7. Now: Hai Uncle Reynold

102 10 0
                                    

Aku mengecek sekali lagi meja tamu untuk melihat kebersihannya. Sudah bersih. Aku tinggal membuat makan siang dan mengambil baju-baju yang sudah kering setelah di jemur. Aku menengok ke arah jam di ruang tamu. Sudah jam satu siang.

Setelah mengangkat pakaian yang telah kering, aku akan memasak. Aku berjalan ke dapur melewati ruang keluarga dan mendapati Ian yang sedang mengajari Lucy menulis. Sedangkan Garry terlihat seperti sedang mewarnai sesuatu.

Baru saja aku meletakkan wajan di atas kompor, bel sudah berbunyi. Tumben ada yang berkunjung siang-siang seperti ini. "Ian, bisa bukain pintunya?" teriakku dari dalam dapur.

"Nope. Kinda busy right now. You get the door by yourself." jawab Ian.

Aku mengalah dan berjalan menuju pintu depan. Tanpa rasa curiga aku membukanya dan mendapati Reynold yang tersenyum manis sambil membawa kantong belanjaan. Aku lupa kalau ia akan datang hari ini.

"Rey?" kataku setelah menemukan suaraku yang tadi hilang entah kemana.

"Gue bawa makanan, baju sama mainan. Boleh ma- Eh! Hey Ian!" kalimat Rey terpotong saat melihat sosok di belakangku. Ian berdiri beberapa langkah di belakangku dengan tatapan taksuka dan menjawab sapaan Rey dengan hanya satu kali anggukan.

"Uhm-ma-masuk" kataku terbata-bata. Aku menggelengkan kepalaku berharap bisa menetralisir kegugupanku.

Aku mengajak Rey untuk menemui Garry dan Lucy di ruang keluarga. Baby Lee sedang tidur di kamarnya karena ia terlalu banyak mengunyah sereal. Aku tidak melihat Ian. Bukannya ia tadi sedang bersama anak-anak?

Aku berdiri canggung di sebelah Rey dan tersenyum ke arah Garry dan Lucy yang sedang menatapku heran. Mereka dengan otomatis berdiri setelah melihat tamu.

"Hello, sil. My name is Lucy. I'm foul yeals old." ucap Lucy mengenalkan diri sambil membungkukkan badannya.

"Hai, sil. I'm Gally, thlee yeals old." ucap Garry melakukan hal yang sama.

"Panggil aku Uncle aja. Kalian lagi apa?" tanya Rey ramah.

"Kau Uncle yang kemarin datang ke sini kan?" tanya Lucy. Sepertinya ia masih mengingat Rey. Aku berharap ia tidak mengingat perkataan Rey.

"Oh iya sayang. Uncle pernah kesini, sekarang kalian liat kantong ini dan ambil yang kalian mau" Rey menyodorkan kantong berisi mainan dan cemilan untuk mereka.

"Uhm, Rey. Gue ke dapur ya, lanjut masak" pamitku. Rey hanya mengangguk dan bermain bersama Lucy dan Garry.

Di dapur, aku mendapati Ian yang sedang membelakangiku. Ia terlihat sedang membuatkan susu untuk Baby Lee dengan sedikit membanting peralatannya, dan mengocok susunya dengan tenaga ekstra. "Dasar bajingan. Bajingan. Bajingan!" gumamnya sambil mengocok botol susu terlalu kuat hingga beberapa tetes keluar dari botolnya.

"Ian! Yang bener dong buatnya!" kataku lalu mengambil botol susu yang di pegang Ian. "Bersihin ini yang netes-netes. Gue udah ngepel tadi. Awas kalau semutan" omelku sambil melotot ke arahnya. Ian tidak menanggapi dan berjalan menjauh. Biasanya ia akan balas mengejek atau menggodaku. Tapi kali ini, tak ada respon.

Aku mencoba untuk mengalihkan perhatian dan mulai memasak makan siang untuk kami. Aku akan membuat cream soup dan ayam goreng. Kesukaan anak-anak.

