FAJAR.
.
.
.Pukul 05:30 aku dan Fani sudah start dan siap untuk menjalankan misi kami, rencananya kami akan memasak makanan kesukaan ibu untuk meluluhkan hatinya. Tujuannya apa lagi kalau bukan karna uang jajanku yang di potong goceng.
"Ka, lo yang motongin sama nyiapin bahan-bahannya, gue yang masak." kata Fani mulai memerintah.
"Tapi kan-
"Mau uang jajan dipotong jadi ceban?"
"Nggak, Makasih!"
Dengan setengah hati aku mulai mengambil bahan-bahan yang sudah Fani siapkan semalam di kulkas untuk membuat nasi goreng spesial kesukaan ibuku.
Nasi goreng ini spesial bukan karena telur yang kami gunakan jumlahnya lebih dari dua, tapi, karna nasi goreng ini memakai bahan yang membuat aku dan Fani bergidik ngeri, jengkol.
Entah kenapa, ibuku sangat menyukai jengkol. Padahal aku, Fani dan ayahku sama sekali tidak ada yang menyukai jengkol.
"Mana bawang, cabe, telur, sama jengkolnya? Minyaknya udah panas, nih!"
Sambil menutup hidung, aku menyerahkan bahan masakan itu ke Fani, Dia juga sama enggannya seperti ku saat memasukkan jengkol itu ke wajan.
Setelah 15 menit berkutat dengan bumbu dan bahan masakan, akhirnya Fani dengan bangga mengangkat tinggi piring yang berisikan nasi goreng spesial kesukaan ibu.
"Lagi ngapain kalian?" suara ibuku terdengar parau, khas orang bangun tidur.
"Kita lagi masakin nasi goreng kesukaan ibu dong."
Ibu menaikkan alisnya lantas berjalan duluan menuju meja makan, dan sudah menuangkan air untuk ia minum.
"Mana coba sini, ibu mau nyoba!"
Fani meletakkan piring yang ia bawa dan ibu tanpa pikir panjang mulai mencoba nasi goreng itu.
Wajah ibu terlihat tidak bersahabat saat menelan masakan Fani, "asin" komentarnya seperti juri di ajang masak.
Aku menyingkut lengan Fani meminta pertanggung jawaban atas masakan yang ia buat.
"Lo masukin garemnya berapa sendok, ege? Duh, goceng pasti melayang nih""Mana gue tau, gue kan ga nyoba. Asal masukin aja gue, mah."
Ibu berdeham setelah meminum air putih, mungkin menetralkan tenggorokannya.
"Goceng kalian melayang" ucapnya sambil mengangkat tangan dramatis menunjuk kami berdua"Yahhh, ibu!" ucap kami tak kalah dramatis dari ibu.
"Udah sana berangkat ke sekolah, nanti telat!"
Fani menghentakkan kakinya dengan kesal sembari berbalik menuju pintu keluar, aku pun menoleh ke arah ibu, menatapnya seakan menyalurkan kekecewaanku akan goceng-ku yang melayang.
"Waalaikum salam yak! Hati-hati dijalan anak-anakku tercinta" ibu berseru sambil tertawa.
***
"Makasih ya, kak!"
Memang sudah menjadi kebiasaanku mengantarkan Fani terlebih dahulu ke sekolahnya, karna kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh.
"Makanya punya pacar dong, biar ada yang jemput!"
"Gimana mau punya pacar, kalo temen cowo aku aja dibuat pingsan berdiri sama ibu, ga ngerti lagi deh kenapa ibu protektive banget." jawabnya sambil meniup poninya.
Tanganku serasa gatal jika tidak merusak poninya.
"Anak kecil jangan dulu punya pacar, ya! Jangan langkahin kakaknya.""Lah? Tadi kan lo yang nyuruh buat punya pacar, terus sekarang jangan dulu punya pacar, dasar abege labil!"
"Ee ya, lu"
"Bau"
"Eh tapi serius, de. Jangan dulu punya pacar, ya! Tar kalo lu kebelet kawin gimana? Gue dilangkahin dong, ntar gue jadi susah dapet jodohnya, masa gue jadi bujang lapuk."
"HAI KARIN!" fani nyelonong masuk ke area sekolahnya sambil mengejar temannya, karin.
"Sial, dikacangin."
Tanpa pikir panjang, langsung saja aku memakai helmku kembali, tapi saat helm kaca akan ditutup, ekor mataku tidak sengaja melihat seorang perempuan yang sedang berdiri disamping halte bus, menggunakan badge sekolah yang sama seperti ku.
Shana...
Shani....
Ah, ya. Shania namanya."Hai, shania."
Shania terlihat terkejut tapi tak lama ekspresinya terlihat biasa kembali.
"Hai, fajar."
"Mau berangkat sekolah?"
"Ah ngga, mau mulung sampah" jawabnya spontan.
Shania ini, mungkin dia tipe cewe yang sarkatis tapi lebih terkesan lucu.
Sarkatis tapi lucu?
Ah sudahlah, pokonya yang seperti itu."Hehe lucu, mau bareng ga?"
"Makasih, ngga deh makasih, lagi nunggu kakak gue ko"
"Wuissshhh, gue ditolak, man!" Batin gue tertawa sarkatik.
Mungkin kalau ada beni disini, dia akan menghina dan menertawakanku sampai pita suaranya putus, tapi mari kita ucapkan syukur alhamdulilah karna alien itu tidak ada disini.
"Mmmm, lo marah?" Tanya shania seperti terlihat menyesal.
"Eh, ngga ko, tadi gue lagi keinget aja, ada pr yang belum gue kerjain"
Bodoh! Alibi macam apa itu????
Lihat shania? Dia sedang menahan tawanya. Oh, come on! Mungkin sekarang shania sedang berbicara dalam hatinya 'ini cowo pura-pura goblok apa emang beneran goblok?'"Yaudah, gue duluan ya! Sampe ketemu disekolah"
KAMU SEDANG MEMBACA
IF I STAY
أدب المراهقينjika aku tetap bertahan denganmu apakah akan merubah segalanya? aku hanya takut waktulah yang akan merubah segalanya--shania marselia [Masih banyak typo, harap maklum]