Beginning

2.4K 44 0
                                    

Langit malam tanpa bintang bersinar dan cuaca sedang tidak bersahabat mewarnai malam ini. Bahkan angin malam yang hanya masuk lewat celah-celah kecil ventilasi terasa sangat dingin. Shinta menyingkirkan selimut yang ada di sampingnya kemudian mengumpulkan kulit-kulit kacang yang ada di atas kasurnya. Malam ini Shinta sedang menikmati malam santainya. Apalagi malam minggu, cocok untuk menonton film ditemani dengan camilan.

Sebenarnya minggu depan sudah UTS, tapi Shinta bingung ingin memulai dari mana karena materinya terlalu banyak. Tiga pelajaran setiap hari, belum lagi dengan pengawas yang tidak mengerti murid ikut melengkapi siksaan otaknya. Kalau sudah pusing, Shinta memilih untuk menjauh dari hal yang membuatnya pusing dan mencari hiburan. Maka dari itu, hari ini dia sedanh menonton film-film komedi yang sudah lama ada di laptopnya.

Shinta berjalan keluar dari kamarnya dengan tangan yang penuh dengan kulit-kulit kacang. Jam baru menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit, tetapi rumah sudah sepi karena orangtua dan kakaknya sedang pergi menjenguk neneknya dan berencana menginap. Jadi Shinta berencana tidur lebih malam dari biasanya karena ibunya tidak akan mengecek dirinya saat jam tidur--yaitu pukul sepuluh.

Shinta kembali ke kamar dan mencari ponselnya. Satu pesan diterima dari Adi, teman dekatnya sejak masuk sekolah menengah atas. Mereka dekat karena sekelas dan duduk bersebelahan, ditambah dengan topik gosip tentang guru matematika yang mengenakan kacamata aneh saat hari pertama mereka masuk.

Mblo, pergi yuk?

Dasar jomblo teriak jomblo, Shinta berdecak kesal. Dia mengetik balasan kepada Adi bahwa dia sedang sibuk di rumah. Biar saja jomblo satu itu merana malam ini. Mulut terbuka selebar tiga sentimeter, mata yang menatap kosong ... memikirkan mimik merana Adi membuatnya tersenyum.

Shinta duduk di atas kasur dan memulai kesibukannya lagi, yaitu menonton film. Baru beberapa menit Shinta menonton, bunyi ponsel menginterupsi.

Bukain pintu rumah lo sekarang.

Shinta berpikir sejenak untuk mencerna pesan singkat Adi. Sepertinya Adi benar-benar sedang merana. Shinta berlari menuju ruang tamu agar bisa cepat melihat keadaan Adi, Shinta takut Adi sedang mendapat musibah yang sangat membuat dirinya drop.

"Hai!" Adi menyapa Shinta dengan gembira.

Shinta hanya memerhatikan Adi dalam diam memikirkan respon yang tepat untuk sapaan Adi, "Lo sehat, Di?" Dari sekian pilihan, akhirnya Shinta memilih pertanyaan itu.

Adi sempat menaikkan alisnya sebentar, kemudian tersenyum, "Sehat," jawab Adi sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Shinta sebelum dipersilahkan.

"Eh jomblo, belum gue persilakan masuk deh kayaknya," ucap Shinta saat Adi sudah duduk santai di sofa dan hanya menjawab dengan cengirannya.

"Lo lagi sibuk apa sih?" Tanya Adi saat Shinta duduk di sofa depannya.

"Bentar ya," jawab Shinta berjalan ke kamarnya untuk mengambil laptop. Shinta meletakkan laptop yang masih menampilkan film di atas meja.

"Ini kesibukan gue," ucap Shinta kemudian duduk di samping Adi.

Adi menatap Shinta kemudian menjitak kepalanya, "Dasar!" Adi pikir Shinta sedang sibuk belajar untuk UTS, ternyata hanya menonton film.

"Sakit, Di!" Shinta mengusap kepalanya. Terkadang Adi memang tidak kira-kira kalau menjitak Shinta, padahal Shinta adalah seorang perempuan.

Adi meringis, "Nggak sengaja," terkadang dia heran dengan kekuatan jitakannya yang kadang bisa sangat keras.

Shinta tidak merespon ucapan Adi dan kembali menonton film. Belum lima menit Shinta menonton, lagi-lagi Adi berbicara, "Pergi yuk!"

