Bertemu Ghautzu Zaman

174 14 5
                                    

*. Welcome, hay semua. Bagaimana, apa kalian sudah punya saran untuk Arul? Siapa yang mesti dipilih? Sicantik atau sipenggetar hati? Kalau aku jujur, belum bisa memberi saran. Ikut-ikutn Arul, dilema juga. Hehe. Langsung aja deh. Semoga dalam bab ini Arul mendapat petunjuk yah.

Seperti biasa, pukul tujuh pagi aku sudah siap untuk berangkat kerja. Cahaya mentari yang hangat tidak pernah lelah memeluk persada bumi setiap pagi. Betapa sayangnya Allah kepada kita semua selaku hambaNya.

Hari itu Jumat, 3 Juli 2015 atau bertepatan dengan 16 Ramadhan 1436 H. Artinya malam ini adalah malam Nuzulul Quran yang mana merupakan malam ulang tahunku yang ke-25. Walau secara hitungan masehi, umurku masih 24 tahun tepat 2 April kemarin. Namun untuk hitungan Hijriah, umurku satu tahun lebih cepat.

Memikirkan umur membuatku pusing sendiri. Sudah seperempat abad aku diberikan ijin menjelajahi bumi Sang Khalik ini. Tidak terhitung berapa banyak oksigen yang sudah habis kuhirup berganti menjadi karbondioksida. Entah berapa banyak air yang kuhabiskan selama hidup ini. Sungguh banyak anugerah Allah yang sudah kunikmati didunia ini.

Semua itu hanya sebagian kecil dari berapa banyak anugerah yang Allah berikan kepadaku, namun sungguh hina diriku yang masih saja melakukan dosa dan maksiat. Yaa Rabb, ampuni hambaMu yang lemah dan hina. Hanya padaMu hamba memohon ampun, batinku.

Aku berpamitan dengan Abah dan Ibu. Kutatap wajah beliau berdua dalam-dalam dengan tatapan penuh cinta. Beliau berdua yang sudah membesarkan aku dengan segala kasih sayang, mereka pula yang terus mendidik aku dengan akhlak yang mulia, dengan penuh sabar, tulus dan ikhlas.

Kucium punggung tangan Abah dan Ibu, sembari ku berdoa dalam hati, Yaa Allah, ampunilah dosa-dosa hamba dan kedua orang tua hamba. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku ketika aku kecil. Dan masukkanlah mereka berdua kedalam surgaMu. Aamiin.

Kupacu kuda besiku menuju kantor. Melintasi jalanan lumayan masih sepi.

Dalam perjalanan ingatanku kembali melayang pada dua orang gadis yang terus memenuhi pikiranku. Siapa lagi jika bukan Ishall dan Iffah. Mengapa aku terjebak dalam situasi yang super membingungkan ini. Mengapa aku ditempatkan dalam pilihan yang sangat sulit untuk diputuskan.

Aku tidak ingin mengecewakan Abah dan teman akrab beliau. Namun aku juga tidak akan bisa membohongi perasaanku bahwa satu nama yang sudah bertahta didalam hatiku adalah Iffah, ditambah lagi dengan harapan pak Kyai yang semakin memupuk rasa itu.

Aku terus melamun memikirkan kedua gadis itu, hingga tanpa kusadari, sebuah mobil avanza berwarna hitam meluncur keluar dari sebuah toko tepat dijalurku berkendara. Masih sempat kulihat mobil itu mengerem mendadak saat kedua ban depannya masuk jalan beraspal. Namun semua terlambat.

Brakkk!!!

Motorku menghantam bagian depan mobil tersebut tanpa sempat mengerem. Aku terpental kearah samping sekitar lima meter. Tepat dibebatuan.

Seketika semua gelap. Benar-benar gelap.

Ketika membuka mata, nampak aku berada disebuah taman yang sangat hijau. Nampak rumput terhampar laksana tikar yang menyelimuti bumi. Bunga-bunga yang beranekaragam warna tumbuh dengan subur.

Tidak jauh dari tempatku berdiri, kulihat ada sosok seseorang yang sedang bersandar dibawah pohon yang cukup besar dan rindang. Perlahan kakiku bergerak mendekatinya.

Setelah cukup dekat dapat kulihat dengan jelas sosok orang tersebut. Dia seorang lelaki tua dengan wajah yang tampan. Nampak bulu jenggot yang lumayan lebat menghiasi dagunya. Badannya cukup besar dan nampak jika kutaksir umur beliau sekitar enam puluh tahun.

Senandung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang