hidupku. terlebih dia telah merenggut satu-satinya kehormatanku.

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang