Seorang Bidadari

243 18 7
                                    

*. Penasaran seperti apa gadis yang akan dijodohkan dengan Arul? Siapa dia dan bagaimana karakternya. Mungkin akan sedikit dijelaskan dalam bab ini. Sedikit, mengapa sedikit? Karena belum saatnya sang bidadari dikenal sepenuhnya. Masih ada cadar yang menutup wajahnya. Kecantikannya mahal. Pelan-pelan saja. Hehee.
Langsung aja menuju cerita yuks.. Selamat membaca.

***

Ba'da Isya kami sekeluarga makan malam bersama. Abah, ibu, aku dan adikku si Eda. Hari ini adikku memasak makanan kesukaanku, ayam asam manis. Tentu saja aku makan dengan lahap. Lima hari lagi masuk ramadhan, tentu saja pola makan akan beda.

Selesai makan kami berkumpul diruang keluarga, menonton televisi bersama. Adikku sedang sibuk dimeja belajar, mungkin menyusun rekap nilai anak-anak pesantren.

"Arul" Abah memanggilku.

"Iya Abah" jawabku.

"Kemarin Abah kerumah H.Rahmad. Beliau titip salam buat kamu" ujar Abah.

"Waalaikum salam. Bagaimana kabar beliau Abah?" tanyaku.

"Alhamdulillah Kabar beliau baik. Beliau ada hajat ingin mengenalkanmu dengan puteri beliau. Dia baru saja lulus dari Universitas Indonesia diJakarta. Kalau tidak salah dia lulusan fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Orangnya baik, cantik, berkulit putih dan sangat murah senyum. Wah kamu ga bakal menyesal kalau dekat sama dia" ujar Abah seperti berpromosi.

"Yah itukan penilaian Abah. Kalau dia memang cantik dan sebaik itu apa dia bakal suka sama saya. Apalagi dia lulusan dari kampus biru, pasti gengsinya tinggi Abah" jawabku.

"Kampus biru? Abah ga bilang dia kuliah dikampus biru" kata Abah heran.

"Kampus biru itu sebutan untuk Universitas Indonesia Abah" jelasku.

"Oh begitu toh. Terserahlah mau kampus warna apa yang penting dia lulusan dari Jakarta" ujar Abah. Ibu hanya tersenyum mendengar kata-kata Abah.

"Kalau dia lulusan dari Jakarta, apa dia benar-benar terjaga dengan baik Bah. Abah sendirikan tau bagaimana pergaulan anak-anak kota. Jangankan remaja-remaja dikota besar, ditempat kita sendiri saja sudah banyak yang tertular virus dari budaya barat" kataku sambil memberi penjelasan pada Abah.

"Kalo soal itu Abah yakin saja. Selama dia tinggal di Jakarta, dia tinggal bersama pamannya, kakak dari haji Rahmad. Nama beliau haji Az'ad Zainuri. Beliau memiliki pondok pesantren dikawasan Depok, dekat dengan Universitas Indonesia namanya pondok pesantren Darul Rahman. Disana pondok pesantren khusus puteri. Jadi dia benar-benar terjaga dengan baik disana. Kata ayahnya, dia juga sering ikut membantu pamannya dipondok. Jadi sedikit banyaknya dia ikut menyerap ilmu yang diajarkan dipesantren. Katakanlah dia santriwati nonreguler" ujar Abah panjang lebar menjelaskan tentang puteri H.Rahmad.

"Sejak kapan ada santriwati non reguler Abah, kayak kuliah aja" celetuk adikku menimpali ucapan Abah.

"Hus, kamu belajar aja sana" adikku memang terkadang suka menggodaku.

"Yee, kok kakak sewot. Kan calon kakak iparku juga nantinya" sahut Eda.

"Ahh kamu ini belajar aja sana yang rajin. Siapa tau besok ada yang melamar kamu" balasku.

"Yeeeee" ucapnya sewot dan meneruskan belajarnya. Skor sama satu, ucapku dalam hati.

"Haji Rahmad memang tidak memaksa untuk menjodohkan kalian. Beliau hanya ingin mengenalkan kalian saja. Haji Rahmad mengenal engkau sebagai pemuda yang sholeh, baik dan rajin. Jadi menurut beliau mungkin ada berkahnya mengenalkan kamu dengan putrinya yang hanya dua tahun lebih muda dari kamu. Siapa tau ada jodoh kata beliau. Tapi bagi Abah dia wanita yang baik dan sangat cocok untuk kamu" kata Abah lagi.

Senandung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang