2. Memang Sulit Menghadapimu

325 69 25
                                    

Theme song : Broken Home - 5 Seconds of Summer

"Hey mum, hey dad when did this end?
I'm here all alone inside of this broken home."

2. Memang Sulit Menghadapimu

Sesampainya aku di halaman depan rumah, aku segera turun dan melepaskan helm milik Edgar.

"Thanks ya, Gar udah mau nganterin gue balik, hampir setiap hari malah."

Edgar hanya membalas dengan gumaman saja, aku tak kecewa, karena memang itulah sifatnya-- irit bicara.

"Ya udah gue masuk ke dalem dulu ya, lo ati-ati baliknya, jangan kebut-kebutan kayak tadi."

Lagi, ia hanya membalas dengan gumaman saja. Aku mengangguk kecil lalu berbalik dan mulai melangkahkan kaki masuk ke rumah.

Oh, bahkan ini sebenarnya tak pantas untuk di sebut 'rumah', karena yang aku tahu, rumah adalah tempat berlindung kita, tempat kita menemukan seluruh kehangatan. Tapi aku tak pernah merasakan hal itu lagi, bahkan aku malah merasa asing berada di rumah ku sendiri.

Ketika Edgar mulai menyalakan mesin motornya, aku mulai menutup pintu rumahku.

Aku berniat untuk mengambil segelas air minum di dapur, namun sebelum aku tiba di dapur, sebuah suara menginterupsiku.

"Dari mana saja kamu? Pulang jam setengah 12 malem gini! Mau jadi apa kamu nanti?! Hah!" gertak Ayahku dengan matanya yang memerah dan napasnya yang menyengat karena alcohol.

Ah, dia mabuk lagi.

"Senti baru pulang bekerja, Yah. Senti ng--" penjelasanku terpotong oleh ucapannya.

"Alah! Banyak alesan kamu! Kerja, kerja, kerja apa kamu, hah? Masih bocah juga sok-sok an mau kerja. Kerja apa kamu memangnya? Mau ikut-ikut seperti Ibu kamu, huh?"

Tanpa sadar tanganku sudah terkepal kuat. Ayah selalu mengungkit hal itu, hal yang bahkan Ibu tidak lakukan sama sekali namun Ayah tetap bersih keras tak mau sekalipun mendengarkan penjelasan Ibu.

Sekesal-kesalnya aku kepada Ayahku, aku tetap dan akan terus menghargainya serta menghormatinya sebagai seorang 'ayah'.

"Ayah, Ibu tidak melakukan tindakan keji itu!" ucapku rendah namun penuh dengan penekanan.

"Berani kamu sama Ayah?! Udah berani ngajarin Ayah?! Masih saja kamu membela wanita murahan itu!!"

"AYAH!" bentakku. Aku sudah tidak tahan lagi menahannya, air mataku-pun pada akhirnya tumpah.

"APA HAH! Bahkan kamu udah berani menggertak Ayahmu ini. Kamu bukan Senti anak Ayah! PERGI KAMU!!" teriak Ayah kalap.

Aku mundur beberapa langkah ketika Ayah mulai menggapai kursi di belakanganya dan bersiap untuk membantingnya.

"Ayah, tolong, jangan lakuin hal itu! Aku anakmu, Yah! Tenanglah, ku mohon," kataku lemah, disela-sela isak tangisku.

Ayah tak menggubrisku sama sekali, ia malah memgangkat kursi kayu itu lebih tinggi lagi. Ia mulai mengambil ancang-ancang untuk melemparkannya, dan hal yang bisa ku lakukan hanyalah pasrah.

Aku mulai menutup mataku namun masih dengan tangisan yang tak terbendung.

1 detik.

2 detik.

3 detik.

4 detik.

Aku tidak merasakan sakit apapun di seluruh tubuku.

HEART OF DARKNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang