FAJAR.
Sial.
Tidak adakah kata yang lebih enak untuk didengar di gendang telingaku ini?
Setelah insiden bayu menggoda bu leni yang berimbas kepada kami semua, dengan mengharuskan membersihkan aula,gudang dan toilet siswa. Harusnya aku menjalankan hukuman itu saat bel pulang sekolah berbunyi bersama bayu dan yang lainnya, tapi kesialanku bertambah ketika aku berpapasan dengan Pa Danu, dan dia dengan tatapan memelasnya meminta bantuanku, dan apa daya aku sebagai siswa yang patuh, harus bersedia membantunya.
Jadilah hukumanku tertunda sedikit sampai jam tiga sore, dan itu mengharuskanku menjalankan hukumanku sendirian. Dan teman-temanku tersayang itu, dengan sadisnya menyisakan toilet siswa untuk kubersihkan, serius? Toilet siswa identik dengan bau-bau yang akupun sudah tidak bisa menjabarkannya, bahkan kandang sapi pun merasa tersaingi dengan toilet siswa disekolah ini.
Dan disinilah aku sekarang, menatap horor tulisan 'toilet siswa'.
Kalau bukan karna ulah sahabatku ini, mungkin sekarang aku sedang bersantai dirumah dengan memakan cemilan buatan ibuku, tapi si bayu kutu kupret itu menghancurkan fantasi indahku sore ini.
Aku menghembuskan nafas dengan kesal, sembari berniat melangkahkan kakiku masuk, tapi tidak sengaja sudut mataku menatap pemandangan seorang wanita yang sedang memegang pel-an dan ember yang juga tengah menatap horor tulisan 'toilet siswi'.
Aku berjalan gontai ke arahnya karna berniat mencari hiburan dengan mengejutkannya, tapi apa yang ku dapat? Bukannya hiburan malah sebuah kejutan untukku sendiri.
Gadis ini masih membelakangiku dan mengira aku ini setan. Tunggu saja sampai dia berbalik dan melihatku, akan kupastikan ekspresinya sama seperti kebanyakan siswi saat pertama kali melihatku.
Dia terus saja meracau meminta supaya aku tidak mengganggunya dan mengatakan bahwa dia gadis baik-baik dan yang terakhir ku dengar dia dengan percaya dirinya mengatakan bahwa dia pintar dan cantik.
Wah, boleh juga.
Aku mengikuti gaya bicaranya dan juga mengatakan bahwa aku ganteng tapi tidak dengan pintar, aku meragukan diriku sendiri saat akan mengucapkan itu.
Dan tepat saat itu dia berbalik dan aku masih berusaha menahan tawaku, tapi saat melihat ekspresinya yang melenceng 180 derajat dari perkiraanku membuatku akhirnya tertawa lepas.
Ekspresinya itu lho, seperti orang yang sedang menahan boker selama tiga hari.Tapi sepertinya aku seperti tidak asing dengan wajahnya. Ah sudahlah, toh dia juga seperti tidak mengenaliku
Akhirnya aku mengetahui namanya, shania. Nama yang cantik menurutku, sederhana seperti orangnya dan apa adanya.
Tidak ingin berlama-lama menunda hukumanku, akhirnya dengan sangat terpaksa aku meninggalkannya dan bergegas menjalankan hukumanku.
***
"Fajar pulang." teriakku saat sudah membuka pintu rumah dan menemukan keadaan rumah sepi.
"Gausah teriak-teriak kak, kita ga bolot." sahut fani dari arah kamarnya bersama dengan ibu.
"Yeuuu, suka suka dong! Mulut siapa?"
"Mulut kak fajar."
"Yaudah terserah gue lah."
Ups. Kelepasan.
Aku beralih menatap ibu, dan dia sedang melotot ke arahku. Mengingatkanku kalau dirumah aku tidak boleh menggunakan bahasa planet-itu menurut ibuku-.
"Maaf bu, keceplosan"
Fani menjulurkan lidahnya seakan mengisyaratkan rasakan. Dan kubalas dengan tatapan awas-lo-nanti-gue-bales.
"Darimana aja kamu baru pulang?" suara ibu menghentikan kegiatan tatap menatapku dan fani.
"Tadi kena hukuman, bu."
"Hukum.... APA?" ibu nyaris saja berteriak histeris kalau saja fani tidak segera mengusap lengannya.
"Jangan teriak-teriak, Bu! umur udah tua, inget." dan fani memperburuk suasana dengan mengatakan kata yang paling horor menurut ibu.
"Ish, fani. Ibu ngga tua, tau!"
"Tapi belum." ucap kami bersamaan sepelan mungkin.
"APA KALIAN BILANG?"
"Enggg itu maksudnya iya ibu masih awet muda"
"Iya bu, gitu maksudnya"
"Tarik nafas, buang. Tarik nafas, buang. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh." ibuku memiliki kebiasaan unik, yaitu dengan mengitung sampai tujuh bila dia sedang emosi atau gugup, yang menambah heran adalah kenapa sampai tujuh? Bukan diteruskan sampai sepuluh? Ah sudahlah.
"Oke fajar anakku yang paling ganteng-"Makasih, bu."
"Karna kamu emang anak laki-laki ibu satu-satunya" aku langsung cemberut mendengar lanjutan ucapan ibuku. "Jadi, kenapa kamu sampai dihukum?"
"Bukan salah fajar, bu! Itu gara gara bayu.""Ibu ga tanya siapa yang salah, lho!"
Aku mendengus, memang susah bersilat lidah kalau berhadapan langsung dengan ibuku. "Tadi bayu godain guru bk disekolah, terus guru bk marah, dan jadi kita berempat kena imbasnya"
Ibu terlihat simpati dengan mengelus kepalaku berkali-kali.
"aduduh aduh ibu sakit." aku meringis kesakitan saat ibu mencubit tengkukku. Ternyata mengelus kepala hanyalah sebuah pengalih perhatian.
"Terus kamu bantuin bayu ngegoda bu leni gitu?"
"Enggak, bu"
"Jujur"
"Engga, ibu"
"Yaudah"
"Dikit" aku langsung mengaku karna ngeri dengan ucapan ibuku, masalahnya yaudah-nya ibuku itu sangat berakibat fatal pada kesejahteraan dompetku.
"Hmmm anak pintar"
"Yaudah, fajar masuk ke kamar dulu ya, bu"
Baru saja aku akan melangkahkan kakiku naik tangga, tapi terhenti saat ibu mengatakan ucapan terlaknat yang pernah ku dengar.
"Uang jajan kamu dipotong, goceng!"
Fani tertawa melihat ekspresi melasku saat berbalik menghadap ibu, dia sepertinya sedang merasa diatas angin sekarang.
"Oh, bukan kamu aja fajar, tapi kalian"
"Kalian?" tanya fani mulai was-was.
"Iya kalian, fajar-fani. My double f."
Kini, aku yang tertawa melihat ekspresi bloon fani,sepertinya angin yang tadi di tunggangi pani kini menabrak jurang kemudian membuat fani jatuh ke jurang kesengsaraan.
"Arghhhh ibu" teriak kami bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF I STAY
Fiksi Remajajika aku tetap bertahan denganmu apakah akan merubah segalanya? aku hanya takut waktulah yang akan merubah segalanya--shania marselia [Masih banyak typo, harap maklum]