*. Akhirnya kita berada diakhir cerita. Sulit rasanya untuk menuliskannya. Namun mau gimana. Apa yang aku mulai harus aku akhiri. Entah harus mengatakan apa lagi, jadi langsung saja nikmati endingnya.
***
Aku terpaksa shalat tarawih dikamarku. Karena memang aku belum bisa berjalan jauh. Jadi aku mengerjakannya munfarid, tidak berjamaah.
Usai shalat aku membuka kitab Al Hikam. Kitab yang merupakan kado ulang tahunku, pemberian dari Iffah. Baru beberapa baris yang aku baca, tiba-tiba adikku muncul dari balik pintu.
“Kakak, dipanggil Abah dan Ibu” katanya singkat.
Kututup kitab tersebut, lalu aku segera bangkit dan kutemui beliau diruang tamu. Adikku juga turut menemani.
“Ada apa Abah” tanyaku membuka percakapan sembari menatap Abah dan Ibu. Aku sendiri duduk perlahan tepat disamping Ibu.
“Bagaimana keadaanmu, apa kepalamu masih nyeri” tanya Ibu.
“Alhamdulillah sudah kurang Bu. Insyaallah atas ijin Allah tidak lama lagi sudah kembali seperti semula Bu.” Jawabku tenang.
“Alhamdulillah” sahut Ibu.
Abah kemudian membuka suara.
“Begini Nak, Abah ingin membicarakan sesuatu terkait dengan apa yang disampaikan pak Kyai tadi pagi” kata Abah.
“Perihal apa Bah?” tanyaku.
“Mengenai kamu dan puteri beliau” ujar Abah.
Aku mengerti maksud Abah. Pasti pak Kyai membicarakan hal yang sama dengan yang disampaikan beliau padaku malam itu. Tentang harapan pak Kyai menyatukan aku dengan puteri beliau.
“Pak Kyai sebenarnya sudah menyampaikan hal tersebut padaku beberapa malam yang lalu. Namun aku belum memberikan jawaban ya atau tidak pada beliau” kataku sejurus kemudian.
“Anakku, bapak mengerti. Sangat mengerti. Beberapa hari yang lalu Abah juga sudah menyampaikan padamu tentang puteri haji Rahmad. dan sepertinya kalianpun juga sudah saling mengenal dengan baik. Ketika dirumah sakit kemarin Salbiah sendiri yang bercerita pada Abah tentang pertemuan kalian dan persahabatan kalian selama dua tahun belakangan. Walau pada hakikatnya kalian baru benar-benar saling kenal dan bertatap muka. Abah juga tidak menyangka akan ada pertemuan seperti itu” kata Abah.
“Puteri haji Rahmad bukan sembarang gadis. Dia gadis yang baik, sopan, cerdas dan Abah yakin calon istri yang sholehah untukmu. Namun disisi lain pak Kyai datang dengan puteri beliau, Iffah. Abah juga sangat mengenal Iffah, karena Abahpun sangat mengenal Kyai Munawwir dalam mendidik puteri beliau. Tidak ada alasan bagi Abah untuk meragukan Iffah” Abah menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Aku juga merasakan kebimbangan dalam sorot mata beliau.
“Akhlak dan budi pekertinya bisa dibilang adalah cerminan dari Ummul mu’minin Khadijah, istri baginda Nabi. Sifat lemah lembutnya, penyayang dan sopan santunnya tidak perlu dibahas lagi. Tentu sangat sulit mengatakan tidak pada gadis sebaik Iffah” kata Abah lagi.
“Abah juga sudah menceritakan pada kyai Munawwir tentang niat Abah menjodohkanmu dengan Salbiah. Namun sama halnya antara haji Rahmad dan kyai Munawwir. Beliau berdua menyerahkan sepenuhnya padamu. Pilihan kembali padamu. Abah juga demikian. Keduanya adalah wanita sholehah dan Insyaallah berasal dari nasab yang juga tidak perlu diragukan. Jika memilih puteri haji Rahmad, tentu itu akan semakin mempererat hubungan keluarga kita yang sudah sejak lama Abah jalin dengan beliau. Disisi lain dengan memilih puteri kyai Munawwir, beliau tentu berharap engkau akan menjadi penerus beliau dalam berdakwah yang mana potensi itu memang ada pada dirimu. Insyaallah akan semakin bagus untuk perkembangan pendidikan Islam didaerah kita pada khususnya” jelas Abah panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Senja
VampireSebuah cerita Romantis dengan bumbu religi. Saat cinta yang datang sulit untuk ditolak, sementara cinta yang sudah bertahta juga sulit untuk dilepas. Belum bertemu kata sepakat, muncul pula cinta yang lain dan sulit pula mengucapkan tidak. Ada tiga...