Memang benar yang orang katakan, bahwa cinta itu buta dan tuli. Tak peduli apa yang terjadi di depan matamu, cinta itu tetap besar. Tak peduli kebenaran apa yang kau dengar, cinta itu tak berkurang sedikit pun.
Cinta itu tetap ada.
.
.
-Meski Kau Tersakiti-**
Cinta Edelweis Sabra. Gadis yang merasakan indahnya mencintai namun terlalu bodoh untuk membiarkan bunga cinta itu tumbuh.
Askary Alceo Altaff. Pria yang mencintai dalam diam meski harus mersakan sakit, demi gadis yang dicintainya.
*
"Jadi Del, apa kabar hari ini?" Pertanyaan yang setiap hari ku dengar dari seorang pria yang kini duduk di hadapanku. Kami sedang berada di sebuah café yang terletak di dekat taman kota.
Aku tersenyum masam. "Seperti biasa Al," jawabku yang juga seperti jawaban sebelumnya. Altaff menatapku iba. "Cinta udah berhasil membuatmu buta." "Kamu tahu Al? Jika seseorang berhasil mencuri hatimu, akan sangat sulit untuk mendapatkannya kembali. Bahkan terkadang mustahil."
Altaff menunduk mendengar ucapanku, aku tidak tahu bagaimana raut wajahnya sekarang. "Kurasa kamu benar," ucap Altaff.Potongan BlackForest kesukaan ku baru saja mendarat di lidahku, sesaat aku tersedak dengan pemandanganku barusan. "Del, ayo minum." Refleks Alltaff menuangkan air ke dalam benda bening dan memberikannya padaku. "Thank's All," ujarku.
Air mukanya yang tadi terlihat cemas mulai normal setelah aku berhenti tersedak. Sesaat kemudian wajahnya terlihat sangat marah menatap seseorang yang duduk di kursi pojok restoran ini. "Oh, jadi karna dia." Sebelum Altaff meledak, aku menarik tangannya untuk segera meninggalkan tempat ini.Syukurlah aku berhasil membawanya keluar, jika tidak akan terjadi keributan di dalam. "Kamu kenapa sih Del ngebelain dia terus. Udah jelas di depan mata kamu dia itu-" "Udah Al, stop!. Aku gak mau ngebahas soal ini!" Aku tau apa yang akan di katakannya. Aku tidak ingin mendengarnya, setidaknya untuk saat ini. Seketika Altaff terdiam, membuatku menyesali kesalahanku barusan. "Sory All, a ... aku gak bermaksud buat-" "Gak apa-apa Del, aku mengerti kok." Sekarang Altaff yang memotong ucapanku. Dia berbicara tenang dengan senyuman terukir di bibirnya. "Udah sore, ayo aku anterin pulang." Aku menuruti ucapannya dan masuk ke dalam mobil.
**
Awan-awan perlahan jatuh menjadi butiran air, seakan langit menangisi akan sesuatu hal. Pemandangan sore tadi berputar-putar di kepalaku. Ya, tentu saja apa yang kulihat di restoran tadi. Dia dengan mesranya merangkul seorang wanita masuk melewati pintu kaca itu. Aku yakin, wajah mereka terlihat sangat jelas dengan ekspresi bahagia dari keduanya. Oh, mereka terlihat lebih serasi dari pada aku. 'Serasi' ya, itu kata yang cocok untuk menggambarkan mereka. Kembali hatiku terluka, walaupun luka itu akan hilang dengan sekejap ketika mendengar suaranya.
Dreert....
"Ya sayang," ucapku sambil meletakkan sebuah benda kecil di telingaku. "Del, sekarang kamu di mana?" "Aku sedang di rumah. I miss you sayang," ucapku mengutarakan kerinduanku. "Oh baiklah, sekarang kamu ganti baju. Aku akan menjemputmu. Kita akan pergi makan malam," ucapnya yang bahkan tidak membalas kata rinduku. "Emm hujan lebat seperti ini?" Tanyaku. "Kenapa? Apa kamu tidak ingin pergi dengan kekasihmu?" Terdengar sedikit suara kekecewaan di seberang sana. "Tidak tidak, aku mau kok. Ok, I always waiting for you. Bye sayang." "Bye."
Tidak apa-apa walaupun hujan, aku tidak ingin membuatnya kecewa. Lagipula, aku sangat merindukannya. Sudah tiga hari kami tidak bertatap muka ataupun berkomunikasi karena dia sangat sibuk. Walaupun tadi dia terlihat bersama seorang gadis. Sudahlah, mungkin saja itu temannya, lebih baik berpikir positif.
Tak terdengar lagi rintikan hujan, dalam sekejap langit kembali cerah. Kurasa langit memang memahamiku. Sebuah gaun hijau muda selutut melekat sempurna di tubuhku. Dan rambut panjangku dihiasi dengan sebuah pita kecil, dengan warna senada. Ya, mungkin saja ini sedikit berlebihan hanya untuk pergi makan malam. Tapi apa salahnya, aku berhias untuk kekasihku.
Sambil menunggu Rio aku berdiri di balkon kamar memandangi langit yang kini sudah di penuhi bintang. "Hei langit, kamu tahu? Edelweismu ini sangat bahagia dan aku tahu kamu juga merasakannya. Kamu selalu menjadi saksi tantang apapun yang terjadi di dunia ini."