Tanpa menatap Adi, Shinta menjawab, "Males."

Adi diam, masih dengan mata yang tertuju kepada laptop. Tiba-tiba dia berdiri dan melangkahkan kakinya keluar rumah menuju teras. Adi duduk di salah satu kursi kayu memandang ponselnya.

"Kenapa, Di?" Tanya Shinta yang ternyata mengikuti Adi keluar rumah dan duduk di sampingnya.

Adi mengusap ponselnya seperti sedang berpikir keras, "Boleh nggak, Shin?"

Pertanyaan Adi membuat Shinta bingung. Adi seperti bertanya setengah dari pertanyaan sebenarnya. Shinta mencoba mengerti bahwa Adi akan mengucapkan hal yang sulit, "Boleh apa ya, Di?"

Adi mendongak menatap Shinta, "Gue dengan elo."

Tiba-tiba jantung Shinta berdetak lebih cepat, bahkan lebih cepat daripada detakan saat melakukan kesalahan pada guru killer.

"Di?" Ucap Shinta lirih, Shinta tidak tahu kenapa Adi berani mengatakan hal itu.

"Kita sama-sama, ya?" Tanya Adi menanyakan setengah hal yang dimaksudkannya. Tapi Shinta mengerti, benar-benar mengerti, "gue bakal bilang sama kakak lo."

Shinta bingung ingin menjawab apa. Kakak laki-laki satu-satunya itu tidak suka dengan semua teman laki-lakinya yang pernah belajar kelompok di rumahnya. Bahkan saat pertama kali Adi main ke rumahnya, kakaknya langsung mengajaknya pergi ke tempat yang penting, yaitu restoran. Adra benar-benar langsung mengajak Shinta pergi saat Adi baru duduk di sofa ruang tamu. Malam ini Adi sengaja ke rumah Shinta karena sudah tahu Adra sedang tidak ada di rumah.

"Gue nggak tahu, Di," ucap Shinta ragu. Bukan ragu dengan perasaannya atau perasaan Adi, di ragu ini akan berjalan dengan mulus. Shinta tidak ingin menyakiti siapapun. Tidak dengan Adi, kakaknya, ataupun dirinya sendiri. Shinta tahu kalau Adi memerlukan keberanian yang sangat besar untuk mengucapkan hal ini. Tapi Shinta belum berani.

"Yang penting kita bareng-bareng. Bareng-bareng menghadapi semuanya," ucap Adi meyakinkan Shinta yang sedang mengusap telapak tangannya ke baju tidur kedinginan, gugup, dan takut bercampur menjadi satu. Melihat itu Adi melepas jaketnya kemudian meletakkanya di atas paha Shinta.

Shinta diam memegang jaket Adi. Malam yang dingin membuat suasana lebih tegang. Seakan dihadapkan dengan pilihan antara memakan bayam atau mengerjakan ulangan kimia yang selalu membuat dirinya pusing bahkan ingin muntah, keduanya sama-sama sulit bagi Shinta.

Sedangkan Adi merasa malam ini merupakan waktu yanh tepat untuk memulai semuanya. Risiko yang akan ditanggung juga sudah Adi perhitungkan, Adra tidak mungkin melakukan hal yang kelewatan. Bukannya berniat membangkang, Adi hanya ingin mewujudkan keinginannya bersama Shinta. Adi bosan dengan zona pertemanan. Adi lelah menyimpan rasa untuk Shinta.

Terlepas dari semuanya, bukan salah Adra yang protektif. Adi paham dengan sikap Adra kepada Shinta. Adra tidak ingin Shinta berpacaran dengan laki-laki yang akan membuat Shinta terpuruk.

"Gue nggak maksa lo kok," ucap Adi lirih, "tapi gue harap lo jawab dengan jujur," lanjut Adi menatap Shinta.

"Jawab sesuai dengan kata hati lo," ucap Adi yang yakin kalau Shinta hanya sedang memantapkan keputusan yang akan diambillnya. Adi akan selalu siap berada di samping Shinta.

Lama Shinta terdiam memikirkan segala risiko, akhirnya Shinta tersenyum kepada Adi dan menjawab, "Gue ... mau bareng-bareng sama lo."

**********

Written by: @haula_taqya

Kumpulan OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang