8. Maaf

119 15 5
                                    

Theme song : I've told you now - Sam Smith

"Why do you think I've come back here by my free will
Now I know the truth is out
Now I've told you now."

8. Maaf

Aku tak terlalu menikmati hari ini. Setalah kejadian tadi pagi, aku lebih banyak diam dan merenung. Tak jarang pula aku hanya diam dengan pikiran dan pandangan kosong.  Angga telah menanyaiku apakah aku baik-baik saja sampai jumlah yang tak dapat terhitung. Dan aku hanya membalasnya dengan anggukan kecil tanpa banyak cakap.

"Pulang bareng gue yuk?" ajak Angga.

Aku menggeleng pelan. Menolaknya secara halus. Bukannya aku sok jual mahal, atau apapun pikiran buruk kalian kepadaku--ku tekankan itu tidak benar. Aku hanya sedang ingin sendiri dan tanpa diganggu oleh siapapun. Termasuk Angga. Aku butuh kesunyian dan ketenangan.

"Lo balik duluan aja," pintaku lirih.

"Nggak!" sergahnya cepat. Seolah ia sangat mantap dengan jawabannya. "Gue nggaka akan ngebiarin lo sendirian di sini dalam keadaan lo... yang kacau kayak gini. Dan gue yakin banget, ini pasti ulah cowok tadi. Jadi intinya gue nggak akan ngebiarin lo berada di kandang singa sendirian."

Aku tersenyum kecil mendengar bagaimana Angga mengibaratkan Edgar sebagai seekor singa. Dan ku lirik sedikit wajahnya yang lebih tinggi dariku, ia juga nampak tersenyum. Bukan, bukan karena lelucon recehnya. Tapi lebih ke senyum kepuasan, kepuasan diamana dia merasa telah berhasil membuatku tersenyum setelah sekian lama aku hanya diam membisu dan tak berekspresi.

"Jadi... gimana? Mau balik bareng gue?" tanyanya saat kita berjalan di koridor yang sudah tak terlalu ramai ini.

"Nggak! Senti nggak bakal ballik bareng lo. Senti masih ada urusan sama gue," sahut seseorang dari arah berlawanan. Aku mengenali suara ini. Aku mengangkat wajahku, memastikan seseorang yang baru saja berbicara. Dan benar saja, itu dia.

Aku memasang wajah takut, khawatir dan gugup secara bersamaan. Aku berjalan mundur, berdiri di belakang punggung Angga seolah mencari perlindungan dari seekor singa liar.

"Masih berani lo ngomong kayak gitu? Hah?!" ucap Angga dengan suara meninggi.

"Senti. Ikut gue..," ucap Edgar penuh penekanan. Angga menoleh kepadaku yang berada di belakangnya. Tatapannya menuntut sebuah kepastian jawaban. Namun, aku tak banyak berucap, hanya memberikan gestur gelengan kepalaku tanda bahwa aku tidak ingin bersama dengan dirinya. Dan aku harap dia mengerti bahasa tubuhku itu.

"Lo liat sendiri kan? Senti gak mau sama lo. Jadi gue tekanin sekali lagi, mending lo pergi sekarang dan jangan pernah gangguin hidup dia lagi. Ngerti?!" ucap Angga ketus.

"Gue nanya sekarang, emang lo siapanya dia hah?!" balas Edgar tak kalah bengis. Angga hanya diam membisu tak mampu membalas perkataan Edgar. Aku melirik ke wajah Angga,  air mukanya pucat menahan amarah dan kekesalan.

Edgar berbalik arah, sehingga ia sekarang membelakangi kami. Ia menghentakkan kakinya keras-keras bahwa ia sedang sangat kesal. Tak terduga, Angga meraih tanganku dan menggenggamnya. Erat. Dan tak bisa ku pungkiri, aku merasa aman ketika bersamanya, aku membalas genggaman tangan itu, seolah aku juga  tak ingin untuk melepaskannya. Karena, aku menemukan kenyamanan dibalik tangan besar milik Angga. 

"Sekarang lo tau sendiri kan? Kenapa gue nggak mau ninggalin lo sendirian?"

Aku tak menjawab walaupun sebenarnya aku juga belum menemukan alasannya namun aku enggan bertanya.

«●»

Aktivitas malam telah menuntutku untuk di selesaikan. Aku mengunci pintu rumah dan mencari bus untuk mengantarku ke mini market. Tak memerlukan banyak waktu untuk tiba di mini market.

HEART OF DARKNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang