Theme song : Bad Day - Daniel Powter
"You're falling to pieces everytime.
You work at a smile and you go for a ride."1. Tak ada yang peduli
"Ini kembaliannya," ujarku sambil memberikan sebuah kantung plastik dan beberapa lembar uang kembaliannya.
"Terima kasih," balasnya ramah yang membuatku tak dapat menahan untuk membalasnya dengan sebuah anggukan kecil dan senyuman tulus.
Disinilah aku sekarang, di sebuah mini market 24 jam menunggu untuk pergantian shift selanjutnya.
Well, aku memang bekerja di mini market ini karena aku hanya mampu bekerja menjadi kasir atau sejenisnya. Bukan apa-apa, karena memang aku belum mendapatkan sebuah surat tamat Sekolah Menengah Atas. Ya, aku masih duduk di bangku SMA kelas 11.
Hidupku tak semenyenangkan seperti remaja pada umumnya, yang bisa menikmati hidup dengan uang dari kedua orang tua mereka. Berbeda denganku, aku harus bekerja di sini dari pukul 7 malam sampai pukul 11 tengah malam hari nanti. Tapi, aku tak pernah mempersoalkan itu semua, karena aku memang 'berusaha' untuk menikmati hidupku ini.
Jika kalian memiliki segudang pertanyaan tentang dimana orang tuaku, aku akan menjawabnya.
Orang tuaku berpisah sejak usiaku 7 tahun, masih sangat dini memang untuk menerima kenyataan sepahit itu. Itulah mengapa kehidupanku menjadi berubah sejak kejadian itu.
Tak ada lagi tawa lepas yang biasanya sering ku lakukan, tidak ada lagi senyum mengembang ketika ayah pulang bekerja, tak ada lagi pelukan hangat dari ibuku ketika mimpi buruk menghampiriku, tidak ada lagi kasih sayang yang aku rasakan setelah hari itu. Semuanya terasa menghilang begitu saja, dan mungkin kebahagiaan tak akan kembali datang padaku.
Pada saat-saat sulit seperti itu aku sempat berpikir bahwa cinta sejati itu memang tidak pernah ada. Itu semua hanyalah bualan belaka yang menghiasi kisah dalam dongeng maupun sebuah novel. Aku sama sekali tak tertarik akan hal tersebut-- cinta.
Kantuk acap kali datang menghantui ketika aku harus duduk sendirian di sini dengan buku pelajaran yang sengaja aku bawa dari rumah dengan diiringi suara decitan kipas angin yang sudah tua. Mengenaskan.
Sampai rasa kantuk itu hilang tiba-tiba karena pintu masuk terbuka. Kaget? Sedikit. Bagaimana tidak, aku hanya gadis 17 tahun yang harus menjaga toko sendirian ditengah malam, siapa yang tidak takut. Bayangan buruk kerap menghinggap di pikiranku, bagaimana hal-hal buruk itu akan terjadi, namun aku segera menepisnya dengan menggeleng-gelengkan kepalaku. Berusaha agar pikiran itu pergi jauh-jauh.
"Rokok satu bungkus," ucap sebuah suara berat di hadapanku.
Ah, dia lagi!
Aku pun segera menyeken barcode dan cepat menyelesaikan transaksi ini, berharap cemas agar ia cepat meninggalkan toko ini.
Setelah terdengar bunyi 'tit' ia segera mengeluarkan uang dari dompet hitamnya.
"Ini," ucapnya datar, dengan menyodorkan selembar uang 50 ribuan.
Aku menghitung kembaliannya dan segera memberikan kepadanya. Ia menerima uang itu dan menatanya kembali ke dalam dompet. Setelah transaksi itu selesai, ia tetap berdiri di hadapanku tanpa bergerak satu senti pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART OF DARKNESS
Teen FictionSegala hal di dunia ini bisa saja terjadi, mungkin memang tak pernah terbayangkan di detik sebelumnya. Tapi kalau sudah takdir menginginkan itu terjadi, kita bisa apa? Kita ini hanya tokoh yang bermain dalam sebuah drama, dan Tuhanlah yang mengatur...