Ian kembali lagi ke dapur dan mengelap lantai yang dikotorinya tadi hingga bersih. Ia lalu mencuci tangannya dan mengambil botol susu Baby Lee. Aku menjegal kakinya untuk menjahilinya. Namun, Ian tetap tidak merespon apa-apa. Ia malah berjalan menjauh dengan wajah yang sama seperti saat ia melihat kedatangan Rey.

Apa mungkin karena Rey?

Ada apa dengan mereka?

-

Jam menunjukkan pukul 2.49 P.M. sebentar lagi anak-anak akan pulang dari sekolahnya. Aku segera menata piring dan kursi untuk kami di ruang makan. Aku menambahkan satu kursi dari dapur untuk Rey. Setelah selesai, aku menuju kamar Ian untuk memanggilnya turun ke bawah. Saat melewati ruang keluarga, aku mendapati Rey yang masih asik mengobrol dengan Garry dan logat cadelnya.

Aku mengetuk pintu kamar Ian dan membukanya pelan. Aku mendapati Ian yang sedang bermain dengan Baby Lee. "Ian, ayo turun. Udah jam 3" ajakku padanya. Aku berjalan masuk ke kamarnya dan menggendong Baby Lee.

"Cowok itu masih di bawah?" tanya Ian dengan nada yang datar dan tajam.

"Iya. Santai aja kali, Rey. Kalem deh kalem" kataku sambil menepuk pundaknya berkali-kali. Aku berjalan duluan menuruni tangga dan mendengar suara Bis sekolah yang berhenti di depan rumah. Aku segera berlarian menuju pintu depan dan membuka pintu bagi anak-anak.

"Hallo Momma!" sapa mereka. Ian muncul di sebelahku dengan wajah cerah yang dipaksakan. "Hallo Dadda!" sapa mereka pada Ian. Aku bergeser mempersilahkan mereka masuk. Aku berjalan menuju ruang keluarga untuk memperkenalkan Rey pada mereka.

"Anak-anak, ini Uncle Rey. Reynold Allison." ucapku sambil menggendong Lee. Rey segera berdiri dan tersenyum pada mereka. Otomatis, anak-anak berbaris berurutan dari yang tertua hingga yang termuda dan memperkenalkan diri mereka masing-masing sambil menunduk sopan.
"Hai Uncle, aku Jimmy. Sembilan tahun."
"Aku Kate, delapan tahun."
"Timmy, delapan tahun."
"Casey, delapan tahun."
"Thomas, tujuh tahun."
"Ila, tujuh tahun."
"Alex, enam tahun."
"Valerie, enam tahun."

Wajah Sophie menegang. Ia memandang ke arahku, Ian dan Rey secara bergantian. Dadanya naik turun, nafasnya pendek-pendek. Jari-jarinya mengepal di samping tubuhnya. Ia seperti ketakutan. Aku tersenyum ke arahnya mencoba menenangkannya dan mengisyaratkan bahwa semuanya akan baik-baik saja, berbeda dengan Ian yang menatap lurus dan datar pada Soph. Rey membungkuk dan menggenggam tangan Sophie, menariknya ke dalam tangannya. "Kalau kau siapa, gadis manis?" tanya Rey dengan lembut. "Soph-Sophie. E-enam tahun." Sophie akhirnya bersuara setelah sekian lama. Kelihatannya, ia masih belum tenang. Bahkan, setelah tangannya digenggam Rey, wajahnya seperti mengeluarkan bulir-bulir halus keringat.

Kegiatan perkenalan berlanjut dengan Jess yang memperkenalkan dirinya. Semua anak berhamburan menuju pelukan Rey karena ia mengundang mereka dalam pelukannya. Namun tidak dengan Sophie. Ian dengan sigap membawanya ke lantai atas. Sepertinya ia hendak menenangkan Sophie. Aku meletakkan Baby Lee ke baby seatnya dan berjalan menuju tangga, hendak mengikuti Ian dan Sophie. "Momma, coba lihat ini. Menurutmu aku bagus tidak memakai baju ini?" suara Casey menghentikanku. Aku berbalik dan membantu mereka untuk mencoba pakaian baru mereka yang di bawa oleh Rey.

Sayup-sayup kudengar isakan tangis seseorang dari lantai atas.

Sophie pasti sedang menangis.

The AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang